Oleh: Ustaz Dr. Oni Sahroni, M.A;
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF
Pertanyaan: Bagaimana Pandangan fikih terhadap para
pegawai atau karyawan yang bekerja di tempat (usaha) yang tidak
halal, seperti diskotik dan sejenisnya ? Bagaimana pandangan fikih juga
terhadap pendapatannya?
Untuk melihat bagaimana pandangan Fiqh terhadap pegawai yang bekerja di sektor non-halal, terlebih dahulu kita buat tinjauan terhadap dana non-halal.Dana non-halal adalah setiap pendapatan yang
bersumber dari usaha yang tidak halal (al-kasbu al-ghairi al-mayru’).
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI menjelaskan, beberapa jenis kegiatan
usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah tersebut yaitu usaha lembaga
keuangan konvensional, perjudian dan
permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang terlarang. Kemudian,
produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang haram atau
penyedia barang-barang dan jasa yang merusak moral.Jika dijelaskan ulang,
bekerja di usaha yang tidak halal tersebut adalah bekerja di perusahaan
(entitas) yang bisnis utama usahanya tidak halal. Di antara kegiatan usahanya
mengatur atau memperjualbelikan produk yang tidak halal, baik haram karena
fisik (seperti babi dan khamr) maupun haram karena nonfisik. Di antara
contohnya adalah bekerja di (minuman keras dan asusila), usaha produksi
(distribusi) narkoba, usaha produksi pornografi dan pornoaksi, usaha pencucian
uang, transaksi korupsi dan sejenisnya. Menurut fikih, bekerja di usaha-usaha
tersebut di atas itu tidak diperkenankan (HARAM) dalam Islam, termasuk setiap
orang yang terlibat dalam usaha tersebut juga tidak diperkenankan dalam Islam.
Kesimpulan tersebut juga yang bisa dipahami
dari pernyataan Lembaga Fikih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam
Keputusannya no. 7/1/65, pada perteman ke-7 sebagai berikut: bahwa tidak ada
perbedaan pendapat bahwa membeli saham pada perusahaan yang kegiatan utamanya
melakukan usaha yang haram, seperti transaksi ribawi, memproduksi barang yang haram, jual beli
barang yang haram. Pada prinsipnya, haram membeli saham pada perusahaan yang
kadang- kadang melakukan transaksi yang haram seperti transaksi ribawi dan
sejenisnya, walaupun kegiatan utama perusahaan tersebut itu adalah usaha yang halal. (Qararat wa
taushiyat majma al-fiqhi al-islami at-tabi’ li munadzamati al-mu’tamar
al-islami, hal. 212). Di antara dalil (istisyhad) yang digunakan adalah kaidah
fikih berikut: Jika ada dana halal dan haram bercampur, maka menjadi dana
haram. Sesuai kaidah fikih ini, jika dana halal bercampur dengan dana haram,
maka hukum haram lebih diunggulkan dan menjadi hukum keseluruhan dana tersebut.
(al-Asybah wa an-nadzair, as-Suyuthi dan al-Mausu’ah al-fiqhiyah al-kuwaitiyah,
8/76).
Dengan
demikian, bisa kita simpulkan bahwa bekerja di perusahaan (entitas) yang bisnis
utama usahanya tidak halal sebagaimana contoh-contoh tersebut di atas itu tidak
diperkenankan dalam Islam. Selanjutnya berikhtiarlah mencari usaha (maisyah)
yang halal, agar pendapatan menjadi berkah.Wallahu
a'lam.
===========================
* Ustaz DR. Sahroni, MA
adalah Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Beliau
adalah Doktor Pertama
Indonesia di Bidang Fiqh Muqarin Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir
* Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF, Alumnus Akademi
Pengajian Islam, Universiti Malaya, Spesialisasi
bidang Ekonomi, Bisnis dan Keuangan Islam. Gelar Profesi CPIF (Chartered
Professional in Islamic Finance) dari CIIF (Chartered Institute of Islamic
Finance) yang berpusat di Kuala Lumpur, Malaysia. Berguru dengan banyak ulama di Malaysia dan Indonesia. Diantara Ulama Dunia
Pemegang Sanad al-Qur’an yang diambil ilmunya yaitu Asy-Syaikh Sayyid Harun
ad-Dahhab (Ulama Qira’at dari Univ. Al Azhar, Mesir), Syeikh al-Mukri
Abdurrahman Muknis al-Laitsi (Guru al_Qur’an dari Dar al-Azhar, Mesir), dan Syaikh
DR Said Thalal al-Dahsyan (Direktur Dar al-Qur’an al-Karim wa Sunnah,
Palestina). Sekarang ini
mengurus Baitul Mal Mina, NGO IndoCares, MTEC dan Darul Quran Mina. E-mail: ustazsofyan@gmail.com.