Skip to main content

Sedekah/Infaq Menambah dan Memberkahi Harta


SEDEKAH/INFAQ MENAMBAH DAN 

MEMBERKAHI HARTA


Oleh: DR. Ahmad Lutfi Fathullah (Pusat Kajian Hadis);Tim Tabung Wakaf, Dompet Dhuafa; Ust. Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF (Editor)

"Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim)

Memang sangat aneh terdengar di telinga umat Islam, bagaimana mungkin uang yang disedekahkan di jalan Allah, bukannya mengurangi, tapi malah bisa menambah harta kita Secara hitung-hitungan matematis dan ekonomis tentunya hal ini di luar kelaziman, tetapi faktanya memang demikian. Bahkan yang menyatakan hal ini adalah manusia paling terpercaya, yakni Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam. Penasarankah apa rahasia di balik pernyataan ini?. Beberapa poin berikut merupakan sebagian alasan mengapa harta yang disedekahkan justru dapat menambah jumlah harta tersebut:



1. Janji Allah pada orang-orang yang mengeluarkan uangnya untuk berinfak atau bersedekah, bahwa Allah akan berinfak pula pada mereka

“Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya Aku berinfak kepadamu!” (Muttafaq ‘Alaih).


Ketika seseorang bersedia mengeluarkan uangnya untuk berinfak, pada saat yang sama Allah pun bersedia untuk berinfak padanya, dan meluaskan rezekinya. Maka, bagaimana mungkin hartanya akan berkurang?. Sebaliknya, orang yang mengikuti BISIKAN SYETAN UNTUK MERASA TAKUT BERINFAK karena khawatir miskin, sehingga kikir dalam bersedekah justru telah TERTIPU. Karena kekikirannya itu justru membuat Allah menahan karuniaNya. “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 268).

2. Allah menjanjikan akan mengganti apapun yang dikeluarkan hambaNya yang bersedekah. Bagaimana mungkin harta akan berkurang jika Allah berjanji akan menggantinya? Hal ini jelas dinyatakan dalam firmanNya: “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)

3. Memperoleh ganjaran hingga ratusan kali lipat dari yang dikeluarkan. Ini sama saja seperti seorang pimpinan perusahaan yang mengatakan pada stafnya, “Saya pinjam dulu uangmu, jika kamu bersedia pinjamkan akan saya ganti berkali lipat.” Bukankah amat menguntungkan? Demikianlah yang Allah janjikan pada para hambaNya. “Jika kalian meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan (pembalasannya) kepada kalian dan mengampuni kalian. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun”. (QS. At-Taghabun: 17). Dalam ayat lain, Allah mempertegas hal ini: “Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS. Al Baqarah: 245) Bahkan sungguh dahsyat, Allah akan melipatgandakan ganjaran sedekah hingga ratusan kali lipat. “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261). Sungguh beruntung orang-orang yang meyakini janji Allah, dan oleh sebab itulah mereka mendapat ganjaran berkali lipat dari apa yang mereka keluarkan untuk sedekah. Semoga kita termasuk bagian dari golongan tersebut.

Jarang sedekah bisa mendatangkan efek buruk dalam hidup seseorang. Beberapa efek buruk akibat jarang sedekah, diantaranya:



1. ‘Berutang’ setiap hari. Mengapa berutang? Karena faktanya kita memiliki kewajiban bersedekah setiap harinya. Bahkan setiap ruas tulang kita pun memiliki kewajiban untuk bersedekah. Nabi shollallahu ’alaihi wasallam bersabda: “Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab tiap kali bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah yang mungkar adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu, maka cukuplah mengerjakan DUA RAKAAT SHALAT DHUHA,” (HR Muslim 1181). Artinya, dengan tidak menunaikan sedekah, setiap ruas tulang kita berutang setiap harinya. Padahal bisa kita bayar kewajiban sedekah tersebut dengan berbuat kebaikan, berdzikir, atau melaksanakan shalat Dhuha.
Jika tetap enggan bersedekah, tentu saja suatu hari utang tersebut harus dibayar, misal dengan masalah kesehatan yang harus kita hadapi. Inilah yang dinamakan dengan ‘adzab’ karena tidak bersyukur. “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih,” (QS. Ibrahim: 7)

2. Sulit merasakan nikmatnya harta yang dimiliki. Pernahkah mengenal orang kaya raya yang terlihat tidak menikmati hidupnya? Ia memiliki banyak rumah, mobil, deposito, dan bisa melakukan apapun yang ia inginkan dengan uangnya, namun ia tampak tidak bahagia. Memang hal tersebut tidak mengherankan, karena siapapun yang tidak mau menyedekahkan sebagian harta yang dimilikinya di jalan Allah, niscaya akan kesulitan merasa nikmat atas harta yang dimilikinya. Entah karena ia tertimpa penyakit berbahaya, atau kebakhilan telah membuatnya takut kehilangan dunia, sehingga hidupnya tidak tenteram.

Sebaliknya, sesedikit apapun harta yang kita miliki, namun jika masih bersedia berbagi di jalan Allah, itu berarti kita telah memiliki kekayaan hati, dan dari kekayaan hati itulah kita bisa mereguk kenikmatan hidup yang tak terkira. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya (ghoni)?”. “Betul,” jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?” “Betul,”. Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun bersabda: “Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa tidak puas),” (HR. Ibnu Hibban. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)

3. Hartanya akan menjadi musuhnya kelak di akhirat. Sungguh rugi orang yang enggan bersedekah karena tidak menyadari bahwa semua harta kekayaan yang disimpannya suatu hari nanti berbalik menjadi musuhnya. “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) SIKSA YANG PEDIH, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At Taubah: 34-35).

Setelah mengetahui betapa buruk efek jarang bersedekah, semoga hati kita senantiasa tergerak untuk berbagi kebaikan apapun yang dapat kita lakukan dan berikan. Selanjutnya kita mengkaji Kitab Riyadush Shalihin tentang sedekah. Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.”

وَعَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قَالَ الله تَعَالَى : أنفِق يَا ابْنَ آدَمَ يُنْفَقْ عَلَيْكَ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah ra. pula bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya ada yang berinfak kepadamu. (Muttafaq 'alaih). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 4316, 4933, 6862, 6869 dan 6942: Muslim, hadis no. 1658 dan 1659; al-Tirmizi, hadis no. 2971; Ibn Majah, hadis no. 193; Ahmad, hadis no. 6993, 7793, 7806, 9606 dan 10096.

وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قََالَ : مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْداً بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ للَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ رَوَاهُ مُسْلِمٌ .
Dari Abu Hurairah ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: Harta tidak akan berkurang karena shadaqah. Allah pasti akan menambah kemuliaan seseorang yang suka memaafkan. Juga tidaklah seseorang itu merendahkan diri karena Allah, melainkan ia akan diangkat pula derajatnya oleh Allah 'Azzawajalla. (HR Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 4689; al-Tirmizi, hadis no. 1952; Ahmad, hadis no. 6908, 8647 dan 9268; Malik, hadis no. 1590; al-Darimi, hadis no. 1614.

وَعَنْ أبي كَبشَةَ عُمرو بِنَ سَعدٍ الأَنمَاريِّ رَضِيَ اللهُ عَنْه أَنه سمع رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ثَلاثَةٌ أُقْسِمُ عَلَيهِنَّ وَأُحَدِّثُكُم حَدِيثاً فَاحْفَظُوهُ : مَا نَقَصَ مَالُ عَبدٍ مِن صَدَقَةٍ، وَلا ظُلِمَ عَبْدٌ مَظْلَمَةً صَبَرَ عَلَيهَا إِلاَّ زَادَهُ اللَّهُ عِزّاً، وَلا فَتَحَ عَبْدٌ بَابَ مَسأَلَةٍ إِلاَّ فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ بَابَ فَقْرٍ. أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا . وَأُحَدِّثُكُم حَدِيثاً فَاحْفَظُوهُ، قَالَ: إِنَّمَا الدُّنْيَا لأَرْبَعَةِ نَفَر: عَبدٍ رَزَقَه الله مَالاً وَعِلْماً، فَهُو يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ للَّهَ فِيهِ حَقَّاً فَهذَا بأَفضَلِ المَنَازِلِ . وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ عِلْماً، وَلَمْ يَرْزُقهُ مَالاً فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ : لََوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلانٍ، فَهُوَ نِيَّتِهِ، فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ .وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالاً، وَلَمَ َيرْزُقْهُ عِلْماً، فهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيرِ عِلمٍ، لا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَلا يَصِلُ رَحِمَهُ، وَلا يَعلَمُ للَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بأَخْبَثِ المَنَازِلِ . وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ الله مَالاً وَلا عِلْماً، فَهُوَ يَقُولُ : لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَل فُلانٍ، فَهُوَ نِيَّتُهُ، فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌرَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ .

Dari Abu Kabsyah, yaitu Umar Ibn Sa'ad al-Anmari ra. bahwasannya ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: Ada tiga perkara yang aku bersumpah atasnya dan aku memberitahukan kalian suatu Hadis, maka peliharalah: Tidaklah berkurang harta seorang hamba karena shadaqah, tidaklah seorang hamba dizalimi dengan suatu kezaliman dan ia bersabar, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya, juga tidaklah seorang hamba membuka pintu permintaan, melainkan Allah akan membuka untuknya pintu kemiskinan,”


atau sabda Beliau saw. merupakan kalimat lain yang senada dengan uraian di atas.Dan memberitahukan kalian suatu Hadis, maka peliharalah: "Sesungguhnya dunia ini untuk empat macam golongan orang, yaitu: Seorang hamba yang dikaruniai rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu pengetahuan, kemudian ia bertaqwa kepada Tuhannya dan mempererat hubungan kekeluargaan serta mengetahui haknya Allah dalam apa yang dimilikinya itu, maka ini adalah kedudukan paling baik, juga seorang hamba yang dikaruniai ilmu pengetahuan tetapi tidak dikaruniai harta, dan ia jujur dengan niatnya ketika berkata: Seandainya aku mempunyai harta, niscaya aku akan melakukan sebagaimana yang dilakukan si Fulan itu, maka orang tadi karena keniatannya, pahalanya sama dengan orang yang akan dicontohnya".

Ada pula seseorang hamba yang dikaruniai harta tetapi tidak dikaruniai ilmu pengetahuan, ia tersesat dengan hartanya itu tanpa ilmu, ia tidak bertaqwa kepada Tuhannya, dan tidak menyambung sanak familinya, bahkan tidak pula mengetahui hak Allah dalam hartanya itu. Inilah seburuk-buruknya kedudukan. Juga seorang hamba yang tidak dikaruniai harta dan tidak pula ilmu pengetahuan, lalu ia berkata: Seandainya aku mempunyai harta, pastilah aku akan berbuat sebagaimana perbuatan si fulan. Itulah niatnya, maka dosa keduanya sama. Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dan beliau berkata bahwa ini adalah Hadis hasan sahih.

Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Tirmizi, hadis no. 2247. Beliau berkata: Hadis ini Hadis hasan sahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibn Majah, hadis no. 4218 dan Ahmad, hadis no. 17339.

Allah berfirman dalam QS Al-Kahfi (18): 45

وَٱضْرِبْ لَهُم مَّثَلَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا كَمَآءٍ أَنزَلْنَٰهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ فَٱخْتَلَطَ بِهِۦ نَبَاتُ ٱلْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ ٱلرِّيَٰحُ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ مُّقْتَدِرًا
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu. Selanjutnya Allah berfirman dalam QS Al-Kahfi (18): 46

ٱلْمَالُ وَٱلْبَنُونَ زِينَةُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱلْبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi AMALAN-AMALAN YANG KEKAL lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. Dalam QS Al-Hadid (57): 20, Allah berfirman: 

ٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَوْلَٰدِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ ٱلْكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمًا ۖ وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنٌ ۚ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada AZAB YANG KERAS dan AMPUNAN dari Allah serta KERIDHAAN-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah KESENANGAN YANG MENIPU.Allah berfirman dalam QS 3: 14: 

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلْفِضَّةِ وَٱلْخَيْلِ ٱلْمُسَوَّمَةِ وَٱلْأَنْعَٰمِ وَٱلْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلْمَـَٔابِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.وَعَنْه قالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

أَيُّكُمْ مَالُ وَارِثِهِ أَحَبُّ إِِلَيْهِ مِنْ مَالِهِ ؟

قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ . مَا مِنَّا أَحَدٌ إِلاَّ مَالُهُ أَحَبُّ إِلَيْهِ . قََالَ :

فََإِنَّ مَالََهُ مَا قَدَّمَ وَمَالَ وَارِثِهِ مَا أََخَّرَ .

رَوَاهُ البُخَارِيّ.
Dari Ibn Mas'ud ra. pula berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Siapakah di antara kalian yang harta orang yang mewarisinya lebih disukai dari hartanya sendiri? Para sahabat menjawab: Ya Rasulullah, tidak seorang pun dari kami melainkan hartanya adalah lebih dicintai olehnya. Kemudian Beliau saw. bersabda: Sesungguhnya hartanya sendiri ialah APA YANG TELAH DIGUNAKANNYA, sedang harta orang yang mewarisinya adalah apa yang belum dipersembahkan. (HR al-Bukhari). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 5961; al-Nasa’i, hadis no. 3554: Ahmad, hadis no. 3443. 

وَعَنْ عائشة رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهُمْ ذَبَحُوا شَاةً، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

مَا بَقِيَ مِنْهَا؟

قَالَتْ : مَا بَقِيَ مِنْهَا إِلاَّ كَتِفُهَا، قَالَ :

بَقِيَ كُلُّهَا غَيرَ كَتِفِهَا .

رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ .

ومعناه : تَصَدَّقُوا بِهَا إلاَّ كَتِفَهَا فَقَالَ : بَقِيَتْ لَنَا فِي الآخِرةِ إِلاَّ كَتفَهَا .
"Dari Aisyah ra. bahwa para sahabat menyembelih kambing - lalu mereka sedekahkan kecuali belikatnya, kemudian Nabi saw. bertanya: Bagian apakah yang tersisa dari kambing itu? Aisyah menjawab: Tidak ada yang tersisa selain pundaknya". Beliau lalu bersabda:Sesungguhnya semua masih tersisa, selain pundaknya. (Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dan beliau berkata bahwa ini adalah Hadis sahih). Maknanya ialah supaya disedekahkanlah semuanya kecuali belikatnya, maka sabda Beliau saw. itu jelasnya ialah bahwa di akhirat semua itu masih tetap ada pahalanya - sebab disedekahkan - kecuali belikatnya yang tidak ada pahalanya - karena dimakan sendiri. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Tirmizi, hadis no. 2394; Ahmad, hadis no. 23107.

وَعَنْ أبي كَبشَةَ عُمرو بِنَ سَعدٍ الأَنمَاريِّ رَضِيَ اللهُ عَنْه أَنه سمع رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ :

ثَلاثَةٌ أُقْسِمُ عَلَيهِنَّ وَأُحَدِّثُكُم حَدِيثاً فَاحْفَظُوهُ : مَا نَقَصَ مَالُ عَبدٍ مِن صَدَقَةٍ، وَلا ظُلِمَ عَبْدٌ مَظْلَمَةً صَبَرَ عَلَيهَا إِلاَّ زَادَهُ اللَّهُ عِزّاً، وَلا فَتَحَ عَبْدٌ بَابَ مَسأَلَةٍ إِلاَّ فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ بَابَ فَقْرٍ.

أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا . وَأُحَدِّثُكُم حَدِيثاً فَاحْفَظُوهُ، قَالَ:

إِنَّمَا الدُّنْيَا لأَرْبَعَةِ نَفَر: عَبدٍ رَزَقَه الله مَالاً وَعِلْماً، فَهُو يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ للَّهَ فِيهِ حَقَّاً فَهذَا بأَفضَلِ المَنَازِلِ . وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ عِلْماً، وَلَمْ يَرْزُقهُ مَالاً فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ : لََوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلانٍ، فَهُوَ نِيَّتِهِ، فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ .

وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالاً، وَلَمَ َيرْزُقْهُ عِلْماً، فهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيرِ عِلمٍ، لا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَلا يَصِلُ رَحِمَهُ، وَلا يَعلَمُ للَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بأَخْبَثِ المَنَازِلِ . وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ الله مَالاً وَلا عِلْماً، فَهُوَ يَقُولُ : لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَل فُلانٍ، فَهُوَ نِيَّتُهُ، فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ

رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ .

Dari Abu Kabsyah, yaitu Umar Ibn Sa'ad al-Anmari ra. bahwasannya ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: Ada tiga perkara yang aku bersumpah atasnya dan aku memberitahukan kalian suatu Hadis, maka peliharalah: TIDAKLAH BERKURANG HARTA SEORANG HAMBA KARENA SHADAQAH, tidaklah seorang hamba dizalimi dengan suatu kezaliman dan ia bersabar, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya, juga tidaklah seorang hamba membuka pintu permintaan, melainkan Allah akan membuka untuknya pintu kemiskinan. atau sabda Rasulullah saw. merupakan kalimat lain yang senada dengan uraian di atas. Dan memberitahukan kalian suatu Hadis, maka peliharalah:

Sesungguhnya dunia ini untuk empat macam golongan orang, yaitu: Seorang hamba yang dikaruniai rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu pengetahuan, kemudian ia bertaqwa kepada Tuhannya dan mempererat hubungan kekeluargaan serta mengetahui haknya Allah dalam apa yang dimilikinya itu, maka ini adalah kedudukan paling baik, juga seorang hamba yang dikaruniai ilmu pengetahuan tetapi tidak dikaruniai harta, dan ia jujur dengan niatnya ketika berkata: Seandainya aku mempunyai harta, niscaya aku akan melakukan sebagaimana yang dilakukan si Fulan itu, maka orang tadi karena keniatannya, pahalanya sama dengan orang yang akan dicontohnya.
Ada pula seseorang hamba yang dikaruniai harta tetapi tidak dikaruniai ilmu pengetahuan, ia tersesat dengan hartanya itu tanpa ilmu, ia tidak bertaqwa kepada Tuhannya, dan tidak menyambung sanak familinya, bahkan tidak pula mengetahui hak Allah dalam hartanya itu. Inilah seburuk-buruknya kedudukan. Juga seorang hamba yang tidak dikaruniai harta dan tidak pula ilmu pengetahuan, lalu ia berkata: Seandainya aku mempunyai harta, pastilah aku akan berbuat sebagaimana perbuatan si fulan. Itulah niatnya, maka dosa keduanya sama. Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dan beliau berkata bahwa ini adalah Hadis hasan sahih.Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Tirmizi, hadis no. 2247. Beliau berkata: Hadis ini Hadis hasan sahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibn Majah, hadis no. 4218 dan Ahmad, hadis no. 17339.

عَنْ عمرو بنِ عوفٍ الأَنْصاريِّ . رَضِيَ اللهُ عَنْه، أَنَّ رسولَ الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم بَعَثَ أَبا عُبيدةَ بنَ الجرَّاحِ، رَضِيَ اللهُ عَنْه، إلى البَحْرَيْنِ يَأْتِي بِجزْيَتِهَا فَقَدمَ بِمالٍ منَ البحْرَينِ، فَسَمِعَت الأَنصَارُ بقُدومِ أبي عُبَيْدَةَ، فوافَوْا صَلاةَ الفَجْرِ مَعَ رسول الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَلَمَّا صَلى رسول الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم، انْصَرَفَ، فَتَعَرَّضُوا لَهُ، فَتَبَسَّمَ رسول الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم حِينَ رَآهُمْ، ثُمَّ قَالَ :أَظُنُّكُم سَمِعتُم أَنَّ أَبَا عُبَيْدَةَ قَدِمَ بِشَيء مِنَ الْبَحْرَيْنِ

فقالوا: أَجَل يا رسول اللَّه، فقَالَ :أَبْشِرُوا وأَمِّلُوا ما يَسرُّكُمْ، فوالله ما الفقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ . وَلكنّي أَخْشى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُم كما بُسطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا . فَتَهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari 'Amr Ibn 'Auf al-Anshari ra. bahwa Rasulullah saw. mengirimkan Abu 'Ubaidah al-Jarrah ra. ke daerah Bahrain -sebuah daerah yang masuk wilayah Irak- dan kedatangannya ke situ ialah untuk mengambil pajak. Kemudian setelah selesai tugasnya, datanglah ia dengan membawa harta dari Bahrain itu. Kaum Anshar sama mendengar akan kedatangan Abu Ubaidah, mereka lalu menunaikan shalat fajar yakni subuh bersama Rasulullah saw. Setelah Rasulullah saw. selesai bersembahyang, beliaupun lalu kembali, kemudian mereka menuju kepadanya untuk menemuinya. Rasulullah saw. lalu tersenyum ketika melihat mereka itu terus bersabda: Aku kira kalian sudah mendengar bahwa Abu Ubaidah tiba dari Bahrain dengan membawa sesuatu. Mereka menjawab: Benar, ya Rasulullah. Beliau selanjutnya bersabda: Bergembiralah kalian dan berharaplah terhadap apa yang menggembirakan kalian. Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takutkan terhadap kalian, namun aku khawatir jika dunia dibentangkan untuk kalian sebagaimana telah dibentangkan bagi orang-orang sebelum kalian. Maka kalian bersaing sebagaimana mereka bersaing, lalu dunia membinasakan kalian sebagaimana membinasakan mereka. (Muttafaq 'alaih).Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 2924, 3712 dan 5945; Muslim, hadis no. 5261; al-Tirmizi, hadis no. 2386; Ibn Majah, hadis no. 3987; Ahmad, hadis no. 16599 dan 18157.

وَعَنْ أبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : جَلَسَ رَسُولَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم عَلى المِنْبَرِ، وَجَلسْنَا حَوْلَهُ.فَقََالَ :

إِنَّ مِمَّا أَخَافُ عَلَيْكُم مِنْ بَعْدِي مَا يُفْتَحُ عَلَيْكُمْ مِنْ زَهْرَةِ الدُّنيَا وَزِيْنَتِهَا .

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Said al-Khudri ra berkata: Rasulullah saw. duduk di atas mimbar dan kita duduk di sekitarnya, lalu Beliau saw. bersabda: "Sesungguhnya salah satu yang aku khawatirkan terhadap kalian sepeninggalku nanti adalah jika bunga dunia dan hiasannya dibukakan untuk kalian". (Muttafaq 'alaih). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 2630 dan 5947; Muslim, hadis no. 1742 dan 1743; al-Nasa’i, hadis no. 2534; Ibn Majah, hadis no. 3985; Ahmad, hadis no. 10611, 10730 dan 11433.

عَنْ أبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قََالَ : إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى مُسْتَخْلِفِكُم فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءِ .

رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Said ra, Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya dunia adalah manis dan hijau, dan sesungguhnya Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di bumi. Maka Allah akan melihat apa yang kalian perbuat. Maka takutlah kepada dunia, dan takutlah kepada wanita. (HR Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 4925; al-Tirmizi, hadis no. 2117; Ibn Majah, hadis no. 3990; Ahmad, hadis no. 10716, 10743, 1103 dan 11158.

عَنْ أبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : جَلَسَ رَسُولَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم عَلى المِنْبَرِ، وَجَلسْنَا حَوْلَهُ.فَقََالَ :

إِنَّ مِمَّا أَخَافُ عَلَيْكُم مِنْ بَعْدِي مَا يُفْتَحُ عَلَيْكُمْ مِنْ زَهْرَةِ الدُّنيَا وَزِيْنَتِهَا .

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Said al-Khudri ra berkata: "Rasulullah saw. duduk di atas mimbar dan kita duduk di sekitarnya, lalu Beliau saw. bersabda: Sesungguhnya salah satu yang aku khawatirkan terhadap kalian sepeninggalku nanti adalah jika bunga dunia dan hiasannya dibukakan untuk kalian". (Muttafaq 'alaih). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 2630 dan 5947; Muslim, hadis no. 1742 dan 1743; al-Nasa’i, hadis no. 2534; Ibn Majah, hadis no. 3985; Ahmad, hadis no. 10611, 10730 dan 11433.

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ :

يُصْبِِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، فَكُلُّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقََةٌ . وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى .

رَوَاهُ مُسْلِمٌ

السُّلاَمَى بضم السين المهملة وتخفيف اللام وفتح الميم : المفْصِلُ .

Dari Abu Zarr ra. juga bahwa Rasulullah saw. bersabda:" Setiap ruas tulang dari seseorang di antara kalian itu setiap paginya hendaklah memberikan sedekahnya, maka tiap tasbih adalah sedekah, tiap tahmid adalah sedekah, tiap tahlil adalah sedekah, tiap takbir adalah sedekah, memerintah pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemunkaran adalah sedekah dan yang sedemikian itu dapat dicukupi ( diimbangi pahalanya ) oleh DUA RAKAAT SHALAT DHUHA". (HR Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 1181; dan Abu Daud, hadis no. 1093 dan 1094.

وعَنِ ابنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :لا حَسَدَ إِِلاَّ فِي اثنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً، فَسَلَّطَهُ عَلََى هَلَكَتِهِ فِي الحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً، فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.معناه : يَنَبِغِي أَن لا يُغبَطَ أَحَدٌ إِلاَّ على إحدَى هَاتَينِ الخَصْلَتَيْنِ .
Dari Ibn Mas'ud ra. dari Nabi saw., bersabda: "Tidak boleh iri kecuali kepada dua hal: Kepada orang yang Allah beri harta lalu ia menafkahkannya untuk kebenaran, dan kepada orang yang dikaruniai hikmah oleh Allah, lalu ia memberikan keputusan dengannya serta mengajarkannya". (Muttafaq 'alaih). Artinya seseorang itu tidak patut dihasudi atau diri kecuali dalam salah satu kedua perkara di atas itu. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 71, 1320, 6608 dan 6772; Muslim, hadis no. 1352; Ibn Majah, hadis no. 4198; Ahmad, hadis no. 3469 dan 3900.

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن عَمْرو بن العَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيُّ الإِسْلَامِ خَيْرٌ ؟ قََالَ :

تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ .

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abdullah Ibn 'Amr Ibn al-'Ash ra. bahwa ada seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah saw.: Manakah di dalam Islam itu amalan yang paling baik? Beliau saw. bersabda: Engkau MEMBERIKAN MAKANAN, serta MENGUCAPKAN SALAM kepada orang yang engkau ketahui dan orang yang tidak engkau ketahui. (Muttafaq 'alaih). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 11, 27 dan 5767; Muslim, hadis no. 56; Abu Daud, hadis no. 4520; al-Tirmizi, hadis no. 1778; al-Nasa’i, hadis no. 4914; Ibn Majah, hadis no. 3244 dan 3684; Ahmad, hadis no. 6293 dan 6552; al-Darimi, hadis no. 1991.

عَنْ أبي أُمَامَةَ صُدَيِّ بنِ عَجْلانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ أَن تَبْذُلَ الفَضْلَ خَيرٌ لَكَ، وَإِن تُمْسِكَهُ شَرٌّ لََكَ، وَلا تُلَامُ عَلَى كَفَافٍ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ، وَاليَدُ العُليَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُّفْلََى .رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

Dari Abu Umamah Shuday Ibn 'Ajlan ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Hai anak Adam, sesungguhnya jika engkau memberikan apa yang melebihi kebutuhanmu, itu lebih baik bagimu, dan JIKA ENGKAU MENAHANNYA, ITU BURUK BAGIMU. Engkau tidak akan tercela karena hidup pas-pasan. Mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. (HR. Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 1718; al-Tirmizi, hadis no. 2265; Ahmad, hadis no. 21235.



مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِِحُ الْعِبَادُ فِيْهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا : اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقاً خَلَفاً، وَيَقُولُ الآخَرُ : اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكاً تَلَفاً .

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah ra. yang berkata bahwa Nabi saw. bersabda: "Tiada suatu haripun yang semua hamba Allah berpagi-pagi pada hari itu, melainkan ada dua malaikat yang turun, yang satu berkata: Ya Allah, berikanlah kepada orang yang memberikan nafkah gantinya, sedang yang lainnya berkata: Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan hartanya dan enggan menafkahkan yaitu KERUSAKAN."(Muttafaq 'alaih). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1351; dan Muslim, hadis no. 1678. 

وعَن عَدِيِّ بنِ حَاتِمٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أََنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قََالَ :اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمَرَةٍ .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari 'Adi ibn Hatim ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: Jagalah diri kalian dari neraka, walau hanya dengan sepotong kurma. (Muttafaq 'alaih). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1324, 1328, 3328, 5564, 6058, 6078, 6889 dan 6958; Muslim, hadis no. 1687-1690; al-Nasa’i, hadis no. 2505 dan 2506; Ahmad, hadis no. 17535.

وَعَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ نُودِيَ مِنْ أَبْوابِ الجَنَّةِ : يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا خَيْرٌ، فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَلَاةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّلَاةِ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الجِهَادِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الجِهَادِ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الرَّيَّانِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقََةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ .

قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللُه عَنْهُ : بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّيِ يَا رَسُولَ اللِه مَا عَلَى مَنْ دُعِيَ مِنْ تِلْكَ الأَبْوَابِ مِنْ ضَرُورةٍ، فهلْ يُدْعى أَحَدٌ مِنْ تِلْكَ الأَبْوَابِ كُلِّهَا ؟ فَقََالَ :نَعَمْ وَأَرْجُو أَنْ تَكُونَ مِنْهُمْ .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah ra. pula bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang ber-SHADAQAH sepasang binatang di jalan Allah, maka ia akan dipanggil dari semua pintu surga dengan ucapan: Hai hamba Allah, inilah yang lebih baik. Barangsiapa yang termasuk golongan orang-orang yang mengerjakan SHALAT maka ia dipersilakan masuk syurga melalui pintu shalat. Barangsiapa yang termasuk golongan orang-orang yang BERJIHAD, maka ia dipersilakan masuk surga melalui pintu jihad. Barangsiapa yang termasuk golongan orang-orang yang BERPUASA, maka ia akan dipanggil dari pintu Ar-Rayyan. Dan barangsiapa yang termasuk golongan orang-orang yang suka ber-SHADAQAH , maka ia dipersilakan masuk syurga malalui pintu shadaqah. Abu Bakar ra. Berkata: Demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, dari pintu mana saja tidaklah masalah. Lantas adakah orang yang dipanggil dari semua pintu itu? Beliau menjawab: Ada, dan aku berharap kamu termasuk di antara mereka". (Muttafaq 'alaih). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1764, 2629, 2977 dan 3393; Muslim, hadis no. 1705 dan 1706; al-Tirmizi, hadis no. 3594 dan 3607; al-Nasa’i, hadis no. 2206, 2396, 3084, 3132 dan 3133; Ibn Majah, hadis no. 91; Ahmad, hadis no. 7313 dan 8435; Malik, hadis no. 892.

وَعَنْ أبي كَبشَةَ عُمرو بِنَ سَعدٍ الأَنمَاريِّ رَضِيَ اللهُ عَنْه أَنه سمع رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ :ثَلاثَةٌ أُقْسِمُ عَلَيهِنَّ وَأُحَدِّثُكُم حَدِيثاً فَاحْفَظُوهُ : مَا نَقَصَ مَالُ عَبدٍ مِن صَدَقَةٍ، وَلا ظُلِمَ عَبْدٌ مَظْلَمَةً صَبَرَ عَلَيهَا إِلاَّ زَادَهُ اللَّهُ عِزّاً، وَلا فَتَحَ عَبْدٌ بَابَ مَسأَلَةٍ إِلاَّ فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ بَابَ فَقْرٍ.أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا . وَأُحَدِّثُكُم حَدِيثاً فَاحْفَظُوهُ، قَالَ:إِنَّمَا الدُّنْيَا لأَرْبَعَةِ نَفَر: عَبدٍ رَزَقَه الله مَالاً وَعِلْماً، فَهُو يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ للَّهَ فِيهِ حَقَّاً فَهذَا بأَفضَلِ المَنَازِلِ . وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ عِلْماً، وَلَمْ يَرْزُقهُ مَالاً فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ : لََوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلانٍ، فَهُوَ نِيَّتِهِ، فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ .

وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالاً، وَلَمَ َيرْزُقْهُ عِلْماً، فهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيرِ عِلمٍ، لا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَلا يَصِلُ رَحِمَهُ، وَلا يَعلَمُ للَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بأَخْبَثِ المَنَازِلِ . وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ الله مَالاً وَلا عِلْماً، فَهُوَ يَقُولُ : لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَل فُلانٍ، فَهُوَ نِيَّتُهُ، فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ.رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ .
"Dari Abu Kabsyah, yaitu Umar Ibn Sa'ad al-Anmari ra. bahwasannya ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: Ada tiga perkara yang aku bersumpah atasnya dan aku memberitahukan kalian suatu Hadis, maka peliharalah: TIDAKLAH BERKURANG HARTA SESEORANG HAMBA KARENA SHADAQAH, tidaklah seorang hamba dizalimi dengan suatu kezaliman dan ia bersabar, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya, juga tidaklah seorang hamba membuka pintu permintaan, melainkan Allah akan membuka untuknya pintu kemiskinan, atau sabda Beliau saw. merupakan kalimat lain yang senada dengan uraian di atas. Dan memberitahukan kalian suatu Hadis, maka peliharalah: Sesungguhnya dunia ini untuk empat macam golongan orang, yaitu: Seorang hamba yang dikaruniai rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu pengetahuan, kemudian ia bertaqwa kepada Tuhannya dan mempererat hubungan kekeluargaan serta mengetahui haknya Allah dalam apa yang dimilikinya itu, maka ini adalah kedudukan yang paling baik, juga seorang hamba yang dikaruniai ilmu pengetahuan tetapi tidak dikaruniai harta, dan ia jujur dengan niatnya ketika berkata: Seandainya aku mempunyai harta, niscaya aku akan melakukan sebagaimana yang dilakukan si Fulan itu, maka orang tadi karena keniatannya, pahalanya sama dengan orang yang akan dicontohnya. Ada pula seseorang hamba yang dikaruniai harta tetapi tidak dikaruniai ilmu pengetahuan, ia tersesat dengan hartanya itu tanpa ilmu, ia tidak bertaqwa kepada Tuhannya, dan tidak menyambung sanak familinya, bahkan tidak pula mengetahui hak Allah dalam hartanya itu. Inilah seburuk-buruknya kedudukan. Juga seorang hamba yang tidak dikaruniai harta dan tidak pula ilmu pengetahuan, lalu ia berkata: Seandainya aku mempunyai harta, pastilah aku akan berbuat sebagaimana perbuatan si fulan. Itulah niatnya, maka dosa keduanya sama. Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dan beliau berkata bahwa ini adalah Hadis hasan sahih. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Tirmizi, hadis no. 2247. Beliau berkata: Hadis ini Hadis hasan sahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibn Majah, hadis no. 4218 dan Ahmad, hadis no. 17339.

JENIS-JENIS SEDEKAH

1.SEDEKAH HARTA

عَنْ أَبِيْ مَسْعُودٍ عُقْبَةَ بْنِ عَمْرٍو الْأَنْصَارِيِّ الْبَدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ :لَمَّا نَزَلَتْ آيَةُ الصَّدَقَةِ كُنَّا نُحَامِلُ عَلَى ظُهُورِنَا. فَجَاءَ رَجُلٌ فَتَصَدَّقَ بِشَيْءٍ كَثِيْرٍٍ فَقَالُوا: مُرَاءٍ، وَجَاءَ رَجُلٌ آخَرُ فَتَصَدَّقَ بِصَاعٍ فَقَالُوا: إنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنْ صَاعِ هَذَا، فَنَزَلَتْ {الَّذِيْنَ يَلْمِزُونَ المُطَّوِّعِيْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِيْنَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ} [التوبة 79] الآية.

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ."ونُحَامِلُ" بضم النون، وبالحاءِ المهملة: أَيْ يَحْمِلُ أَحَدُنَا على ظَهْرِهِ بِالأجْرَةِ، وَيَتَصَدَّقُ بها.
Dari Abu Mas'ud, yaitu 'Uqbah Ibn 'Amr al-Anshari al-Badri ra. berkata: Ketika ayat sedekah turun, maka kita semua mengangkat sesuatu di atas punggung-punggung kita -untuk memperoleh upah dari hasil mengangkatnya itu untuk disedekahkan. Kemudian datanglah seseorang lalu bersedekah dengan sesuatu yang banyak benar jumlahnya. Orang-orang sama berkata: Orang itu adalah sengaja berpamer saja - memperlihatkan amalannya kepada sesama manusia dan tidak karena Allah Ta'ala melakukannya. Ada pula orang lain yang datang kemudian bersedekah dengan barang sesha' - dari kurma. Orang-orang sama berkata: Sebenarnya Allah pastilah tidak memerlukan makanan sesha'nya orang ini. Selanjutnya turun pulalah ayat - yang artinya: Orang-orang yang mencela kaum mu'minin yang memberikan sedekah dengan sukarela dan pula mencela orang-orang yang tidak mendapatkan melainkan menurut kadar kekuatan dirinya, dan seterusnya ayat itu yakni firman-Nya: Lalu mereka memperolok-olokkan mereka. Allah akan memperolok-olokkan para pencela itu dan mereka yang berbuat sedemikian itu akan memperoleh siksa yang pedih. (at-Taubah: 79). (Muttafaq 'alaih). Nuhamilu dengan dhammahnya nun dan menggunakan ha' muhmalah, artinya ialah setiap orang dari kita sekalian mengangkat di atas punggung masing-masing dengan memperoleh upah dan upah itulah yang disedekahkannya. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1326, 1327, 2112, 4300 dan 4301: Muslim, hadis no. 1692: al-Nasa’i, hadis no. 2482 dan 2483: Ibn Majah, hadis no. 4145.

وَعَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ : الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنَى، وَمَنْ يَسْتَعِفَّفْ، يُعِفَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ .رَوَاهُ البُخَارِيّ

Dari Abu Hurairah ra. pula bahwa Nabi saw. bersabda: Tangan di atas itu lebih baik dari tangan di bawah. Dan mulailah memberikan infak kepada orang yang menjadi tanggunganmu. Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan di luar keperluan. Barangsiapa yang menjaga diri (tidak sampai meminta sekalipun miskin), maka Allah akan mencukupkan kebutuhannya, dan barangsiapa yang merasa kaya (merasa cukup dengan apa yang ada disisinya), maka Allah akan membuatnya kaya. (HR al-Bukhari).Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1338; Muslim, hadis no. 1716-1717; Abu Daud, hadis no. 1427; al-Tirmizi, hadis no. 2387; al-Nasa’i, hadis no. 2484, 2487, 2496, 2497, 2554, 2555 dan 2556; Ahmad, hadis no. 6858.


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنفِقُوا۟ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا۟ ٱلْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِـَٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغْمِضُوا۟ فِيهِ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

لَن تَنَالُوا۟ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا۟ مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ أَبُو طَلْحَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَكْثَرَ الْأَنْصَارِ بِالمَدِيْنَةِ مَالاً مِنْ نَخْلٍ، وَكَانَ أَحَبُّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ بَيْرَحَاءَ، وَكَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ الْمَسْجِدِ وَكَانَ رَسُوْلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيْهَا طَيِّبٍ قَالَ أَنَسٌ : فَلَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ : { لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حتَّى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّونَ } قام أَبُو طَلْحَةَ إِلَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم

فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ اللهَ تَعَالَى أَنْزَلَ عَلَيْكَ { لَنْ تَنَالُوْا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّوْنَ } وَإِنَّ أَحَبَّ مَالِي إِلَيَّ بَيْرَحَاءَ، وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ للَّهِ تَعَالَى أَرْجُوْ بِرَّهَا وَذُخْرَهَا عِنْدَ اللهِ تَعَالَى، فَضَعْهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ حَيْثُ أَرَاكَ اللَّهُ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم :

بَخٍ، ذلِكَ مَالٌ رَابِحٌ، ذلِكَ مَالٌ رَابِِحٌ، وَقَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ، وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِيْنَ

فَقَالَ أَبُو طَلْحَةَ : أَفْعَلُ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ، فَقَسَّمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ، وَبَنِي عَمِّهِ.

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

وقولُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : مالٌ رَابحٌ رُوِيَ في الصَّحِيْحَيْنِ رَابحٌ و رَايحٌ بالباءِ الموحدةِ وبالياءِ المثناةِ، أَيْ رَايحٌ عَلَيْكَ نَفْعُهُ، و بَبْرَحَاءُحَدِيِقَةُ نَخْلٍ، وروي بكسرِ الباءِ وَفتحِها .

Dari Anas ra. berkata: Abu Thalhah adalah seorang dari golongan kaum Anshar di Madinah yang terbanyak hartanya, terdiri dari kebun kurma. Di antara hartahartanya itu yang paling dicintai olehnya ialah kebun kurma Bairuha'. Kebun ini letaknya menghadap masjid - Nabawi di Madinah. Rasulullah saw. suka memasukinya dan minum dari airnya yang nyaman. Anas berkata: Ketika ayat ini turun, yakni yang artinya: Engkau semua tidak akan memperoleh kebajikan sehingga kalian suka menafkahkan dari sesuatu yang kalian cintai, maka Abu Thalhah berdiri menuju ke tempat Rasulullah saw. Lalu berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman: artinya sebagaimana di atas. Padahal hartaku yang paling aku cintai ialah kebun kurma Bairuha', maka sesungguhnya kebun itu aku sedekahkan untuk kepentingan agama Allah Ta'ala. Aku mengharapkan kebajikannya serta sebagai simpanan di akhirat di sisi Allah. Maka dari itu gunakanlah kebun itu ya Rasulullah, sebagaimana yang Allah memberitahukan kepada Tuan. Kemudian Rasulullah saw. bersabda: Bagus, yang sedemikian itu adalah harta yang beruntung, yang sedemikian adalah harta yang beruntung. Aku telah mendengar apa yang engkau ucapkan dan sesungguhnya aku berpendapat supaya kebun itu engkau berikan kepada kaum keluargamu.

Abu Thalhah berkata: Aku akan melaksanakan itu, ya Rasulullah. Selanjutnya Abu Thalhah membagi-bagikan kebun Bairaha' itu kepada keluarga serta anak-anak pamannya. (Muttafaq 'alaih). 

Sabda Nabi saw.: Malun raabihun, diriwayatkan dalam kitab sahih Raabihun dan ada pula yang mengatakan Raayihun jadi, ada yang dengan ba' muwahhadah dan ada yang dengan ya' mutsannat, maksudnya menguntungkan yakni keuntungannya itu kembali padamu sendiri. Bairuha' adalah suatu kebun kurma, diriwayatkan dengan kasrahnya ba' atau dengan fathahnya jadi Biruha' atau Bairuha'. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1368; Muslim, hadis no. 1664 dan 1665; Abu Daud, hadis no. 1439; al-Tirmizi, hadis no. 2923; al-Nasa’i, hadis no. 3545; Ahmad, hadis no. 11985, 12319, 13193, 13268 dan 13525; Malik, hadis no. 1582; al-Darimi, hadis no. 1596.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم :دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيْلِ اللَّه، وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِيْنََارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِيْنٍ، وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْراً الَّذي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ .

رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah, dinar yang engkau nafkahkan untuk memerdekakan seseorang budak, dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin dan dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, maka yang terbesar pahalanya ialah yang engkau nafkahkan kepada keluargamu itu. (HR Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 1661; dan Ahmad, hadis no. 9736 dan 9786.


وَعَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللَّهِ وَيُقَالُ لَهُ : أَبِيْ عَبْدِ الرَّحْمن ثَوْبَانَ بْنِ بُجْدُدَ مَوْلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : أَفْضَلُ دِيْنَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ، وَدِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى دَابَّتِهِ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ، وَدِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى أَصْحَابِهِ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ .رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Abdillah (ada yang mengatakan namanya itu ialah Abu Abdirrahman). yaitu Tsauban Ibn Bujdud, yakni hambasahaya Rasulullah saw. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Dinar yang paling utama yang dinafkahkan oleh seseorang laki-laki ialah dinar yang dinafkahkan kepada keluarganya, dan dinar yang dinafkahkan untuk hewan tunggangan yang digunakan untuk berjuang fi-sabilillah serta dinar yang dinafkahkan kepada sahabat-sahabatnya untuk berjuang fisabilillah. (HR Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 1660; al-Tirmizi, hadis no. 1889; Ibn Majah, hadis no. 2750; Ahmad, hadis no. 21346, 21372 dan 21416.

وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَلْتُ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ، هَلْ لِي أَجْرٌ فِي بَنِي أَبِي سَلَمَةَ أَنْ أُنْفِقَ عَلَيْهِمْ، وَلَسْتُ بِتَارِكَتِهِمْ هَكَذَا وَهَكَذَا، إِنَّمَا هُمْ بَنِيَّ ؟ فَقَالَ :نَعَمْ لَكِ أَجْرُ مَا أَنْفَقْتِ عَلَيْهِمْ .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Ummu Salamah ra. berkata: Aku bertanya: Ya Rasulullah, adakah aku dapat memperoleh pahala jikalau aku menafkahi anak-anak Abu Salamah dan aku tidak membiarkan mereka berpisah begini begitu yakni bercerai berai ke sana ke mari untuk mencari nafkahnya sendiri-sendiri, sebab hanyasanya mereka itu anak-anak aku juga karena Abu Salamah adalah suaminya Ummu Salamah. Beliau saw. menjawab: Ya, engkau memperoleh pahala dari apa yang engkau nafkahkan kepada mereka. (Muttafaq 'alaih)


Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1374, 4590 dan 4950; Muslim, hadis no. 1668; Ibn Majah, hadis no. 1825; Ahmad, hadis no. 26301, 25424 dan 25449.

2. SEDEKAH KEBAIKAN

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم :كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ .رَوَاهُ البُخَارِيّ.وَرَوَاهُ مُسْلِمٌ مِنْ رَوَايَةٍ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ .

Dari Jabir ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Setiap perbuatan baik itu merupakan sedekah. HR al-Bukhari. Muslim juga meriwayatkannya dari Hudzaifah ra. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 540; Ahmad, hadis no. 16130; al-Darimi, hadis no. 1389 dari Jabir. Muslim meriwayatkannya dari Khuzaifah, hadis no. 1673, begitu juga Abu Daud, hadis no. 4296; Ahmad, hadis no. 22168, 22281 dan 22290.


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم :كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ : تَعْدِلُ بَيْنَ الْاِثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ، فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا، أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ، وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَبِكُلِّ خَطْوَةٍ تَمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ، وَتُمِيْطُ الْأذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

وَرَوَاهُ مُسْلِمٌ أَيْضاً مِنْ رِوَايَةِ عَاِئشَةَ رَضِيَ اللَّه عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: إِنَّهُ خُلِقَ كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْ بَنِي آدَمَ علَى سِتِّيْنَ وَثَلَاثِمِائَةِ مَفْصِلٍ، فَمنْ كَبَّرَ اللَّه، وَحَمِدَ اللَّه، وَهَلَّلَ اللَّه، وَسَبَّحَ اللَّه وَاسْتَغْفَرَ اللَّهَ، وَعَزَلَ حَجَراً عَنْ طَرِيْقِ النَّاسِ أَوْ شَوْكَةً أَوْ عَظْماً عَنْ طَرِيَقِ النَّاسِ، أَوْ أَمَرَ بِمَعْرُوْفٍ أَوْ نَهَى عَنْ مُنْكَرٍ، عَدَدَ السِّتِّيْنَ وَالثَّلاَثِمِائَةٍ، فَإِنَّهُ يَمْسِي يَوْمَئِذٍ وَقَدْ زَحْزَحَ نَفْسَهُ عَنِ النَّارِ .

Dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Setiap ruas tulang dari para manusia itu harus memberikan sedekah setiap harinya yang di situ terbitlah matahari. Berlaku adil antara dua orang merupakan sedekah. Menolong seseorang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat barang orang itu ke atas hewan kendaraannya adalah sedekah. Ucapan yang baik adalah sedekah, dengan setiap langkah yang dijalaninya untuk pergi shalat juga sedekah, menyingkirkan apa-apa yang berbahaya dari jalan itu juga sedekah. (Muttafaq 'alaih)


Imam Muslim meriwayatkan juga dari riwayat Aisyah ra, berkata: Rasulullah saw. bersabda: Bahwa setiap manusia dari Bani Adam itu dijadikan atas tiga ratus enam puluh ruas tulang. Maka barangsiapa yang bertakbir kepada Allah, bertahmid kepada Allah, bertahlil kepada Allah, bertasbih kepada Allah, mohon pengampunan kepada Allah, suka melemparkan batu dari jalan para manusia, ataupun duri ataupun tulang dari jalan orang banyak, atau memerintahkan kebaikan atau melarang kemungkaran, sebanyak tigaratus enampuluh kali banyaknya, maka sesungguhnya orang itu bersore-sore pada hari itu dan ia telah menjauhkan dirinya dari neraka. Hadis sahih, diriwayatkan juga oleh al Bukhari, hadis no. 2767; Muslim, hadis no. 1677; Ahmad, hadis no. 7836 dan 8004.

عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم :مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْساً إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لهُ صَدَقَةً، وَمَا سُرِقَ مِنْه لَهُ صَدَقَةً، وَلَا يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً .رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

وَفِي رِوَايَة لَهُ : فَلَا يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْساً، فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلَا دَابَّةٌ وَلَا طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

وَفِي رِوَايَة لَهُ : لَا يَغْرِسُ مُسْلِمٌ غَرْساً، وَلَا يَزْرَعُ زَرْعاً، فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلَا دَابَّةٌ وَلَا شَيْءٌ إلاَّ كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً، ورويَاه جميعاً مِنْ رواية أَنَسٍ رَضِيَ اللَّه عَنْهُ . قولُهُ : يَرْزَؤُهُأي : يَنْقُصهُ .

Dari Jabir ra. pula, berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tiada seorang muslimpun yang menanam suatu tanaman, melainkan apa saja yang dapat dimakan dari hasil tanamannya itu, maka itu adalah sebagai sedekah baginya, dan apa saja yang tercuri daripadanya, itupun sebagai sedekah baginya. Dan tidak pula diambil oleh seseorang, melainkan itupun sebagai sedekah baginya. (HR Muslim)

Dalam riwayat Imam Muslim yang lain disebutkan: Maka tidaklah seseorang muslim itu menanam sesuatu tanaman, kemudian dari hasil tanamannya itu dimakan oleh manusia ataupun binatang, ataupun burung, kecuali semuanya itu adalah sebagai sedekah baginya sampai hari kiamat.

Dalam riwayat Imam Muslim yang lain lagi disebutkan: Tidaklah seseorang muslim itu menanam sesuatu tanaman, tidak pula ia menanam sesuatu tumbuh-tumbuhan, kemudian dari hasil tanamannya itu dimakan oleh manusia, ataupun oleh binatang ataupun oleh apa saja, melainkan itu adalah sebagai sedekah baginya. al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan Hadis-hadis semuanya itu dari riwayat Anas ra. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 2152 dan 5553; Muslim, hadis no. 2904; al-Tirmizi, hadis no. 1303; Ahmad, hadis no. 12038, 12529, 12910 dan 13064.



عَنْهُ أَنَّ نَاسًاقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ بِاْلأُجُوْرِ، يُصَلُّوْنَ كَمَا نُصَلِّى، وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا نَصُوْمُ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ أَمْوَالِهِمْ قَالَ :أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُوْنَ بِهِ : إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلِّ تَحْمِيْدَّةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْىٌ عَنْ المُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ

قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللَّهِ أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ، وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ :

أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ ؟ فَكَذلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ .

رَوَاهُ مُسْلِمٌ
الدُّثُورُ : بالثاءِ المثلثة : الأموالُ، واحِدُها : دَثْرٌ .

Dari Abu Zarr pula, bahwa orang-orang sama berkata: Ya Rasulullah, orang-orang yang kaya raya sama pergi dengan membawa pahala yang banyak karena banyak pula amalannya. Mereka itu bersembahyang sebagaimana kita juga bersembahyang, mereka berpuasa sebagaimana kita juga berpuasa, tambahan lagi mereka dapat bersedekah dengan kelebihan harta-harta mereka. Rasulullah saw. bersabda: Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian sesuatu yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya dalam setiap tasbih ada sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah, memerintahkan kebaikan juga sedekah, melarang kemunkaran itupun sedekah pula dan bahkan dalam bersetubuhnya seseorang dari kalian itupun sedekah. Para sahabat berkata: Ya Rasulullah apakah seseorang dari kita yang mendatangi syahwatnya itu juga memperoleh pahala? Beliau saw. bersabda: Bagaimana jika syahwat itu diletakkannya dalam sesuatu yang haram, bukankah orang itu memperoleh dosa? Maka demikian itu pulalah jika ia meletakkan syahwatnya itu dalam hal yang dihalalkan, iapun memperoleh pahala. (HR Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 1674; Abu Daud, hadis no. 1286; Ibn Majah, hadis no. 917; Ahmad, hadis no. 20457, 20496 dan 20508 dan 20568; al-Darimi, hadis no. 1319. Keterangan: Ad-dutsuur, dengan tsa' yang bertitik tiga buah, artinya harta benda yang melimpah ruah, mufradnya berbunyi Ditsrun.


وَعَنْ أَبي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ :

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحدِكُمْ صَدَقَةٌ : فكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بِالمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنِ المُنْكَرِ صَدَقَةٌ . وَيُجْزِيءُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى .

رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Zarr ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: Setiap pagi, setiap ruas tulang dari seseorang di antara kalian wajib dikeluarkan shadaqahnya, setiap tasbih adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah, setiap tahlil adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, melarang dari kemunkaran adalah shadaqah. Dan semua itu dapat diganti dengan dua rakaat yang dilakukan oleh seseorang pada waktu dhuha. (HR Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 1181; dan Abu Daud, hadis no. 1093 dan 1094.

قُلْ إِنَّ رَبِّى يَبْسُطُ ٱلرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦ وَيَقْدِرُ لَهُۥ ۚ وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن شَىْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُۥ ۖ وَهُوَ خَيْرُ ٱلرَّٰزِقِينَ

Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang APA SAJA YANG KAMU NAFKAHKAN, MAKA ALLAH AKAN MENGGANTINYA dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.

وَعَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قَالَ الله تَعَالَى : أنفِق يَا ابْنَ آدَمَ يُنْفَقْ عَلَيْكَ .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Hurairah ra. pula bahwa Rasulullah saw. bersabda: Allah Ta'ala berfirman: Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya ada yang berinfak kepadamu. (Muttafaq 'alaih). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 4316, 4933, 6862, 6869 dan 6942: Muslim, hadis no. 1658 dan 1659; al-Tirmizi, hadis no. 2971; Ibn Majah, hadis no. 193; Ahmad, hadis no. 6993, 7793, 7806, 9606 dan 10096.


وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قََالَ : مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْداً بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ للَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

Dari Abu Hurairah ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: Harta tidak akan berkurang karena shadaqah. Allah pasti akan menambah kemuliaan seseorang yang suka memaafkan. Juga tidaklah seseorang itu merendahkan diri karena Allah, melainkan ia akan diangkat pula derajatnya oleh Allah 'Azzawajalla. (HR Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 4689; al-Tirmizi, hadis no. 1952; Ahmad, hadis no. 6908, 8647 dan 9268; Malik, hadis no. 1590; al-Darimi, hadis no. 1614.

وَعَنْ أبي كَبشَةَ عُمرو بِنَ سَعدٍ الأَنمَاريِّ رَضِيَ اللهُ عَنْه أَنه سمع رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ :ثَلاثَةٌ أُقْسِمُ عَلَيهِنَّ وَأُحَدِّثُكُم حَدِيثاً فَاحْفَظُوهُ : مَا نَقَصَ مَالُ عَبدٍ مِن صَدَقَةٍ، وَلا ظُلِمَ عَبْدٌ مَظْلَمَةً صَبَرَ عَلَيهَا إِلاَّ زَادَهُ اللَّهُ عِزّاً، وَلا فَتَحَ عَبْدٌ بَابَ مَسأَلَةٍ إِلاَّ فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ بَابَ فَقْرٍ.أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا . وَأُحَدِّثُكُم حَدِيثاً فَاحْفَظُوهُ، قَالَ: إِنَّمَا الدُّنْيَا لأَرْبَعَةِ نَفَر: عَبدٍ رَزَقَه الله مَالاً وَعِلْماً، فَهُو يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ للَّهَ فِيهِ حَقَّاً فَهذَا بأَفضَلِ المَنَازِلِ . وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ عِلْماً، وَلَمْ يَرْزُقهُ مَالاً فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ : لََوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلانٍ، فَهُوَ نِيَّتِهِ، فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ .

وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالاً، وَلَمَ َيرْزُقْهُ عِلْماً، فهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيرِ عِلمٍ، لا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَلا يَصِلُ رَحِمَهُ، وَلا يَعلَمُ للَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بأَخْبَثِ المَنَازِلِ . وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ الله مَالاً وَلا عِلْماً، فَهُوَ يَقُولُ : لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَل فُلانٍ، فَهُوَ نِيَّتُهُ، فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ. رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ .

Dari Abu Kabsyah, yaitu Umar Ibn Sa'ad al-Anmari ra. bahwasannya ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:Ada tiga perkara yang aku bersumpah atasnya dan aku memberitahukan kalian suatu Hadis, maka peliharalah: Tidaklah berkurang harta seorang hamba karena shadaqah, tidaklah seorang hamba dizalimi dengan suatu kezaliman dan ia bersabar, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya, juga tidaklah seorang hamba membuka pintu permintaan, melainkan Allah akan membuka untuknya pintu kemiskinan",

atau sabda Beliau saw. merupakan kalimat lain yang senada dengan uraian di atas.

Dan memberitahukan kalian suatu Hadis, maka peliharalah: Sesungguhnya dunia ini untuk empat macam golongan orang, yaitu: Seorang hamba yang dikaruniai rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu pengetahuan, kemudian ia bertaqwa kepada Tuhannya dan mempererat hubungan kekeluargaan serta mengetahui haknya Allah dalam apa yang dimilikinya itu, maka ini adalah kedudukan terbaik, juga seorang hamba yang dikaruniai ilmu pengetahuan tetapi tidak dikaruniai harta, dan ia jujur dengan niatnya ketika berkata: Seandainya aku mempunyai harta, niscaya aku akan melakukan sebagaimana yang dilakukan si Fulan itu, maka orang tadi karena keniatannya, pahalanya sama dengan orang yang akan dicontohnya.

Ada pula seseorang hamba yang dikaruniai harta tetapi tidak dikaruniai ilmu pengetahuan, ia tersesat dengan hartanya itu tanpa ilmu, ia tidak bertaqwa kepada Tuhannya, dan tidak menyambung sanak familinya, bahkan tidak pula mengetahui hak Allah dalam hartanya itu. Inilah seburuk-buruknya kedudukan. Juga seorang hamba yang tidak dikaruniai harta dan tidak pula ilmu pengetahuan, lalu ia berkata: Seandainya aku mempunyai harta, pastilah aku akan berbuat sebagaimana perbuatan si fulan. Itulah niatnya, maka dosa keduanya sama. Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dan beliau berkata bahwa ini adalah Hadis hasan sahih.Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Tirmizi, hadis no. 2247. Beliau berkata: Hadis ini Hadis hasan sahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibn Majah, hadis no. 4218 dan Ahmad, hadis no. 17339.

وَعَنْ ابنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قََالَ : لاَ تَزَالُ المَسْأَلَةُ بِأَحَدِكُمْ حَتَّى يَلْقَى الله تَعَالََى وَلَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لََحْمٍ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. المُزْعَةُ بضم الميمِ وإِسكانِ الزاي وبالعينِ المهملة : القِطْعَة .

Dari Ibn Umar ra. yang berkata bahwa Nabi saw. bersabda: Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sampai ia menemui Allah sementara pada wajahnya tidak ada sekerat daging pun. (Muttafaq 'alaih). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1381; Muslim, hadis no. 1724; al-Nasa’i, hadis no. 2538; Ahmad, hadis no. 4409 dan 5359. Ket: al-Mus'ah artinya: Potongan.


وَعَنْه: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَهُوَ عَلَى المِنْبَرِ، وَذَكَرَ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ عَنِ المَسْأَلَةِ : اليَدُ العُلْيَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُّفْلَى، وَاليَدُ العُلْيَا هِيَ المُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ.,مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Ibn Umar ra. pula bahwa Rasulullah saw. bersabda, sedang di kala itu Beliau berada di atas mimbar dan menyebut-nyebutkan perihal sedekah dan menahan diri dari meminta:Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan yang di atas adalah yang menafkahkan (yakni yang memberikan sedekah), sedang tangan yang di bawah adalah yang meminta. (Muttafaq 'alaih). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1339; Muslim, hadis no. 1715; Abu Daud, hadis no. 1405; al-Nasa’i, hadis no. 2486; Ahmad, hadis no. 4244, 5092, 5470, 5766 dan 6114; Malik, hadis no. 1586; al-Darimi, hadis no. 1593.

وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ سَأَلَ النَّاسَ تَكَثُّراً فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْراً، فَلْيسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

Dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa yang meminta-minta kepada orang-orang dengan maksud supaya memperbanyak hartanya, maka sebenarnya ia telah meminta bara api. Maka hendaklah ia mengurangi atau memperbanyak bara api itu. (HR. Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 1726; Ibn Majah, hadis no. 1828; Ahmad, hadis no. 6866.

وَعَنْ سَمُرَةَ بنِ جُنْدبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْه ُقَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : إِِنَّ المَسْأَلَةَ كَدُّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وجْهَهُ، إِلاَّ أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَاناً أَوْ فِي أَمْرٍ لابُدَّ مِنْهُ .رَوَاهُ التُّرْمُذِي

وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ الكَدُّ : الخَدشُ وَنحوُهُ .

Dari Samurah ibn Jundub ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya permintaan adalah suatu cakaran yang seseorang itu mencakarkan mukanya sendiri, kecuali jika meminta kepada penguasa negara atau sesuatu yang harus diminta. Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dan beliau berkata bahwa ini adalah Hadis hasan sahih. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Tirmizi, hadis no. 617; al-Nasa’i, hadis no. 2552 dan 2553; Ahmad, hadis no. 19247 dan 19353.



وَعَنْ ابن مَسْعُودٍ رضيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ فَأَنْزَلََهَا بِالنَّاسِ لَمْ تُسَدَّ فَاقََتُهُ، وَمَنْ أَنْزَلَهَا باللَّه، فَيُوشِكُ اللهِ لََهُ بِرِزْقٍ عَاجِلٍ أَوْ آجِلٍِ . رَوَاهُ أَبُو دَاوُد، وَالتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ .

يُوشكُ بكسر الشين : أَي يُسرِعُ .
Dari Ibn Mas'ud ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang terkena KEMELARATAN, lalu ia memintanya kepada manusia, maka tidak akan tertutuplah kemelaratannya. Dan barangsiapa MEMINTANYA KEPADA ALLAH, maka Allah akan memberinya rezeki yang kontan atau rezeki yang ditunda". Diriwayatkan oleh Abu Dawud serta al-Tirmizi. al-Tirmizi berkata bahwa ini adalah Hadis Hasan. Meminta kepada Sultan itupun tidak boleh sembarang minta, tetapi yang ada sangkut-pautnya dengan soal-soal keagamaan, misalnya meminta zakat yang diwajibkan oleh Allah kepadanya atau seperlima bagian dari hasil rampasan peperangan atau memang karena untuk kepentingan ummat dan masyarakat. Hadis hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud, hadis no. 1402; al-Tirmizi, hadis no. 2248; Ahmad, hadis no. 3513 dan 4001.

وعَنْ ثَوْبانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَكَفَّلَ لِي أَن لَا يَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئاً، وَأَتَكَفَّلُ لَهُ بِالْجَنَّةِ ؟ فَقَلَتُ : أَنَا، فَكَانَ لاَ يَسْأَلُ أَحَداً شَيْئاً . رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ بإِسنادٍ صَحِيْحٌ .
Dari Tsauban ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Siapakah yang memberikan jaminan kepada aku bahwa ia tidak akan meminta apapun dari manusia dan aku memberikan jaminan padanya untuk memperoleh syurga? Aku berkata: Aku. Maka Tsauban sejak saat itu tidak pernah meminta sesuatu apapun kepada orang lain". Diriwayatkan oleh Imam Dawud dengan sanad yang sahih. Hadis sahih, diriwayatkan oleh Abu Daud, hadis no. 1400; al-Nasa’i, hadis no. 2543; Ibn Majah, hadis no. 1827.

وَعَنْ أبي بِشْرٍ قَبِيصَةَ بن المُخَارِقِ رَضِيَ اللهُ عَنْه قَالَ : تَحَمَّلْتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ فِيْهَا، فَقََالَ : أَقِمْ حَتَّى تَأْتِينَا الصَّدَقَةُ فَنأْمُرَ لكَ بِهَا ثُمَّ قَالَ : ياَ قَبِيصَةُ إِنَّ المَسأَلَةَ لا تَحِلُّ إِلاَّ لأَحَدِ ثَلاثَةٍ : رَجُلٌ تَحَمَّلَ حَمَالَةً، فَحَلَّتْ لَهُ المَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا، ثُمَّ يُمْسِكُ . وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ، فَحَلَّتْ لَهُ المَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قوَاماً مِنْ عيْشٍ، أَوْ قَالَ : سِدَاداً مِنْ عَيْشٍ، وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقََةٌ، حَتَّى يَقُولَ ثَلَاثََةٌ مِنْ ذَوِي الحِجَى مِنْ قَوْمِهِ : لَقَدْ أَصَابَتْ فُلاناً فَاقَةٌ، فحلَّتْ لَهُ المَسْأَلةُ حَتَّى يُصِيْبَ قواماً مِنْ عَيْشٍ، أَوْ قَالَ: سِداداً مِنْ عَيْشٍ . فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ المَسأَلَةِ يا قَبِيْصَةُ سُحْتٌ، يأَكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتاً .

رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

الحَمَالََةُ بفتح الحاءِ : أَنْ يَقَعَ قِتَالٌ وَنَحْوُهُ بَيْنَ فَرِيقَينِ، فَيُصْلِحُ إِنْسَانٌ بَيْنَهُمْ عَلَى مَالٍ يَتَحَمَّلُهُ وَيَلْتََزِمُهُ عَلَى نَفْسِهِ . وَ الجَائِحَةُ : الآفَةُ تُصِيبُ مالَ الإِنْسانِ . وَ القََوَامُ بكسر القاف وفتحها : هُوَ مَا يَقُومُ بِهِ أَمْرُ الإِنْسانِ مِنْ مَالٍ ونحوِهِ و السِّدَادُ بكسر السين : مَا يَســُــدُّ حَاجَةَ المُعْوِزِ وَيَكْفِيْهِ، وَ الفَاقَةُ : الفَقْرُ . وَ الحِجَى : العقلُ.

Dari Abu Bisyr yaitu Qabishah Ibn al-Mukhariq ra. berkata: Aku mempunyai beban sesuatu tanggungan harta - hamalah, lalu aku datang kepada Rasulullah saw. untuk meminta sesuatu padanya guna melunasi tanggungan itu. Beliau saw. bersabda: Tetaplah kamu di sini sampai ada harta zakat yang datang pada kita, lalu kami perintahkan untuk memberimu. Selanjutnya Beliau saw. bersabda: Hai Qabishah, sesungguhnya permintaan itu tidak halal bagi seseorang kecuali untuk salah satu dari tiga macam orang ini, yaitu: Seseorang yang menanggung beban membayar perdamaian, ia boleh meminta sampai dapat menunaikannya. Setelah itu ia berhenti meminta. Juga seseorang yang mendapatkan sesuatu BENCANA PADA HARTANYA, maka ia boleh meminta sampai ia mempunyai kemandirian dalam penghidupannya-atau beliau mengatakan MENCUKUPI KEBUTUHAN HIDUPNYA. Demikian pula seseorang yang dihinggapi oleh kemelaratan, sehingga ada tiga orang bijaksana mengatakan: Benar, benar si Fulan telah dihinggapi oleh kemelaratan, maka orang itu boleh meminta sampai mempunyai kemandirian dalam penghidupannya atau beliau mengatakan, mencukupi kebutuhan hidupnya. Selain itu, perbuatan meminta-minta, ya Qabishah, adalah HARAM, dan pelakunya memakan barang haram:. (HR Muslim). Al-hamalah dengan fathahnya ha' ialah apabila terjadi sesuatu pertempuran ataupun pertengkaran satu sama lain antara dua golongan, kemudian ada orang yang bermaksud hendak mendamaikan antara mereka itu dengan cara memberikan harta yang menjadi tanggungannya dan mewajibkan pengeluarannya itu atas dirinya sendiri. Tanggungan harta semacam inilah yang dinamakan hamalah.

Al-jaihah ialah sesuatu bencana yang mengenai harta seseorang - sehingga ia menjadi miskin. Al-qiwam dengan kasrahnya qaf atau dengan fathahnya ialah sesuatu yang dengannya itulah urusan seseorang dapat berdiri dengan baik, ini adalah berupa harta ataupun lain-lainnya. Assidad dengan kasrahnya sin ialah sesuatu yang dapat menutupi kebutuhan orang yang mempunyai keperluan dan dapat pula mencukupinya. Al-faqah ialah kekafiran. Al-hija ialah akal. Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 1730; Abu Daud, hadis no. 1397; al-Nasa’i, hadis no. 2532 dan 2544; Ahmad, hadis no. 15351 dan 19691; al-Darimi, hadis no. 1616.

وَعَنْ أَنسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ :

مَا سُئِلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلََى الإِسْلَامِ شَيْئاً إِلا أَعْطَاهُ، وَلَقَدْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَأَعْطَاهُ غَنَماً بَينَ جَبَلَينِ، فَرَجَعَ إِِلَى قََومِهِ فَقَالَ : يَا قَوْمِ أَسْلِمُوا فَإِنَّ مُحَمَّداً يُعْطِي عَطَاءَ مَنْ لا يَخْشَى الفَقْرَ، وَإِنْ كَانَ الرَّجُلُ لَيُسْلِمُ مَا يُرِيدُ إِلاَّ الدُّنْيَا، فَمَا يَلْبَثُ إِلاَّ يَسِيراً حَتَّى يَكُونَ الإِسْلامُ أَحَبَّ إِلَيه منَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا .

رَوَاهُ مُسْلِمٌ .
Dari Anas ra. berkata: "Tiada pernah Rasulullah saw. itu diminta untuk kepentingan Islam, melainkan tentu memberikan pada yang memintanya itu. Niscayalah pernah ada seseorang lelaki datang kepada Beliau saw., kemudian beliau memberinya sekelompok kambing yang ada di antara dua gunung - yakni karena banyaknya hingga seolah-olah memenuhi dataran yang ada di antara dua gunung. Orang itu lalu kembali kepada kaumnya kemudian berkata. Hai kaumku, masuklah kalian dalam Agama Islam, sebab sesungguhnya Muhammad memberikan pemberian seorang yang tidak takut kemiskinan. Meskipun orang masuk Islam karena dunia, tetapi tidak lama kemudian Agama Islam menjadi lebih ia cintai dari dunia dan segala sesuatu yang ada di atasnya. (HR. Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 4275 dan 4276; Ahmad, hadis no. 11608, 12328, 13233 dan 13518.

وَعَنْ جُبَيْرِ بنِ مُطعِم رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : بَيْنَمَا هُوَ يَسِيْرُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَقْفَلَهُ مِنْ حُنَيْنٍ، فَعَلِقَهُ الأَعْرَابُ يسَأَلُونَهُ، حَتَّى اضْطَرُّوهُ إِِلَى سَمُرَةٍ فَخَطَفَتْ رِدَاءَهُ، فَوَقَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقََالَ :

أَعْطُونِي رِدَائِي، فَلَوْ كَانَ لِي عَـدَدُ هذِهِ العِضَاهِ نَعَماً، لَقَسَمْتُهُ بَيْنَكُمْ، ثُمَّ لا تََجِدُونِي بَخِيلاً وَلَا كَذَّاباً وَلا جَبَاناً .

رَوَاهُ البُخَارِيّ.

مَقْفَلَهُ أَيْ حَال رُجُوعِهِ . وَ السَّمُرَةُ : شَجَرَةٌ . وَ العِضَاهُ : شَجَرٌ لَهُ شَوْكٌ.
Dari Jubair Ibn Muth'im ra. bahwa ia berkata, ia pada suatu ketika berjalan bersama Nabi saw. ketika pulang dari peperangan Hunain, kemudian mulailah ada beberapa orang A'rab - penduduk pedalaman - meminta-minta kepada beliau, sehingga beliau itu dipaksanya sampai ke sebuah pohon samurah, lalu pohon tersebut menyambar selendangnya - yakni selendang beliau itu terikat oleh duri-durinya. Selanjutnya Nabi saw. berdiri - sambil memegang kendali untanya - lalu bersabda: Berikanlah selendangku. seandainya aku mempunyai ternak sebanyak hitungan duri-duri pohon ini, semuanya itu akan aku bagikan kepadamu, selanjutnya kalian tidak akan mendapatiku sebagai seorang kikir, pendusta atau pengecut. (HR al-Bukhari). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 2609 dan 2915; Ahmad, hadis no.16155 dan 16174.

وَعَنْ سَهلِ بنِ سعدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ امرَأَةً جَاءَت إِِلَى رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبُردَةٍ مَنْسُوجَةٍ، فَقََالَتْ : نَسَجْتُها بِيَديَّ لأكْسُوَكَهَا، فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْتَاجاً إِلَيْهَا، فَخَرَجَ إِلَيْنَا وَإِنَّهَا لإزَارُهُ، فَقَالَ فُلانٌ اكْسُنِيهَا مَا أَحْسَنَهَا، فَقَالَ:

نَعَمْ فََجَلََسَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي المَجْلِسِ، ثُمَّ رَجَعَ فَطَواهَا، ثُمَّ أَرسَلَ بِهَا إِلَيْهِ : فَقَالَ لَهُ القَوْمُ : مَا أَحْسَنْتَ، لَبِسَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْتَاجَاً إِلَيْهَا، ثُمَّ سَأَلتَهُ، وَعَلِمْتُ أَنَّهُ لَا يَرُدُّ سَائِلاً، فَقَالَ : إِنِي وَاللَّهِ مَا سَأَلْتُهُ لألْبَسَهَا، إِنَّمَا سَأَلْتُهُ لِتكُونَ كَفَنِي . قَالَ سَهْلٌ : فََكَانَتْ كَفَنَهُ . رَوَاهُ البُخَارِيّ.

Dari Sahal Ibn Sa'ad ra. bahwa ada seorang wanita datang kepada Nabi saw. dengan membawa selembar burdah yang ditenun, kemudian wanita itu berkata: Aku sendiri menenun pakaian ini dengan tanganku untuk aku berikan kepada Tuan agar Tuan gunakan sebagai pakaian. Nabi saw. mengambilnya dan memang beliau membutuhkannya. Beliau keluar pada kita dan burdah tadi dikenakan sebagai sarungnya. Kemudian ada orang berkata: Berikanlah burdah itu untuk aku pakai, alangkah baiknya. Beliau saw. bersabda:Baiklah. Selanjutnya Nabi saw. duduk dalam majlis. Setelah itu, beliau pulang dan melipat sarungnya, lalu mengirimkannya kepada orang tersebut. Para sahabat berkata: Anda berbuat hal yang buruk. Nabi telah mengenakannya dan beliau sangat membutuhkannya, lalu kamu memintanya. Kamu tahu, kalau beliau tidak menolak orang yang meminta. Orang itu menjawab, Demi Allah, aku tidak memintanya untuk aku pakai. Aku memintanya untuk aku jadikan kafanku. Dan akhirnya, kain tersebut dijadikan kafan bagi orang tersebut. (HR. al-Bukhari). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1198, 1951, 5363 dan 5576; al-Nasa’i, hadis no. 5226; Ibn Majah, hadis no. 3545; Ahmad, hadis no. 21759

وَعَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

إِنَّ الأشعَرِيينَ إِذَا أَرْمَلُوا فِي الْغَزْوِ، أَو قَلَّ طَعَامُ عِيَالِهِم بِالمَدِينَةِ، جَمَعُوا مَا كَانَ عِندَهُم فِي ثَوبٍ وَاحِدٍ، ثُمَّ اقتَسَمُوهُ بَيْنَهُم فِي إِنَاءٍ وَاحِدٍ بالسَّويَّةِ فَهُم مِنِّي وَأَنَا مِنهُم .

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

أَرمَلُوا : فَرَغَ زَادُهُم، أَو قَارَبَ الفَرَاغَ .
Dari Abu Musa ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya kaum Asy'ariyin apabila habis bekalnya dalam sesuatu peperangan atau tinggal sedikit makanan untuk para keluarganya di Madinah, maka mereka mengumpulkan apa-apa yang masih mereka punyai dalam selembar kain pakaian, lalu mereka bagi-bagikanlah antara sesama mereka dalam satu wadah dengan sama rata. Mereka itu adalah termasuk golonganku dan aku termasuk golongan mereka". (Muttafaq 'alaih). Armalu artinya sudah habis bekal mereka atau sudah mendekati kehabisannya. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 2306; dan Muslim, hadis no. 4556.

وَعَنْ أَسماءَ بنتِ أَبِي بَكرٍ الصديق رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَتْ : قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

لَا تُوكِي فَيُوكِيَ عَلَيْكِ . وَفِي رِوَايَةٍ أَنفِقِي أَو أَنْفَحِي أَو أَنْضَحِي، وَلا تُحْصي فَيُحْصِيَ الله عَلَيكِ، وَلَا تُوعِي فَيُوعِيَ اللَّهُ عَلَيْكِ .

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.وَ انْفَحِي بالحاءِ المهملة : هو بمعنى أَنفِقِي وكذلك : أَنْضِحِي .
Dari Asma' bint Abu Bakar al-Shiddiq ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda kepadaku: Jangan engkau menyimpan apa yang ada di tanganmu, sebab kalau demikian maka Allah akan menyimpan terhadap dirimu.(Muttafaq 'alaih). Dalam riwayat lain disebutkan: Nafkahkanlah, atau berikanlah atau sebarkanlah dan jangan engkau menghitung-hitungnya, sebab kalau demikian maka Allah akan menghitung-hitungkan karunia yang akan diberikan kepadamu. Jangan pula engkau mencegah - menahan untuk memberikan sesuatu, sebab kalau demikian maka Allah akan mencegah pemberian-Nya padamu. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1343, 1344, 2401 dan 2402; Muslim, hadis no. 1708-1710; Abu Daud, hadis no. 1448; al-Tirmizi, hadis no. 1883; al-Nasa’i, hadis no. 2504; Ahmad, hadis no. 23930, 25676, 25685, 25697, 25731, 25741 dan 25748.

وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ :

مَثَلُ البَخِيلِ والمُنْفِقِ، كَمَثَلِ رَجُلَيْنِ عَلَيْهِمَا جُنَّتَانِ مِن حَديد مِنْ ثْدِيِّهِمَا إِلَى تَرَاقِيْهِمَا، فَأََمَّا المُنْفِقُ، فَلا يُنْفِقُ إِلاَّ سَبَغَتْ، أَوْ وَفَرَتْ عَلَى جِلْدِهِ حَتَّى تُخْفِيَ بَنَانَهُ، وَتَعْفُوَ أَثَرَهُ، وَأَمَّا البَخِيلُ، فَلَا يُرِيدُ أَنْ يُنْفِقَ شَيْئاً إِلاَّ لَزِقَتْ كُلُّ حَلْقَةٍ مَكَانَهَا، فَهُو يُوَسِّعُهَا فَلا تَتَّسِعُ .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.وَ الجُنَّةُ الدِّرعُ، وَمَعنَاهُ : أَن المُنْفِقَ كُلَّمَا أَنْفَقَ سَبَغَتْ، وَطَالَتْ حَتَّى تَجُرَّ وَرَاءَهُ، وَتُخْفِيَ رِجْلََيْهِ وَأَثَرَ مَشيِهِ وخُطُوَاتِهِ .
Dari Abu Hurairah ra. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: Perumpamaan orang bakhil dan orang yang berinfak seperti dua orang yang memakai baju besi dari dada sampai ke leher. Adapun orang yang suka menafkahkan, maka tidaklah ia menafkahkan sesuatu, melainkan makin sempurnalah atau menutupi seluruh kulitnya sampai menutupi jari-jarinya, bahkan menutupi pula bekas-bekasnya. Adapun orang bakhil, ia tidak mau berinfak sedikit pun, sehingga baju itu menyempit dan setiap senjata mengambil tempat di baju itu. Ia mencoba melonggarkannya, namun tidak kunjung longgar. (Muttafaq 'alaih). Al-jubbah atau Ad-dir'u artinya baju kurung. Artinya seseorang yang suka membelanjakan itu setiap ia menafkahkan sesuatu, maka makin sempurna dan memanjanglah sehingga tertariklah pakaian yang dikenakannya itu sampai ke belakangnya, sehingga dapat menutupi kedua kaki serta bekas jalan dan langkah-langkahnya. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1352, 2701 dan 5351; Muslim, hadis no. 1695-1697; al-Nasa’i, hadis no. 2500, 2501; Ahmad, hadis no.7171, 8696 dan 10352.

وَعَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :اتَّقُوا الظُّلْمَ، فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلمَاتٌ يوْمَ القِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلََهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ .رَوَاهُ مُسْلِمٌ .


Dari Jabir ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: Jagalah diri kalian dari kezaliman, karena kezaliman merupakan berbagai kegelapan di hari kiamat. Dan jagalah diri kalian dari kekikiran, karena kekikiran telah membinasakan orang-orang sebelum kalian, serta menjadikan mereka saling membunuh dan menghalalkan hal-hal yang diharamkan bagi mereka. (HR. Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 4675: Ahmad, hadis no. 13937.



وَعَنْ ابن مَسْعُودٍ رضيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ فَأَنْزَلََهَا بِالنَّاسِ لَمْ تُسَدَّ فَاقََتُهُ، وَمَنْ أَنْزَلَهَا باللَّه، فَيُوشِكُ اللهِ لََهُ بِرِزْقٍ عَاجِلٍ أَوْ آجِلٍِ . رَوَاهُ أَبُو دَاوُد، وَالتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ .

يُوشكُ بكسر الشين : أَي يُسرِعُ .
Dari Ibn Mas'ud ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang terkena KEMELARATAN, lalu ia memintanya kepada manusia, maka tidak akan tertutuplah kemelaratannya. Dan barangsiapa MEMINTANYA KEPADA ALLAH, maka Allah akan memberinya rezeki yang kontan atau rezeki yang ditunda". Diriwayatkan oleh Abu Dawud serta al-Tirmizi. al-Tirmizi berkata bahwa ini adalah Hadis Hasan. Meminta kepada Sultan itupun tidak boleh sembarang minta, tetapi yang ada sangkut-pautnya dengan soal-soal keagamaan, misalnya meminta zakat yang diwajibkan oleh Allah kepadanya atau seperlima bagian dari hasil rampasan peperangan atau memang karena untuk kepentingan ummat dan masyarakat. Hadis hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud, hadis no. 1402; al-Tirmizi, hadis no. 2248; Ahmad, hadis no. 3513 dan 4001.

وعَنْ ثَوْبانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَكَفَّلَ لِي أَن لَا يَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئاً، وَأَتَكَفَّلُ لَهُ بِالْجَنَّةِ ؟ فَقَلَتُ : أَنَا، فَكَانَ لاَ يَسْأَلُ أَحَداً شَيْئاً . رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ بإِسنادٍ صَحِيْحٌ .
Dari Tsauban ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Siapakah yang memberikan jaminan kepada aku bahwa ia tidak akan meminta apapun dari manusia dan aku memberikan jaminan padanya untuk memperoleh syurga? Aku berkata: Aku. Maka Tsauban sejak saat itu tidak pernah meminta sesuatu apapun kepada orang lain". Diriwayatkan oleh Imam Dawud dengan sanad yang sahih. Hadis sahih, diriwayatkan oleh Abu Daud, hadis no. 1400; al-Nasa’i, hadis no. 2543; Ibn Majah, hadis no. 1827.

وَعَنْ أبي بِشْرٍ قَبِيصَةَ بن المُخَارِقِ رَضِيَ اللهُ عَنْه قَالَ : تَحَمَّلْتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ فِيْهَا، فَقََالَ : أَقِمْ حَتَّى تَأْتِينَا الصَّدَقَةُ فَنأْمُرَ لكَ بِهَا ثُمَّ قَالَ : ياَ قَبِيصَةُ إِنَّ المَسأَلَةَ لا تَحِلُّ إِلاَّ لأَحَدِ ثَلاثَةٍ : رَجُلٌ تَحَمَّلَ حَمَالَةً، فَحَلَّتْ لَهُ المَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا، ثُمَّ يُمْسِكُ . وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ، فَحَلَّتْ لَهُ المَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قوَاماً مِنْ عيْشٍ، أَوْ قَالَ : سِدَاداً مِنْ عَيْشٍ، وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقََةٌ، حَتَّى يَقُولَ ثَلَاثََةٌ مِنْ ذَوِي الحِجَى مِنْ قَوْمِهِ : لَقَدْ أَصَابَتْ فُلاناً فَاقَةٌ، فحلَّتْ لَهُ المَسْأَلةُ حَتَّى يُصِيْبَ قواماً مِنْ عَيْشٍ، أَوْ قَالَ: سِداداً مِنْ عَيْشٍ . فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ المَسأَلَةِ يا قَبِيْصَةُ سُحْتٌ، يأَكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتاً .

رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

الحَمَالََةُ بفتح الحاءِ : أَنْ يَقَعَ قِتَالٌ وَنَحْوُهُ بَيْنَ فَرِيقَينِ، فَيُصْلِحُ إِنْسَانٌ بَيْنَهُمْ عَلَى مَالٍ يَتَحَمَّلُهُ وَيَلْتََزِمُهُ عَلَى نَفْسِهِ . وَ الجَائِحَةُ : الآفَةُ تُصِيبُ مالَ الإِنْسانِ . وَ القََوَامُ بكسر القاف وفتحها : هُوَ مَا يَقُومُ بِهِ أَمْرُ الإِنْسانِ مِنْ مَالٍ ونحوِهِ و السِّدَادُ بكسر السين : مَا يَســُــدُّ حَاجَةَ المُعْوِزِ وَيَكْفِيْهِ، وَ الفَاقَةُ : الفَقْرُ . وَ الحِجَى : العقلُ.

Dari Abu Bisyr yaitu Qabishah Ibn al-Mukhariq ra. berkata: Aku mempunyai beban sesuatu tanggungan harta - hamalah, lalu aku datang kepada Rasulullah saw. untuk meminta sesuatu padanya guna melunasi tanggungan itu. Beliau saw. bersabda: Tetaplah kamu di sini sampai ada harta zakat yang datang pada kita, lalu kami perintahkan untuk memberimu. Selanjutnya Beliau saw. bersabda: Hai Qabishah, sesungguhnya permintaan itu tidak halal bagi seseorang kecuali untuk salah satu dari tiga macam orang ini, yaitu: Seseorang yang menanggung beban membayar perdamaian, ia boleh meminta sampai dapat menunaikannya. Setelah itu ia berhenti meminta. Juga seseorang yang mendapatkan sesuatu BENCANA PADA HARTANYA, maka ia boleh meminta sampai ia mempunyai kemandirian dalam penghidupannya-atau beliau mengatakan MENCUKUPI KEBUTUHAN HIDUPNYA. Demikian pula seseorang yang dihinggapi oleh kemelaratan, sehingga ada tiga orang bijaksana mengatakan: Benar, benar si Fulan telah dihinggapi oleh kemelaratan, maka orang itu boleh meminta sampai mempunyai kemandirian dalam penghidupannya atau beliau mengatakan, mencukupi kebutuhan hidupnya. Selain itu, perbuatan meminta-minta, ya Qabishah, adalah HARAM, dan pelakunya memakan barang haram:. (HR Muslim). Al-hamalah dengan fathahnya ha' ialah apabila terjadi sesuatu pertempuran ataupun pertengkaran satu sama lain antara dua golongan, kemudian ada orang yang bermaksud hendak mendamaikan antara mereka itu dengan cara memberikan harta yang menjadi tanggungannya dan mewajibkan pengeluarannya itu atas dirinya sendiri. Tanggungan harta semacam inilah yang dinamakan hamalah.

Al-jaihah ialah sesuatu bencana yang mengenai harta seseorang - sehingga ia menjadi miskin. Al-qiwam dengan kasrahnya qaf atau dengan fathahnya ialah sesuatu yang dengannya itulah urusan seseorang dapat berdiri dengan baik, ini adalah berupa harta ataupun lain-lainnya. Assidad dengan kasrahnya sin ialah sesuatu yang dapat menutupi kebutuhan orang yang mempunyai keperluan dan dapat pula mencukupinya. Al-faqah ialah kekafiran. Al-hija ialah akal. Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 1730; Abu Daud, hadis no. 1397; al-Nasa’i, hadis no. 2532 dan 2544; Ahmad, hadis no. 15351 dan 19691; al-Darimi, hadis no. 1616.

وَعَنْ أَنسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ :

مَا سُئِلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلََى الإِسْلَامِ شَيْئاً إِلا أَعْطَاهُ، وَلَقَدْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَأَعْطَاهُ غَنَماً بَينَ جَبَلَينِ، فَرَجَعَ إِِلَى قََومِهِ فَقَالَ : يَا قَوْمِ أَسْلِمُوا فَإِنَّ مُحَمَّداً يُعْطِي عَطَاءَ مَنْ لا يَخْشَى الفَقْرَ، وَإِنْ كَانَ الرَّجُلُ لَيُسْلِمُ مَا يُرِيدُ إِلاَّ الدُّنْيَا، فَمَا يَلْبَثُ إِلاَّ يَسِيراً حَتَّى يَكُونَ الإِسْلامُ أَحَبَّ إِلَيه منَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا .

رَوَاهُ مُسْلِمٌ .
Dari Anas ra. berkata: "Tiada pernah Rasulullah saw. itu diminta untuk kepentingan Islam, melainkan tentu memberikan pada yang memintanya itu. Niscayalah pernah ada seseorang lelaki datang kepada Beliau saw., kemudian beliau memberinya sekelompok kambing yang ada di antara dua gunung - yakni karena banyaknya hingga seolah-olah memenuhi dataran yang ada di antara dua gunung. Orang itu lalu kembali kepada kaumnya kemudian berkata. Hai kaumku, masuklah kalian dalam Agama Islam, sebab sesungguhnya Muhammad memberikan pemberian seorang yang tidak takut kemiskinan. Meskipun orang masuk Islam karena dunia, tetapi tidak lama kemudian Agama Islam menjadi lebih ia cintai dari dunia dan segala sesuatu yang ada di atasnya. (HR. Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 4275 dan 4276; Ahmad, hadis no. 11608, 12328, 13233 dan 13518.

وَعَنْ جُبَيْرِ بنِ مُطعِم رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : بَيْنَمَا هُوَ يَسِيْرُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَقْفَلَهُ مِنْ حُنَيْنٍ، فَعَلِقَهُ الأَعْرَابُ يسَأَلُونَهُ، حَتَّى اضْطَرُّوهُ إِِلَى سَمُرَةٍ فَخَطَفَتْ رِدَاءَهُ، فَوَقَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقََالَ :

أَعْطُونِي رِدَائِي، فَلَوْ كَانَ لِي عَـدَدُ هذِهِ العِضَاهِ نَعَماً، لَقَسَمْتُهُ بَيْنَكُمْ، ثُمَّ لا تََجِدُونِي بَخِيلاً وَلَا كَذَّاباً وَلا جَبَاناً .

رَوَاهُ البُخَارِيّ.

مَقْفَلَهُ أَيْ حَال رُجُوعِهِ . وَ السَّمُرَةُ : شَجَرَةٌ . وَ العِضَاهُ : شَجَرٌ لَهُ شَوْكٌ.
Dari Jubair Ibn Muth'im ra. bahwa ia berkata, ia pada suatu ketika berjalan bersama Nabi saw. ketika pulang dari peperangan Hunain, kemudian mulailah ada beberapa orang A'rab - penduduk pedalaman - meminta-minta kepada beliau, sehingga beliau itu dipaksanya sampai ke sebuah pohon samurah, lalu pohon tersebut menyambar selendangnya - yakni selendang beliau itu terikat oleh duri-durinya. Selanjutnya Nabi saw. berdiri - sambil memegang kendali untanya - lalu bersabda: Berikanlah selendangku. seandainya aku mempunyai ternak sebanyak hitungan duri-duri pohon ini, semuanya itu akan aku bagikan kepadamu, selanjutnya kalian tidak akan mendapatiku sebagai seorang kikir, pendusta atau pengecut. (HR al-Bukhari). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 2609 dan 2915; Ahmad, hadis no.16155 dan 16174.

وَعَنْ سَهلِ بنِ سعدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ امرَأَةً جَاءَت إِِلَى رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبُردَةٍ مَنْسُوجَةٍ، فَقََالَتْ : نَسَجْتُها بِيَديَّ لأكْسُوَكَهَا، فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْتَاجاً إِلَيْهَا، فَخَرَجَ إِلَيْنَا وَإِنَّهَا لإزَارُهُ، فَقَالَ فُلانٌ اكْسُنِيهَا مَا أَحْسَنَهَا، فَقَالَ:

نَعَمْ فََجَلََسَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي المَجْلِسِ، ثُمَّ رَجَعَ فَطَواهَا، ثُمَّ أَرسَلَ بِهَا إِلَيْهِ : فَقَالَ لَهُ القَوْمُ : مَا أَحْسَنْتَ، لَبِسَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْتَاجَاً إِلَيْهَا، ثُمَّ سَأَلتَهُ، وَعَلِمْتُ أَنَّهُ لَا يَرُدُّ سَائِلاً، فَقَالَ : إِنِي وَاللَّهِ مَا سَأَلْتُهُ لألْبَسَهَا، إِنَّمَا سَأَلْتُهُ لِتكُونَ كَفَنِي . قَالَ سَهْلٌ : فََكَانَتْ كَفَنَهُ . رَوَاهُ البُخَارِيّ.

Dari Sahal Ibn Sa'ad ra. bahwa ada seorang wanita datang kepada Nabi saw. dengan membawa selembar burdah yang ditenun, kemudian wanita itu berkata: Aku sendiri menenun pakaian ini dengan tanganku untuk aku berikan kepada Tuan agar Tuan gunakan sebagai pakaian. Nabi saw. mengambilnya dan memang beliau membutuhkannya. Beliau keluar pada kita dan burdah tadi dikenakan sebagai sarungnya. Kemudian ada orang berkata: Berikanlah burdah itu untuk aku pakai, alangkah baiknya. Beliau saw. bersabda:Baiklah. Selanjutnya Nabi saw. duduk dalam majlis. Setelah itu, beliau pulang dan melipat sarungnya, lalu mengirimkannya kepada orang tersebut. Para sahabat berkata: Anda berbuat hal yang buruk. Nabi telah mengenakannya dan beliau sangat membutuhkannya, lalu kamu memintanya. Kamu tahu, kalau beliau tidak menolak orang yang meminta. Orang itu menjawab, Demi Allah, aku tidak memintanya untuk aku pakai. Aku memintanya untuk aku jadikan kafanku. Dan akhirnya, kain tersebut dijadikan kafan bagi orang tersebut. (HR. al-Bukhari). Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1198, 1951, 5363 dan 5576; al-Nasa’i, hadis no. 5226; Ibn Majah, hadis no. 3545; Ahmad, hadis no. 21759

وَعَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

إِنَّ الأشعَرِيينَ إِذَا أَرْمَلُوا فِي الْغَزْوِ، أَو قَلَّ طَعَامُ عِيَالِهِم بِالمَدِينَةِ، جَمَعُوا مَا كَانَ عِندَهُم فِي ثَوبٍ وَاحِدٍ، ثُمَّ اقتَسَمُوهُ بَيْنَهُم فِي إِنَاءٍ وَاحِدٍ بالسَّويَّةِ فَهُم مِنِّي وَأَنَا مِنهُم .

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

أَرمَلُوا : فَرَغَ زَادُهُم، أَو قَارَبَ الفَرَاغَ .
Dari Abu Musa ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya kaum Asy'ariyin apabila habis bekalnya dalam sesuatu peperangan atau tinggal sedikit makanan untuk para keluarganya di Madinah, maka mereka mengumpulkan apa-apa yang masih mereka punyai dalam selembar kain pakaian, lalu mereka bagi-bagikanlah antara sesama mereka dalam satu wadah dengan sama rata. Mereka itu adalah termasuk golonganku dan aku termasuk golongan mereka". (Muttafaq 'alaih). Armalu artinya sudah habis bekal mereka atau sudah mendekati kehabisannya. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 2306; dan Muslim, hadis no. 4556.

وَعَنْ أَسماءَ بنتِ أَبِي بَكرٍ الصديق رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَتْ : قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

لَا تُوكِي فَيُوكِيَ عَلَيْكِ . وَفِي رِوَايَةٍ أَنفِقِي أَو أَنْفَحِي أَو أَنْضَحِي، وَلا تُحْصي فَيُحْصِيَ الله عَلَيكِ، وَلَا تُوعِي فَيُوعِيَ اللَّهُ عَلَيْكِ .

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.وَ انْفَحِي بالحاءِ المهملة : هو بمعنى أَنفِقِي وكذلك : أَنْضِحِي .
Dari Asma' bint Abu Bakar al-Shiddiq ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda kepadaku: Jangan engkau menyimpan apa yang ada di tanganmu, sebab kalau demikian maka Allah akan menyimpan terhadap dirimu.(Muttafaq 'alaih). Dalam riwayat lain disebutkan: Nafkahkanlah, atau berikanlah atau sebarkanlah dan jangan engkau menghitung-hitungnya, sebab kalau demikian maka Allah akan menghitung-hitungkan karunia yang akan diberikan kepadamu. Jangan pula engkau mencegah - menahan untuk memberikan sesuatu, sebab kalau demikian maka Allah akan mencegah pemberian-Nya padamu. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1343, 1344, 2401 dan 2402; Muslim, hadis no. 1708-1710; Abu Daud, hadis no. 1448; al-Tirmizi, hadis no. 1883; al-Nasa’i, hadis no. 2504; Ahmad, hadis no. 23930, 25676, 25685, 25697, 25731, 25741 dan 25748.

وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ :

مَثَلُ البَخِيلِ والمُنْفِقِ، كَمَثَلِ رَجُلَيْنِ عَلَيْهِمَا جُنَّتَانِ مِن حَديد مِنْ ثْدِيِّهِمَا إِلَى تَرَاقِيْهِمَا، فَأََمَّا المُنْفِقُ، فَلا يُنْفِقُ إِلاَّ سَبَغَتْ، أَوْ وَفَرَتْ عَلَى جِلْدِهِ حَتَّى تُخْفِيَ بَنَانَهُ، وَتَعْفُوَ أَثَرَهُ، وَأَمَّا البَخِيلُ، فَلَا يُرِيدُ أَنْ يُنْفِقَ شَيْئاً إِلاَّ لَزِقَتْ كُلُّ حَلْقَةٍ مَكَانَهَا، فَهُو يُوَسِّعُهَا فَلا تَتَّسِعُ .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.وَ الجُنَّةُ الدِّرعُ، وَمَعنَاهُ : أَن المُنْفِقَ كُلَّمَا أَنْفَقَ سَبَغَتْ، وَطَالَتْ حَتَّى تَجُرَّ وَرَاءَهُ، وَتُخْفِيَ رِجْلََيْهِ وَأَثَرَ مَشيِهِ وخُطُوَاتِهِ .
Dari Abu Hurairah ra. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: Perumpamaan orang bakhil dan orang yang berinfak seperti dua orang yang memakai baju besi dari dada sampai ke leher. Adapun orang yang suka menafkahkan, maka tidaklah ia menafkahkan sesuatu, melainkan makin sempurnalah atau menutupi seluruh kulitnya sampai menutupi jari-jarinya, bahkan menutupi pula bekas-bekasnya. Adapun orang bakhil, ia tidak mau berinfak sedikit pun, sehingga baju itu menyempit dan setiap senjata mengambil tempat di baju itu. Ia mencoba melonggarkannya, namun tidak kunjung longgar. (Muttafaq 'alaih). Al-jubbah atau Ad-dir'u artinya baju kurung. Artinya seseorang yang suka membelanjakan itu setiap ia menafkahkan sesuatu, maka makin sempurna dan memanjanglah sehingga tertariklah pakaian yang dikenakannya itu sampai ke belakangnya, sehingga dapat menutupi kedua kaki serta bekas jalan dan langkah-langkahnya. Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 1352, 2701 dan 5351; Muslim, hadis no. 1695-1697; al-Nasa’i, hadis no. 2500, 2501; Ahmad, hadis no.7171, 8696 dan 10352.

وَعَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :اتَّقُوا الظُّلْمَ، فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلمَاتٌ يوْمَ القِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلََهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ .رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

Dari Jabir ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: Jagalah diri kalian dari kezaliman, karena kezaliman merupakan berbagai kegelapan di hari kiamat. Dan jagalah diri kalian dari kekikiran, karena kekikiran telah membinasakan orang-orang sebelum kalian, serta menjadikan mereka saling membunuh dan menghalalkan hal-hal yang diharamkan bagi mereka. (HR. Muslim). Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no. 4675: Ahmad, hadis no. 13937.


Sedekah tidaklah mungkin mengurangi harta … Yakinlah! Dari Asma’ binti Abi Bakr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padaku,

لاَ تُوكِي فَيُوكى عَلَيْكِ

“Janganlah engkau menyimpan harta (tanpa mensedekahkannya). Jika tidak, maka Allah akan MENAHAN RIZKI untukmu.” Dalam riwayat lain disebutkan,

أنفقي أَوِ انْفَحِي ، أَوْ انْضَحِي ، وَلاَ تُحصي فَيُحْصِي اللهُ عَلَيْكِ ، وَلاَ تُوعي فَيُوعي اللهُ عَلَيْكِ
“Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan MENGHILANGKAN BARAQAH RIZKI tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu”. Hadits ini dibawakan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi dalam Riyadhus Shalihin pada Bab “Kemuliaan, berderma dan berinfaq”, hadits no. 559 (60/16).

Hadits di atas memberikan motivasi untuk berinfaq. Bukhari sendiri membawakan hadits ini dalam Bab “Motivasi untuk bersedekah (mengeluarkan zakat) dan memberi syafa’at dalam hal itu”. An Nawawi membuat bab untuk hadits ini “Motivasi untuk berinfaq (mengeluarkan zakat) dan larangan untuk menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan).” Hadits ini menunjukkan tercelanya sifat bakhil dan pelit. Selanjutnya, Hadits ini menunjukkan bahwa al jaza’ min jinsil ‘amal, balasan sesuai dengan amalan perbuatan. Ibnu Baththol menerangkan riwayat pertama di atas dengan mengatakan, “Janganlah engkau menyimpan-nyimpan harta tanpa mensedekahkannya (menzakatkannya). Janganlah engkau enggan bersedekah (membayar zakat) karena takut hartamu berkurang. Jika seperti ini, Allah akan menahan rizki untukmu sebagaimana Allah menahan rizki untuk para peminta-minta.”

Menyimpan harta yang terlarang adalah jika enggan mengeluarkan zakat dan sedekah dari harta tersebut. Itulah yang tercela. Hadits ini menunjukkan larangan enggan bersedekah karena takut harta berkurang. Kekhawatiran semacam ini adalah sebab hilangnya barokah dari harta tersebut. Karena ALLAH BERJANJI AKAN MEMBERI BALASAN BAGI ORANG-YANG BERINFAQ TANPA BATASAN. Inilah yang diterangkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani.

Bukhari dan Muslim sama-sama membawakan hadits ini ketika membahas zakat. Ini menunjukkan bahwa yang mesti diprioritaskan adalah menunaikan sedekah yang wajib (yaitu zakat) daripada sedekah yang sunnah. Ibnu Baththol mengatakan, “Hadits ini menunjukkan sedekah (zakat) itu dapat mengembangkan harta. Maksudnya adalah SEDEKAH MERUPAKAN SEBAB SEMAKIN BERKAH DAN BERTAMBAHNYA HARTA.. Barangsiapa yang memiliki keluasan harta, namun enggan untuk bersedekah (mengeluarkan zakat), maka Allah akan menahan rizki untuknya. Allah akan menghalangi keberkahan hartanya. Allah pun akan menahan perkembangan hartanya.” 

Sedekah tidaklah mengurangi harta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” Makna hadits ini sebagaimana dijelaskan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah ada dua penafsiran:
1. Harta tersebut akan DIBERKAHI dan akan dihilangkan berbagai dampak bahaya padanya. Kekurangan harta tersebut akan ditutup dengan keberkahannya. Ini bisa dirasakan secara inderawi dan kebiasaan.
2. Walaupun secara bentuk harta tersebut berkurang, namun kekurangan tadi akan ditutup dengan pahala di sisi Allah dan akan terus ditambah dengan kelipatan yang amat banyak.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan hadits di atas dengan mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengucapkan sesuatu berdasarkan hawa nafsunya semata. Beliau bersabda, “Sedekah tidaklah mungkin mengurangi harta”. Kalau dilihat dari sisi jumlah, harta tersebut mungkin saja berkurang. Namun kalau kita lihat dari hakekat dan keberkahannya justru malah bertambah. Boleh jadi kita bersedekah dengan 10 riyal, lalu Allah beri ganti dengan 100 riyal. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka ALLAH AKAN MENGGANTINYA dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39). Allah akan mengganti bagi kalian sedekah tersebut segera di dunia. Allah pun akan memberikan balasan dan ganjaran di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261)”. -Demikian penjelasan sangat menarik dari Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah–.
Beberapa faedah sangat berharga telah kita gali dari hadits di atas. Semoga hal ini semakin mendorong kita untuk mengeluarkan zakat yang nilaiya WAJIB dan sedekah-sedekah lainnya. Perhatikanlah syarat nishab dan haul setiap harta kita yang berhak untuk dizakati. Semoga Allah selalu memberkahi harta tersebut.

Namun ingatlah, tetapkanlah niatkan sedekah dan zakat ikhlas karena Allah dan jangan cuma mengharap keuntungan dunia semata. 

Ummat Islam memang gemar melakukan puasa sunnah (yaitu puasa Senin-Kamis dan lainnya), namun semata-mata hanya untuk menyehatkan badan sebagaimana saran dari beberapa kalangan. Ada juga yang gemar sekali bersedekah, namun dengan tujuan untuk memperlancar rizki dan karir. Begitu pula ada yang rajin bangun di tengah malam untuk bertahajud, namun tujuannya hanyalah ingin menguatkan badan. Semua yang dilakukan memang suatu amalan yang baik. Tetapi niat di dalam hati senyatanya tidak ikhlash karena Allah, namun hanya ingin mendapatkan tujuan-tujuan duniawi semata. Kalau memang demikian, mereka bisa termasuk orang-orang yang tercela sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut.
Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16)
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud [11] : 15-16)
Yang dimaksud dengan “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia” yaitu barangsiapa yang menginginkan kenikmatan dunia dengan melakukan amalan akhirat. Yang dimaksud “perhiasan dunia” adalah harta dan anak. Mereka yang beramal seperti ini: “niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan”. Maksudnya adalah mereka akan diberikan dunia yang mereka inginkan. Ini semua diberikan bukan karena mereka telah berbuat baik, namun semata-mata akan membuat terlena dan terjerumus dalam kebinasaan karena rusaknya amalan mereka. Dan juga mereka tidak akan pernah yubkhosuun, yaitu dunia yang diberikan kepada mereka tidak akan dikurangi. Ini berarti mereka akan diberikan dunia yang mereka cari seutuhnya (sempurna).
Dunia, mungkin saja mereka peroleh. Dengan banyak melakukan amalan sholeh, boleh jadi seseorang akan bertambah sehat, rizki semakin lancar dan karir terus meningkat. Dan itu senyatanya yang mereka peroleh dan Allah pun tidak akan mengurangi hal tersebut sesuai yang Dia tetapkan. Namun apa yang mereka peroleh di akhirat?

Lihatlah firman Allah selanjutnya (yang artinya), “Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka”. Inilah akibat orang yang hanya beribadah untuk mendapat tujuan dunia saja. Mereka memang di dunia akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Adapun di akhirat, mereka tidak akan memperoleh pahala karena mereka dalam beramal tidak menginginkan akhirat. Ingatlah, balasan akhirat hanya akan diperoleh oleh orang yang mengharapkannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَرَادَ الْآَخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا
“Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al Israa’: 19)

Orang-orang seperti ini juga dikatakan: “lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan”. Ini semua dikarenakan mereka dahulu di dunia beramal tidak ikhlas untuk mengharapkan wajah Allah sehingga ketika di akhirat, sia-sialah amalan mereka. (Lihat penjelasan ayat ini di I’aanatul Mustafid, 2/92-93). Sungguh betapa banyak orang yang melaksanakan shalat malam, puasa sunnah dan banyak sedekah, namun itu semua dilakukan hanya bertujuan untuk menggapai kekayaan dunia, memperlancar rizki, umur panjang, dan lain sebagainya.

Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhu- menafsirkan surat Hud ayat 15-16. Beliau –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya orang yang riya’, mereka hanya ingin memperoleh balasan kebaikan yang telah mereka lakukan, namun mereka minta segera dibalas di dunia.” Ibnu ‘Abbas juga mengatakan, “Barangsiapa yang melakukan amalan puasa, shalat atau shalat malam namun hanya ingin mengharapkan dunia, maka balasan dari Allah: “Allah akan memberikan baginya dunia yang dia cari-cari. Namun amalannya akan sia-sia (lenyap) di akhirat nanti karena mereka hanya ingin mencari dunia. Di akhirat, mereka juga akan termasuk orang-orang yang merugi”.” Perkataan yang sama dengan Ibnu ‘Abbas ini juga dikatakan oleh Mujahid, Adh Dhohak dan selainnya.

Qotadah mengatakan, “Barangsiapa yang dunia adalah tujuannya, dunia yang selalu dia cari-cari dengan amalan sholehnya, maka Allah akan memberikan kebaikan kepadanya di dunia. Namun ketika di akhirat, dia tidak akan memperoleh kebaikan apa-apa sebagai balasan untuknya. Adapun seorang mukmin yang ikhlash dalam beribadah (yang hanya ingin mengharapkan wajah Allah), dia akan mendapatkan balasan di dunia juga dia akan mendapatkan balasan di akhirat.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, tafsir surat Hud ayat 15-16).

Jadi, kalau hanya beramal untuk menggapai dunia, tidak akan dapat satu bagianpun di akhirat. Kenapa seseorang beribadah dan beramal hanya ingin menggapai dunia? Jika seseorang beramal untuk mencari dunia, maka dia memang akan diberi. Jika shalat tahajud, puasa senin-kamis yang dia lakukan hanya ingin meraih dunia, maka dunia memang akan dia peroleh dan tidak akan dikurangi. Namun apa akibatnya di akhirat? Sungguh di akhirat dia akan sangat merugi. Dia tidak akan memperoleh balasan di akhirat disebabkan amalannya yang hanya ingin mencari-cari dunia.

Namun bagaimana dengan orang yang beramal dengan ikhlash, hanya ingin mengharap wajah Allah? Di akhirat dia akan memperoleh pahala yang berlipat ganda. Allah Ta’ala berfirman,


مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نزدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy Syuraa: 20). Ibnu Katsir –rahimahullah- menafsirkan ayat di atas, “Barangsiapa yang mencari keuntungan di akhirat, maka Kami akan menambahkan keuntungan itu baginya, yaitu Kami akan kuatkan, beri nikmat padanya karena tujuan akhirat yang dia harapkan. Kami pun akan menambahkan nikmat padanya dengan Kami balas setiap kebaikan dengan sepuluh kebaikan hingga 700 kali lipat hingga kelipatan yang begitu banyak sesuai dengan kehendak Allah. … Namun jika yang ingin dicapai adalah dunia dan dia tidak punya keinginan menggapai akhirat sama sekali, maka balasan akhirat tidak akan Allah beri dan dunia pun akan diberi sesuai dengan yang Allah kehendaki. Dan jika Allah kehendaki, dunia dan akhirat sekaligus tidak akan dia peroleh. Orang seperti ini hanya merasa senang dengan keinginannya saja, namun barangkali akhirat dan dunia akan lenyap seluruhnya dari dirinya.”

Ats Tsauri berkata, dari Mughiroh, dari Abul ‘Aliyah, dari Ubay bin Ka’ab -radhiyallahu ‘anhu-, beliau mengatakan,

بشر هذه الأمة بالسناء والرفعة والدين والتمكين في الأرض فمن عمل منهم عمل الآخرة للدنيا لم يكن له في الآخرة من نصيب

“Umat ini diberi kabar gembira dengan kemuliaan, kedudukan, agama dan kekuatan di muka bumi. Barangsiapa dari umat ini yang melakukan amalan akhirat untuk meraih dunia, maka di akhirat dia tidak mendapatkan satu bagian pun.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya, Al Hakim dan Al Baiaqi. Al Hakim mengatakan sanadnya shahih. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib)

Terdapat pula riwayat dalam Al Baihaqi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بشر هذه الأمة بالتيسير والسناء والرفعة بالدين والتمكين في البلاد والنصر فمن عمل منهم بعمل الآخرة للدنيا فليس له في الآخرة من نصيب

“Umat ini diberi kabar gembira dengan kemudahan, kedudukan dan kemulian dengan agama dan kekuatan di muka bumi, juga akan diberi pertolongan. Barangsiapa yang melakukan amalan akhirat untuk mencari dunia, maka dia tidak akan memperoleh satu bagian pun di akhirat. ” Al Bukhari membawakan hadits dalam Bab “Siapa yang menjaga diri dari fitnah harta”. Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ ، وَالدِّرْهَمِ ، وَالْقَطِيفَةِ ، وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ

“Celakalah hamba dinar, dirham, qothifah dan khomishoh. Jika diberi, dia pun ridho. Namun jika tidak diberi, dia tidak ridho, dia akan celaka dan akan kembali binasa.” (HR. Bukhari). Qothifah adalah sejenis pakaian yang memiliki beludru. Sedangkan khomishoh adalah pakaian yang berwarna hitam dan memiliki bintik-bintik merah. (I’aanatul Mustafid, 2/93)

Kenapa dinamakan hamba dinar, dirham dan pakaian yang mewah? Karena mereka yang disebutkan dalam hadits tersebut beramal untuk menggapai harta-harta tadi, bukan untuk mengharap wajah Allah. Demikianlah sehingga mereka disebut hamba dinar, dirham dan seterusnya. Adapun orang yang beramal karena ingin mengharap wajah Allah semata, mereka itulah yang disebut hamba Allah (sejati). Di antara tanda bahwa mereka beramal untuk menggapai harta-harta tadi atau ingin menggapai dunia disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selanjutnya: “Jika diberi, dia pun ridho. Namun jika tidak diberi, dia pun tidak ridho (murka), dia akan celaka dan kembali binasa”. Hal ini juga yang dikatakan kepada orang-orang munafik sebagaimana dalam firman Allah,

وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ

“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” (QS. At Taubah: 58). Itulah tanda seseorang dalam beramal hanya ingin menggapai tujuan dunia. Jika dia diberi kenikmatan dunia, dia ridho. Namun, jika kenikmatan dunia tersebut tidak kunjung datang, dia akan murka dan marah. Dalam hatinya seraya berujar, “Sudah sebulan saya merutinkan shalat malam, namun rizki dan usaha belum juga lancar.” Inilah tanda orang yang selalu berharap dunia dengan amalan sholehnya.

Adapun seorang mukmin, jika diberi nikmat, dia akan bersyukur. Sebaliknya, jika tidak diberi, dia pun akan selalu sabar. Karena orang mukmin, dia akan beramal bukan untuk mencapai tujuan dunia. Sebagian mereka bahkan tidak menginginkan mendapatkan dunia sama sekali. Diceritakan bahwa sebagian sahabat tidak ridho jika mendapatkan dunia sedikit pun. Mereka pun tidak mencari-cari dunia karena yang selalu mereka harapkan adalah negeri akhirat. Semua ini mereka lakukan untuk senantiasa komitmen dalam amalan mereka, agar selalu timbul rasa harap pada kehidupan akhirat. Mereka sama sekali tidak menyukai untuk disegerakan balasan terhadap kebaikan yang mereka lakukan di dunia.


Akan tetapi, barangsiapa diberi dunia tanpa ada rasa keinginan sebelumnya dan tanpa ada rasa tamak terhadap dunia, maka dia boleh mengambilnya. Sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits dari ‘Umar bin Khottob,

قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليهوسلم - يُعْطِينِى الْعَطَاءَ فَأَقُولُ أَعْطِهِ أَفْقَرَ إِلَيْهِ مِنِّى. حَتَّى أَعْطَانِى مَرَّةً مَالاً فَقُلْتُ أَعْطِهِ أَفْقَرَ إِلَيْهِ مِنِّى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « خُذْهُ وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ فَخُذْهُ وَمَا لاَ فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ ».

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan suatu pemberian padaku.” Umar lantas mengatakan, “Berikan saja pemberian tersebut pada orang yang lebih butuh (lebih miskin) dariku. Sampai beberapa kali, beliau tetap memberikan harta tersebut padaku.” Umar pun tetap mengatakan, “Berikan saja pada orang yang lebih butuh (lebih miskin) dariku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Ambillah harta tersebut dan harta yang semisal dengan ini di mana engkau tidak merasa mulia dengannya dan sebelumnya engkau pun tidak meminta-mintanya. Ambillah harta tersebut. Selain harta semacam itu (yang di mana engkau punya keinginan sebelumnya padanya), maka biarkanlah dan janganlah hatimu bergantung padanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sekali lagi, begitulah orang beriman. Jika dia diberi nikmat atau pun tidak, amalan sholehnya tidak akan pernah berkurang. Karena orang mukmin sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya. Adapun orang yang selalu mengharap dunia dengan amalan sholehnya, dia akan bersikap berbeda. Jika dia diberi nikmat, baru dia ridho. Namun, jika dia tidak diberi, dia akan murka dan marah. Dia ridho karena mendapat kenikmatan dunia. Sebaliknya, dia murka karena kenikmatan dunia yang tidak kunjung menghampirinya padahal dia sudah gemar melakukan amalan sholeh. Itulah sebabnya orang-orang seperti ini disebut hamba dunia, hamba dinar, hamba dirham dan hamba pakaian.

Niat seseorang ketika beramal ada beberapa macam:

1. Jika niatnya adalah murni untuk mendapatkan dunia ketika dia beramal dan sama sekali tidak punya keinginan mengharap wajah Allah dan kehidupan akhirat, maka orang semacam ini di akhirat tidak akan mendapatkan satu bagian nikmat pun. Perlu diketahui pula bahwa amalan semacam ini tidaklah muncul dari seorang mukmin. Orang mukmin walaupun lemah imannya, dia pasti selalu mengharapkan wajah Allah dan negeri akhirat.

2. Jika niat seseorang adalah untuk mengharap wajah Allah dan untuk mendapatkan dunia sekaligus, entah niatnya untuk kedua-duanya sama atau mendekati, maka semacam ini akan mengurangi tauhid dan keikhlasannya. Amalannya dinilai memiliki kekurangan karena keikhlasannya tidak sempurna.



3. Adapun jika seseorang telah beramal dengan ikhlash, hanya ingin mengharap wajah Allah semata, akan tetapi di balik itu dia mendapatkan upah atau hasil yang dia ambil untuk membantunya dalam beramal (semacam mujahid yang berjihad lalu mendapatkan harta rampasan perang, para pengajar dan pekerja yang menyokong agama yang mendapatkan upah dari negara setiap bulannya), maka tidak mengapa mengambil upah tersebut. Hal ini juga tidak mengurangi keimanan dan ketauhidannya, karena semula dia tidak beramal untuk mendapatkan dunia. Sejak awal dia sudah berniat untuk beramal sholeh dan menyokong agama ini, sedangkan upah yang dia dapatkan adalah di balik itu semua yang nantinya akan menolong dia dalam beramal dan beragama. (Lihat Al Qoulus Sadiid, 132-133)

Adapun amalan yang seseorang lakukan untuk mendapatkan balasan dunia ada dua macam:
1. Amalan yang tidak disebutkan di dalamnya balasan dunia. Namun seseorang melakukan amalan tersebut untuk mengharapkan balasan dunia, maka semacam ini tidak diperbolehkan bahkan termasuk kesyirikan. Misalnya: Seseorang melaksanakan shalat Tahajud. Dia berniat dalam hatinya bahwa pasti dengan melakukan shalat malam ini, anaknya yang akan lahir nanti adalah laki-laki. Ini tidak dibolehkan karena tidak ada satu dalil pun yang menyebutkan bahwa dengan melakukan shalat Tahajud akan mendapatkan anak laki-laki.
2. Amalan yang disebutkan di dalamnya balasan dunia. Contohnya adalah silaturrahim dan berbakti kepada kedua orang tua. Semisal silaturrahim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa senang untuk dilapangkan rizki dan dipanjangkan umurnya, maka jalinlah tali silaturrahim (hubungan antar kerabat).” (HR. Bukhari dan Muslim). Jika seseorang melakukan amalan semacam ini, namun hanya ingin mengharapkan balasan dunia saja dan tidak mengharapkan balasan akhirat, maka orang yang melakukannya telah terjatuh dalam kesyirikan. Namun, jika dia melakukannya tetap mengharapkan balasan akhirat dan dunia sekaligus, juga dia melakukannya dengan ikhlash, maka ini tidak mengapa dan balasan dunia adalah sebagai tambahan nikmat untuknya karena syari’at telah menunjukkan adanya balasan dunia dalam amalan ini.

Syaikh Muhammad At Tamimi –rahimahullah- membawakan pembahasan ini dalam Kitab Tauhid pada Bab “Termasuk kesyirikan, seseorang beribadah untuk mencari dunia”. Beliau –rahimahullah- membawakannya setelah membahas riya’. Kenapa demikian? Riya’ dan beribadah untuk mencari dunia, keduanya sama-sama adalah amalan hati dan terlihat begitu samar karena tidak nampak di hadapan orang banyak. Namun, Keduanya termasuk amalan kepada selain Allah Ta’ala. Ini berarti keduanya termasuk kesyirikan yaitu syirik khofi (syirik yang samar). Keduanya memiliki peredaan. Riya’ adalah beramal agar dilihat oleh orang lain dan ingin tenar dengan amalannya. Sedangkan beramal untuk tujuan dunia adalah banyak melakukan amalan seperti shalat, puasa, sedekah dan amalan sholeh lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan balasan segera di dunia semacam mendapat rizki yang lancar dan lainnya.

Tetapi perlu diketahui, para ulama mengatakan bahwa amalan seseorang untuk mencari dunia lebih nampak hasilnya daripada riya’. Alasannya, kalau seseorang melakukan amalan dengan riya’, maka jelas dia tidak mendapatkan apa-apa. Namun, untuk amalan yang kedua, dia akan peroleh kemanfaatan di dunia. Akan tetapi, keduanya tetap saja termasuk amalan yang membuat seseorang merugi di hadapan Allah Ta’ala. Keduanya sama-sama bernilai syirik dalam niat maupun tujuan. Jadi kedua amalan ini memiliki kesamaan dari satu sisi dan memiliki perbedaan dari sisi yang lain.

Sebenarnya jika seseorang memurnikan amalannya hanya untuk mengharap wajah Allah dan ikhlash kepada-Nya niscaya dunia pun akan menghampirinya tanpa mesti dia cari-cari. Namun, jika seseorang mencari-cari dunia dan dunia yang selalu menjadi tujuannya dalam beramal, memang benar dia akan mendapatkan dunia tetapi sekadar yang Allah takdirkan saja. Ingatlah ini … !! Semoga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa menjadi renungan bagi kita semua,


مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ

“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2465. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat penjelasan hadits ini di Tuhfatul Ahwadzi, 7/139)

Marilah kita ikhlashkan selalu niat kita ketika kita beramal. Murnikanlah semua amalan hanya untuk menggapai ridho Allah. Janganlah niatkan setiap amalanmu hanya untuk meraih kenikmatan dunia semata. Ikhlaskanlah amalan tersebut pada Allah, niscaya dunia juga akan engkau raih. Yakinlah hal ini …!! Semoga Allah selalu memperbaiki aqidah dan setiap amalan kaum muslimin. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus. Semoga penjelasan ini dapat menjadi ilmu bermanfaat bagi kita sekalian. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. 

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam.
Wallahu a’lam



Kitab-kitab Rujukan:

1. Al Qoulus Sadiid Syarh Kitab At Tauhid, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Wizarotusy syu’un Al Islamiyyah wal Awqof wad Da’wah wal Irsyad-Al Mamlakah Al ‘Arobiyah As Su’udiyah.
2. I’aanatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan.
3. At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid, Sholeh bin ‘Abdul Aziz Alu Syaikh, Daar At Tauhid.
4. Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al Qurosyi Ad Dimasyqi, Tahqiq: Saami bin Muhammad Salamah, Dar Thobi’ah Lin Nasyr wat Tauzi’.
5. Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jaami’it Tirmidzi, Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdirrahim Al Mubarakfuriy Abul ‘Alaa, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut.

Kontributor: Ustadh DR.Ahmad Luthfi, Lc, MA; Ustadh Muhammad Abduh tuasikal, MSc. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF.
Email: ustazsofyan@gmail.com

*********************
Ust. DR. Ahmad Luthfi, Lc, MA, Alumnus  Damascus University (S1),  Jordan University (S2) dan University Kebangsaan Malaysia (S3). Diantara Guru dan Masyaikh nya sewaktu ambil Lc dan MA adalah: Prof. DR. Syeikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, Prof  DR Wahbah al-Zuhaily, Prof DR Syeikh Hammam Abdurrahim, Prof DR Syeikh Mustafa Diib al-Bugha, dll

Ust.Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, Alumnus King Saud University, Riyadh, Saudi Arabia. Guru dan Masyaikh yang pernah diambil ilmunya: Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Sa'ad Asy-Syatsri dan Syaikh Shalih Al-'Ushaimin. Sekarang menjadi Pimpinan Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul)






Popular posts from this blog

Zakat di Masa Rasulullah, Sahabat dan Tabi'in

ZAKAT DI MASA RASULULLAH, SAHABAT DAN TABI’IN Oleh: Saprida, MHI;  Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Islam merupakan agama yang diturunkan kepada umat manusia untuk mengatur berbagai persoalan dan urusan kehidupan dunia dan untuk mempersiapkan kehidupan akhirat. Agama Islam dikenal sebagai agama yang kaffah (menyeluruh) karena setiap detail urusan manusia itu telah dibahas dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ketika seseorang sudah beragama Islam (Muslim), maka kewajiban baginya adalah melengkapi syarat menjadi muslim atau yang dikenal dengan Rukun Islam. Rukun Islam terbagi menjadi lima bagian yaitu membaca syahadat, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, menjalankan puasa dan menunaikan haji bagi orang yang mampu. Zakat adalah salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban bagi setiap individu (Mukallaf) yang memiliki harta untuk mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam zakat itu sendiri. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah s

Akibat Menunda Membayar Zakat

Akibat Menunda Membayar Zakat Mal  Pertanyaan: - Jika ada orang yang tidak membayar zakat selama beberapa tahun, apa yang harus dilakukan? Jika sekarang dia ingin bertaubat, apakah zakatnya menjadi gugur? - Jika saya memiliki piutang di tempat orang lain, sudah ditagih beberapa kali tapi tidak bisa bayar, dan bulan ini saya ingin membayar zakat senilai 2jt. Bolehkah saya sampaikan ke orang yang utang itu bahwa utangmu sudah lunas, krn ditutupi dg zakat saya.. shg sy tdk perlu mengeluarkan uang 2 jt. Mohon pencerahannya Jawab: Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du, Orang yang menunda pembayaran zakat, dia BERDOSA. Sehingga wajib bertaubat. Imam Ibnu Utsaimin ditanya tentang orang yang tidak bayar zakat selama 4 tahun. Jawaban Beliau, هذا الشخص آثم في تأخير الزكاة ؛ لأن الواجب على المرء أن يؤدي  الزكاة فور وجوبها ولا يؤخرها ؛ لأن الواجبات الأصل وجوب القيام بها فوراً ، وعلى هذا الشخص أن يتوب إلى الله عز وجل من هذه المعصية “Orang ini berdos

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1 1.   The Parable of Spending in Allah’s Cause: Tafseer Ibn Kathir Sadaqa (Voluntary Charity in the Way of Allah) Tafseer Ibn Kathir – QS Al-Baqarah: 261 “The parable of those who spend their wealth in the way of Allah is that of a grain (of corn); it grows seven ears, and each ear has a hundred grains. Allah gives manifold increase to whom He wills. And Allah is All-Sufficient for His creatures’ needs, All-Knower .” This is a parable that Allah made of the multiplication of rewards for those who spend in His cause, seeking His pleasure. Allah multiplies the good deed ten to seven hundred times . Allah said,  The parable of those who spend their wealth in the way of Allah. Sa`id bin Jubayr commented, “Meaning spending in Allah’s obedience” . Makhul said that the Ayah means, “Spending on Jihad, on horse stalls, weapons and so forth” . The parable in the Ayah is more impressive on the heart than merely mentioning th