RAHASIA SUKSES ABDULRAHMAN BIN AUF R.A
Kehadiran Islam di muka bumi ini sungguh menjadi rahmat bagi alam beserta seluruh isinya, tak terkecuali manusia. Konsep nilai-nilai yang tertanam dalam ajaran Islam begitu sempurna, sehingga segala urusan makhluk sudah diatur sedemikian rupanya. Mulai dari akidah, ibadah, muamalah, sains, teknologi, politik, manajemen bisnis dll. Itu artinya, sebagai panutan umat manusia, Islam bukan hanya menekankan orientasi akhirat, melainkan juga mengatur segala urusan manusia selama hidup di dunia. Untuk mencapai kesuksesan baik di dunia maupun akhirat, Allah sudah memberikan petunjuk bagaimana caranya. Allah berfirman dalam QS al-Mumtahinah:11: "Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan (ilmu) beberapa derajat". Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya “Barangsiapa menginginkan dunia maka harus dengan ilmu, dan barang siapa menginginkan akhirat maka harus dengan ilmu, dan barang siapa menginginkan keduanya, maka harus dengan ilmu” (Al Hadits).
Sejarah peradaban Islam membuktikan bahwasanya orang-orang yang memiliki tingkat keta'atan tinggi kepada Allah SWT cenderung sukses dalam urusan dunia. Muhammad SAW merupakan sosok paripurna yang bukan hanya menggambarkan sosok dengan tingkat spiritual begitu tinggi, melainkan juga sukses dengan kehidupan dunianya. Begitu halnya dengan sahabat Nabi, Abu Bakar, Umar, Utsman. Salah satu sahabat Nabi yang begitu terkenal kekayaannya, Abdurrahman bin Auf. Dia merupakan sahabat yang masuk Islam pada masa awal Dakwah Rasulullah. Dia berasal dari Bani Zuhrah serta berkerabat dengan Utsman bin Affan dan Sa’ad bin Waqqas. Abdurrahman bin Auf menjadi orang terkaya di Kota Makkah dan Madinah.
Abdurrahman bin Auf adalah salah seorang dari 10 sahabat yang dijamin masuk syurga sekaligus sebagai salah satu icon orang terkaya di zaman Rasulullah. Jumlah aset kekayaan Abdurrahman bin Auf diperkirakan melebihi 2.560.000 dinar atau setara dengan Rp. 3,2 Trilyun saat ini. Dan itu belum termasuk aset properti dan aset lainnya yang ia miliki. Abdurrahman Bin Auf lahir pada Tahun Gajah ke- sepuluh. Tepatnya pada tahun 581 M. Usianya tidak terpaut begitu jauh dengan Rasulullah SAW, yang lahir di tahun 571 M, hanya berselisih sepuluh tahun lebih muda.
Dahulu pada masa jahiliyah, nama beliau belum Abdurrahman bin Auf, melainkan bernama Abu Amru, sumber lain mengatakan namanya Abdul Ka’bah. Setelah masuk Islam, barulah Rasulullah menghadiahkan nama Abdurrahman Bin Auf terhadapnya. Nama yang kita kenal saat ini. Beliau memiliki tampilan fisik yang nyaris sempurna sebagai laki-laki. Memiliki rambut gondrong. Ia mengenal Islam melalui sahabatnya Abu Bakar, dan termasuk dalam Assabiqunal awwalun (orang-orang yang pertama masuk Islam). Di akhir hidupnya ia meninggalakn 36 anak, 28 diantaranya laki-laki, dan sisanya perempuan dari ke empat orang istri.
Uniknya, meski ia telah memberikan sebagian besar hartanya di jalan Allah, bahkan dikatakan sampai habis. Namun pada kenyataanya ketika ia meninggal, ia masih memiliki warisan yang jumlahnya masyaAllah!!. Beliau terlibat dalam perang Badar bersama Rasulullah SAW dan menewaskan musuh-musuh Allah. Beliau juga terlibat dalam perang Uhud dan bahkan termasuk yang bertahan disisi Rasulullah SAW ketika tentara kaum muslimin banyak yang meninggalkan medan peperangan.
Dari peperangan ini ada sembilan luka parah di tubuhnya dan dua puluh luka kecil yang diantaranya ada yang sedalam anak jari. Perang ini juga menyebabkan luka di kakinya sehingga Abdurahman bin Auf harus berjalan dengan pincang, dan juga merontokkan sebagian giginya sehingga beliau berbicara dengan cadel. Semoga kita mampu mengikuti jejak sahabat Rasul yang mulia, Abdurrahman bin Auf, yang telah mendapatkan kesuksesan dunia dan akhirat. Berdagang merupakan pekerjaan yang akrab dengan Rasulullah SAW. Sejak kecil hingga akhir hayat, beliau tetap teguh dengan pekerjaan satu ini, selain tujuan utamanya ada yaitu berdakwah menyeru agama Allah.
Suatu ketika Abdurrahman bin Auf ikut hijrah bersama Rasulullah ke Madinah. Dia meninggalkan seluruh kekayaannya demi berjihad bersama Nabi Muhammad SAW. Alkisah, di perjalanan menuju Madinah, Abdurrahman bin Auf dihadang oleh kawanan orang kafir Makkah. Mereka mengancam akan mengambil semua harta benda yang dibawa Abdurrahman bin Auf. Meski semua perbekalannya raub serta istrinya pun pergi meninggalkannya, Abdurrahman bin Auf tetap melanjutkan perjalanannya ke Madinah. Hingga kabar kebangkrutan Abdurrahman bin Auf terdengar oleh penduduk Makkah.
Singkat cerita mengikuti perkataan Rasul Muhammad SAW dia menemui seorang saudagar kaya di Madinah Sa’ad bin Rabi. Rupanya Sa’ad juga sudah mendengar tentang kondisi yang menimpa Abdurrahman bin Auf. Sa’ad menanyakan mengapa datrang menjumpainya, atas suruhan siapa dll, mendengar langsung kisahnya maka dia berniat MEMBERIKAN SEPARUH KEKAYAANNYA kepada Abdurrahman bin Auf serta menyuruh memilih salah seorang istrinya yang paling ia sukai untuk diceraikan.Mendengar tawaran itu, Abdurrahman bin Auf justru bertanya, “Tunjukkan saja kepadaku dimana letak pasar (busat bisnis) disini?”, ucapnya. Sa’ad lalu menunjukkan kepadanya tempat yang dimaksud. Dan di sana Abdurrahman bin Auf mengawali bisnisnya hingga akhirnya dia berhasil menjadi orang terkaya di Kota Madinah. Jika diukur dengan kurs rupiah menurut beberapa kalangan, jumlah aset kekayaan Abdurrahman bin Auf diperkirakan melebihi 2.560.000 dinar atau setara dengan Rp. 3,2 Trilyun saat ini. Jumlah itu belum termasuk aset properti dan aset lain yang dimilikinya.
Meski kekayaan Abdurrahman bin Auf terus bertambah, namun dirinya tak pernah menikmati harta itu sendirian. Dia merupakan sosok sahabat yang SANGAT DERMAWAN karena SENANTIASA MENAFKAHKAN HARTANYA DI JALAN ALLAH. Bahkan suatu ketika ia menyerahkan hampir seluruh harta kekayaannya untuk biaya perang umat Islam, hingga para sahabat yang lainnya kaget dan kagum. Beberapa pendapat mengatakan bahwa keempat istri Abdurrahman bin Auf mendapatkan ganti hak waris sebesar 80.000 dinar (Rp 100 milyar) per istri, sehingga total ganti waris untuk keempat istrinya adalah Rp 400 Milyar. Nah, sesuai dengan hukum waris (melalui pendekatan perkiraan) bahwa jatah waris istri-istri adalah seperdelapan dari total warisan. Itu berarti angka Rp 400 Milyar baru seperdelapan kekayaan total beliau. Sehingga asumsi minimalnya, kekayaan warisan beliau totalnya adalah Rp 400 M x 8 = Rp 3,2 Trilyun.
Lantas bagaimana Abdurrahman Bin Auf mampu menguasai Kota Makkah dan Madinah dengan menjadi orang terkaya? Kesuksesan Abdurrahman Bin Auf tidak hanya soal materi, namun dia juga sahabat yang punya tingkat spiritual tinggi. Dia bahkan rela mendermakan seluruh kekayaannya hanya untuk berjuang di jalan Allah. Ketika Abdurrahman bin Auf ditawari harta benda oleh saudara angkatnya, dia menolak, justru Abdurrahman bin Auf MEMULAI USAHA SENDIRI. Ini menunjukkan sikap hamba yang tidak bergantung pada orang lain, melainkan hanya kepada Allah. Bahkan di saat kondisi ekonominya mengalami keterpurukan akibat seluruh harta bendanya dirampok, Abdurrahman bin Auf tidak berputus asa. Dengan penuh keyakinan, Abdurrahman bin Auf justru berucap “Sungguh kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak!” Ungkapan tersebut merupakan salah satu sikap yang ditunjukkan oleh Abdurrahman Bin Auf bahwa Allah akan senantiasa membantunya dan dia senantiasa berprasangka baik terhadap Allah sehingga apapun yang ia usahakan pasti mendapatkan hasil yang baik pula.
Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah yang menyatakan dalam sebuah hadist Qudsi yang berarti : Dari Abu Hurairah ra. Berkata, bersabda Rasulullah SAW, Allah berfirman : “Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku, dan Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku; jika ia mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku; dan jika ia mengingat-Ku dalam lintasan pikirannya, niscaya Aku akan mengingat-Nya dalam pikirannya kebaikan darinya (amal-amalnya); dan jika ia mendekat kepada-ku setapak, maka aku akan mendekatkannya kepada-Ku sehasta; jika ia mendekat kepada-ku sehasta, maka aku akan mendekatkannya kepada-ku sedepa; dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan menghampirinya dengan berlari". (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Meskipun hidupnya berkelimpahan harta dan kekayaan, namun tidak membuat Abdurrahman bin Auf lupa akan akhirat. Abdurrahman bin Auf seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan harta yang mengendalikannya. Jiwa dan raganya telah diserahkan sepenuhnya untuk Allah. Begitulah Abdurrahman Bin Auf senantiasa memadukan antara kepentingan dunia dan akhirat. Segala amaliyah di dunia bernilai akhirat.
Abdurrahman bin Auf adalah seorang saudagar yang jujur dan profesional. Ia senantiasa MENGHINDARI HAL-HAL YANG HARAM BAHKAN YANG SYUBHAT sekalipun. Ia TIDAK PERNAH MELAKUKAN PRAKTEK RIBAWI atau menghalalkan segala cara untuk meraih kekayaan. Sehingga keseluruhan hartanya adalah harta yang halal, sampai-sampai Ustman bin Affan yang sudah sangat kayapun bersedia menerima wasiat Abdurahman ketika membagikan 400 Dinar bagi setiap veteran perang Badar. Atas pembagian ini Ustman bin Affan berkata, “Harta Abdurahman bin Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat”.
Walaupun Abdurrahman bin Auf memiliki banyak harta, namun ia mendapatkan semuanya dengan cara-cara yang HALAL. Ia bekerja dengan JUJUR dan PROFESSIONAL, karena itulah hartanya seperti tak pernah habis dan terus melimpah. Ia senantiasa MENGHINDARI PRAKTEK atau AMALAN RIBA dan yang HARAM dalam berniaga.
Karena itulah Ustman bin Affan yang sudah sangat kayapun bersedia menerima wasiat Abdurahman ketika membagikan 400 Dinar bagi setiap veteran perang Badar.
Abdurrahman tidak sekadar mencari uang, melainkan mencari ridha Allah. Inilah yang menjadikan beliau berbeda dari pelaku bisnis lainya pada masa itu. Ketika yang lain sibuk dan memfokuskan diri ke harta bisnis, beliau malah tidak terlalu mencari, lantas menghawatirkanya. Ia memilih membenarkan niatnya tidak semata-mata karena harta, melainkan karena Ridha Allah semata. Niat hatinya yang membuat ia disayang Allah, dan diberi rezeki berlebih. Ketika ia sedang berbisnis, pikiran terhadap pemuasan nafsu dibuangnya jauh-jauh, terutama pemikiran untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya.
Abdurrahman memiliki strategi dalam bisnis. Ia mau menawarkan harga rendah terhadap calon pelanggan. Agar bisnis menjadi mudah, beliau memberikan rahasia ini.
Diceritakan di kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali, ketika ia ditanya seseorang mengenai rahasia kelancaran bisnisnya. Ia pun menjawab, ”Ada tiga hal. Pertama, aku tidak pernah melewatkan tawaran untung, meski hanya sedikit. Kedua, aku tak pernah menunda-nunda pesanan satu hewan pun. Ketiga, aku TIDAK MENJUAL DENGAN CARA RIBA.”Tidak masalah untung kecil, asalkan barang yang dijual banyak. Sama halnya ketika Abdurrahman menjual 1000 ekor unta. Ia hanya mengambil keuntungan sebesar satu dirham per satu unta (untung kecil). Namun lihat hasil kalinya. Kalikan saja, 1000 x 1 = 1000 dirham. Luar biasa.
Di lihat dari cara beliau mendapatkan keuntungan, notabene ia melakukan hal beda dengan pembisnis lain. ketika yang lain berharap pada harta, sedang ia hanya berharap, berusaha meraih ridha Allah. Dan ia selalu mempertimbangkan sesuatu dengan hukum syar’i, dengan tidak melanggar ketetapan dari-Nya.
Melimpahnya harta benda tidak menjadikan Abdurrahman bin Auf lupa pada orang-orang yang membutuhkannya. Sahabat satu ini dikenal sebagai orang yang SANGAT DERMAWAN, hingga banyak para sahabat tercengang atas kedermawanannya. Abdurrahman bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh kafilah perdagangannya kepada penduduk Madinah, yang totalnya ada 700 unta. Beberapa pakar sejarah menyatakan, Abdurrahman bin Auf pernah BERSEDEKAH dengan jumlah 40,000 Dirham (sekitar Rp 1.4 Milyar uang sekarang), 40,000 Dinar (sekarang senilai +/- Rp 50 Milyar uang sekarang), 200 uqiyah emas, 500 ekor kuda, dan 1,500 ekor unta.
Dia juga menyantuni para veteran perang badar yang masih hidup waktu itu. Total dana santunannya sebesar 400 Dinar (sekitar Rp 500 juta) per orang dengan total sebanyak 100 orang. “Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin Auf pada hartanya. Sepertiga DIPINJAMKANNYA pada mereka, sepertiga untuk MEMBAYARI HUTANG-hutang mereka, dan sepertiga sisanya DIBAGIKAN kepada mereka.
Dari pemaparan di atas, kita dapat melihat contoh konkrit yang telah ditunjukkan oleh sejarah tentang bagaimana keimanan dan ketakwaan seseorang ternyata juga mampu memberikan kesuksesan kepada kita dunia dan akhirat. Ini adalah bentuk ikhtiar dan keimanan kita bahwa kita di dunia harus senantiasa berusaha untuk mencari harta sebagai ma’isyah (pemenuhan kebutuhan hidup) namun tidak harus sampai pada hubbun dunya (cinta dunia). Karena HARTA ITU ADALAH TITIPAN, AMANAH DAN UJIAN DARI ALLAH untuk mengetahui siapa diantara kita yang paling bertakwa kepada-Nya. “Inna Akramakun ‘Indallahi Atqaakum”.
Apa saja rahasia sukses dunia akhirat dari Abdurrahman bin Auf?
- Selalu berpikiran positif. Diantara ungkapan Abdurahman bin Auf yang menarik sekaligus menunjukkan cara berpikir beliau yang positif adalah, “Sungguh kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak !”. Para ahli saat ini mengatakan bahwa keajaiban berpikir positif adalah saat anda mengatakan bisa, maka anda akan bisa. Abdurrahman bin Auf mengatakan bahwa beliau mampu untuk menghasilkan uang, bahkan dengan kata-katanya: mengangkat batupun ia bisa menghasilkan emas dan perak. Secara tidak langsung Abdurrahman bin Auf yakin bahwa ia bisa menghasilkan uang dari setiap usaha dan perniagaannya.
- Hasil usaha serta kekayaannya tidak dinikmatinya sendiri. Abdurrahman bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh kafilah perdagangannya kepada penduduk Madinah padahal seluruh kafilah ini membawa barang dagangan yang diangkut oleh 700 unta yang memenuhi jalan-jalan kota Madinah.
Selain itu juga tercatat Abdurrahman bin Auf telah menyumbangkan dengan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan antara lain 40,000 Dirham (sekitar Rp 1.4 Milyar uang sekarang), 40,000 Dinar (sekarang senilai +/- Rp 50 Milyar uang sekarang), 200 uqiyah emas, 500 ekor kuda, dan 1,500 ekor unta. Beliau juga menyantuni para veteran perang badar yang masih hidup waktu itu dengan santunan sebesar 400 Dinar (sekitar Rp 500 juta) per orang untuk veteran yang jumlahnya tidak kurang dari 100 orang.
SEDEKAH telah menyuburkan harta Abdurrahman bin Auf, sampai-sampai ada penduduk Madinah yang berkata, “Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya pada mereka, sepertiga untuk membayari hutang-hutang mereka, dan sepertiga sisanya dibagi-bagikan kepada mereka”
Selalu berorientasi kepada Akhirat. Meskipun hidupnya berkelimpahan harta dan kekayaan, itu tidak membuatnya lupa akan akhirat. Bahkan kecintaanya kepada akhirat semakin kuat dan membara. Abdurrahman bin Auf seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan harta yang mengendalikannya. Jiwa dan raganya telah diserahkan sepenuhnya untuk Allah.
Untuk mengejar sukses di dunia dan di akhirat maka manusia perlu berusaha, berupaya untuk mendapatkanya. Salah satu jalan paling utama untuk meraihnya adalah dengan bekerja, aktivitas tukar-menukarkan keringat demi keringat dengan beberapa lembar uang untuk tetap meneruskan kehidupan. Abu Darda berkata, “Termasuk tanda kepahaman seseorang terhadapa agamanya adalah adanya kemauan untuk mengurusi kemauan rumah tangganya.” Jangan jadi pemalas. Islam membenci orang malas, tentu ada alasanya. Mari, menjadi mulia lewat bekerja! Kita harus menyiapkan hati dan pikiran unntuk menilik ke belakang dan melompak ke sejarah. kita akan belajar dari sejarah. Sejarah adalah pembelajaran terbaik. Ini juga sebagai jawaban, kenapa masyarakat muslim saat ini menjadi lemah. Mudah terbawa suasana, terombang ambing kemelut zaman. Hanya satu, karena kita jarang, bahkan tidak mau belajar dengan sejarah. (sejarah yang tepat, terbukti kebenaranya.)
Hal-hal apa saja yang dilakukan Abdurrahman untuk itu? Banyak hal yang beliau lakukan, intinya beliau menjadi hamba yang sebenar-benarnya hamba. Dan melaui jalan berbisnis, ia bisa seperti apa yang kita tahu saat ini. Ia adalah seorang Usahawan (bisnisman), atau Enterpreneur muslim (sama dengan Rasulullah) yang sukses, dan terkenal pada masanya. Apa hal yang membuat sahabat Rasulullah SAW ini sukses dalam berbisnis? Seperti disampaikan di atas, “Permasalahan apapun di dunia kalau sudah berorientasi pada akhirat hati bakal tenang, coba saja…” Salah satu kewajiban manusia dibumi adalah bekerja. Terlebih bagi laki-laki yang jelas kodratnya sebagai kepala rumah tangga sekarang atau nanti.“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu ke muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah( sebanyak-banyaknya, supaya kamu beruntung” (QS. Al-Jumu’ah 62:10).
Sekaligus menjadi pembeda ke dua antara ia dan pembisnis lain. Ia telah yakin, bahwa kehidupan di dunia hanya sementara. Dan ia mengerti bahwa kehidupan akhirat adalah kekal, akhirat selama-lamanya. (Baca QS. Al-Mukmin 40:39.) Ia tak ingin terlena dengan urusan bisnis duniawi, dengan selalu menanam modal untuk akhirat. dengan cara memberikan yang terbaik dari apa yang ia miliki kepada umat.
Abdurrahman Bin Auf, telah melakukan tiga hal utama dalam hidup yaitu, BERIBADAH DI MASJID , BERJIHAD, dan BERDAGANG . Kala adzan memanggil dengan segera ia meinggalkan bisnisnya, saat jihad pun sama, bahkan ia ikhlas memberikan dagangannya untuk keperluan perang. Ia tak pernah khawatir jadi miskin, hanya karena terus membagi-bagikan hartanya di jalan Allah, semua sebagai tabunganya di akhirat kelak.
Sahabat Nabi yang bernama Sa’ad pada masa itu berniat ingin menghibahkan separuh hartanya kepada Abdurrahman saat ia baru tiba dari hijrahnya ke madinah dalam keadaan tidak punya harta. Namun ia menolak tawaran itu, ia hanya meminta ditunjukan sebuah jalan menuju pasar.Modal harta itu memang penting. Namun sikap MENTAL YANG MANDIRI jauhlah lebih utama. Dalam prakteknya sifat kemandirian artinya, mau memberi bukan mau menerima, dan bersungguh-sungguh dalam usaha, dan bersikap positif padanya. Ia pernah miskin satu kali. karena meninggalkan hartanya di Mekah untk hijraj ke Madinah. Namun kemiskinann harta tidak semata-mata menjadikanya untuk miskin mental. Malah sebaliknya, mental kemandirianya semakin kuat. Mental mandiri tahan banting, dapat menghilangkan sifat pengecut dan penakut dalam diri seorang muslim. Ia memulai dari tidak memiliki apa-apa, sampai menjadi saudagar kaya yang berhasil.
Jujur dalam tindak tanduk (kaedah Syar'ie) nya Abdurrahman tidak hanya pada pelanggan, dan kolega bisnis, melainlkan ia juga jujur kepada Allah dan Rasulnya dalam kondisi seperti apapun. Inilah hakekat jujur sebenarnya, dimana kejujuran terhadap manusia hanya berupa turunan dari kejujuran terhadap sang pencipta. Kejujuran adalah sesuatu yang wajib dalam bisnis. Kejujuran diwujudkan dengan menyeleksi apakah baik-buruk, halal-haram, dsb. Cara memperdagangkanya pun harus syar’i, dengan menjauhi cara yang dilarang Allah, riba contohnya.
Sebelum masuk Islam, dirinya telah dikenal orang banyak sebagai pedagang jujur, dan pintar bersosialisasi. Ditambah pengetahuan mengenai syariat berdagang dalam Islam, bisnisnya semakin berkembang pesat. Tentu saja, karena Allah lebih meridhainya.
JUJUR KEPADA ALLAH, dengan menerapkan syariat bisnis, diharapkan hasil jerih payah nantinya bakal menuai keberkahan. Keberkahan adalah kuncinya bisnis sukses. Beliau selalu mengingat dan berpegang teguh pada Qur’an, khususnya dalam hal ini, QS. Al-Ahzab 33 : 36 yang artinya, “Dan tidaklah pantas bagi orang-orang beriman laki-laki atau perempuan untuk memilih sikap lain dalam urusan mereka bila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan sebuah perkara.” Maksudnya, kita sebagai umat Islam, laki-laki atau perempuan, dilarang untuk menetapkan sebuah peraturan baru untuk menghadapi sebuah permasalahan, padahal Allah dan Rasul-Nya sudah memberikan tata cara dalam menyelesaikan permasalahn sejenis. “Sami’na waata’na” (kami dengar kami ta’at) bukanya, “sami’na waasaina” (kami dengar dan kami ingkari).
Jadikan itu sebagai contoh, sebagai usahawan atau entrepeneur muslim yang baik, harus jujur.
Lantas bagaimana mereka yang belum jujur? Pedagang yang masih jauh dari sikap jujur, yang dengan elok melakukan berbagai kecurangan, tanpa memerhatikan kaidah Islam, lihatlah, perlahan-lahan ia akan mengalami kemunduran, tak sedikit berujung kegagalan. Gulung tikar. Kenapa? Karena jelas sekali hal seperti itu sama saja menghilangkan keberkahan dalam binis. Padahal berkah adalah kuncinya bisnis yang sukses.
Orang tua kita terdahulu mengajarkan, “kalau mau hidup enak dimasa depan itu, harus mau kerja keras. “berakit-rakit dahulu, berenang-renagan ketepian. Bersakit-sakit dahulu, enak-enakan kemudian.” ” Itu benar, namun jangan ditelan mentah-mendah. Kerja keras memang mencerminkan semangat ke sungguh-sungguhan dari setiap orang, dan itu memang terbukti berhasil, seiring waktu berjalan. Namun ada juga, orang yang sudah bekerja keras, berpeluh keringat, banting tulang, namun belum sempat sukses. kenapa? Karena kerja keras saja tidaklah cukup. Uniknya, pola semacam ini sudah menjadi kebiasaan di masyarakat, diturunkan dari orang tua ke anak “kalau mau sukses ya kerja keras sana!” dan mungkin ini juga menjadi sebab kenapa negara Indonesia masih berkembang saja sejak dulu. Sulit-maju-maju.
Kalau kita bisa melihat lebih jeli, hal tersebut kurang powerful. Ada hal lain yang perlu melengkapinya yaitu KERJA CERDAS yang mendorong kreatifitaas untuk berkarya lebih, menjadi pribadi yanag berkuantitas dan berkualitas lebih dibanding orang lain. dengan kerja cerdas, kita mampu menghemat banyak waktu, tentu dengan strategi yang tersusun secara apik. “ Jadi kerja keras saja atidak cukup, harus dibarenagi dengan kerja cerdas. Jadikanlah keduanaya sinergi untuk tujuan yang sama.”. Abdurrahman Bin Auf adalah salah seorang yang mampu menerapkan keselarasan antara kerja keras, dan kerja cerdas. Bagaimana bisa, setelah mengetahaui letak pasar, beliau bisa kaya dadakan? Apa beliau hanya mengutamakan kerja keras saja? Jelas tidak. Ia menerapkan Kerja Cerdas yang kreatif.
Begini cara kreatif Abdurrahman, yang mungkin bisa kita terapkan dalam bisnis masing-masing. Sebelum ia berdagang, ia akan menuju pasar. Untuk apa? untuk melakukan riset dahulu, kira-kira barang seperti apa yang dibutuhkan oleh penduduk Madinah? Setelah megetahuinya, beliau segera mencari barang yang berkualitas baik dengan harga yang lebih murah. Hasilnya… ia mampu membuat pelanggan mengantiri untuk sekadar membeli barang dari gerai miliknya.
Kecerdasan lainya juga tergambar ketika ia membeli sebidang tanah samping pasar kosong yang cukup luas, namun dianggap kurang bernilai dimata orang lain. maka ia bisa mendapatkanya dengan harga murah. Ia melihat betapa banyaknya pedagang di pasar yang merasa terbebani dengan mahalnya pajak yang penuh riba. Maka dari itu, ia memersilakan tanahnya untuk dijajaki para pebisnis lainya, gratis. Ia hanya meminta imbalan, bagi hasil seikhlasnya dari pembisnis yang numpang di tanahnya. Pedagang lain senang, Abdurrahman dapat memiliki dua keuntungan, pertama dari hasil dagangannya sendiri, kedua dari bagi hasil dengan pembisnis lainya.
Yang membuat bisnis dapat berjalan stabil sebenarnya bukan dari banyaknya pembeli. Melainkan pembeli yang sudah naik tinggat menjadi banyaknya pelanggan. Pelanggan ialah mereka yang senantiasa menunggu sesuatu barang yang dimiliki seseorang untuk di belinya, dalam waktu-waktu tertentu (rutin). Untuk menciptakan pembeli agar mau menjadi pelangggan tentu tidak mudah, perlu banyak perbaikan di bisnis kita, entah perbaikan produk, maupun perbaikan pelayanan. Bukan seorang Abdurrahman Bin Auf jika tidak terampil untuk menarik pembeli menjadi pelanggan. Ia selalu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki pembisnis lain.. maka tidak heran, ia dapat menarik banyak pelanggan dalam waktu yang relatif singkat,
Langkah berikutnya yang tak kalah penting ialah mempertahankan pelanggan itu supaya tidak berpindah ke lain hati. Mempertahankan adalah hal yang lebih sulit. Namun lagi lagi, beliau dapat mengungguli pembisnis lainya, yang membuat pelangganya tidak berlari ke toko lain. Baginya, untuk menciptakan pelanggan yang setia harus penuh memerhatikan pelanggan, di dukung dengan peningkatan kualitas barang dan pelayanan. Dari sana pelanggan puas, dan munculah rasa cinta itu di hati mereka. Ia dengan rela terbuka, dengan mendengarkan keluhan dari pelanggan sebagai bahan evaluasi bisnisnya. Terobosan tersebut telah terbukti berhasil sampai hari ini, itulah salah satu rahasia suksesnya Abdurrahman Bin Auf.
Abdurrahman Bin Auf sudah dikenal sebagai entrepreneur yang sukses dimata sahabat, maka tidak diragukan lagi keberhasilanya dalam bisnis. Meski kaya, ia tidak mudah terlena, lupa, serta kikir untuk menikmatinya sendiri. Ia MEMILIH BERBAGI , MENGINFAKKAN hartanya untuk fakir dan perjuangan umat Islam saat berjihad. Semakin banyak ia BERSEDEKAH , maka Allah senantiasa menambahkan rezeki lebih banyak lagi untuknya (baca QS. Al-Baqarah 2:26). Hitungan matematis secara akal memang, harta yang di infakkan akan berkurang. Namun jika harta tersebut di infaqkan untuk di jalan yang benar, niscaya harta tidak berkurang, malah bertambah berjuta-juta kali lipat. Di era ini betapa banyak guru kita yang menekankan berbagi untu menambah rezeki, seperti Ust. Yusuf Mansyur, Ippo Santhosa, dan banyak lagi.
Allah mengatakan sendiri, bahwa dunia selain tempat bernaung untuk akhirat, juga sebagai sarana ujian. Banyak kenikmatan yang sifatnya menipu di dunia. Wanita, anak-anak, dan harta merupakan bagian yanag termasuk di dalamnya (baca QS. Ali ‘Imran 3:14 ).Hari ini, banyak manusia yang lupa, mereka mudah terbuai, terlena dengan ke tiga contoh kesenangan yang menipu itu. Pada akhirnya, yang seharusnya ditakutkan oleh seorang muslim ialah, diperbudak oleh kesenangan dunia yang fana. Lantas lupa dengan kesengan yang hakiki, bertemu dengan-Nya di surga kelak. Sejarah mencatat, sebelum masa Rasulullah, ada tokoh yang mewakili sifat “budak harta” siapa mereka kalau bukan Raja Firaun dan Qarun. Mereka sama-sama memiliki harta yang berlimpah, serta megah. Namun kufur akan nikmat, dan karunia Allah SWT. Dan tidak ada ujung lain dari kesombogan seperti itu selain di tenggelamkan oleh air (Firaun), dan di telan bumi (Qarun). Cukuplah mereka sebagai contoh betapa ketamakan akan harta, membuat rugi diri sendiri. Abdurrahman telah menjadi tuanya harta, dialah yang mengendalikanya, bukan di kendalikan. Ia juga tidak pernah menikmati nikmat harta sendirian, semua orang disekitar pasti menikmati harta beliau. Ia membagi harta menjadi hak-hak tertentu. Hak atas Allah, keluarga, jihad, dan sebagainya. Dengan begitu ia akan mampu terhindar dari perbudakan harta yang akan berujung pada kesengsaraan sendiri, nerakanya sendiri.
Rahasia terakhir bagaimana Abdurrahman Bin Auf bisa sukses ialah, dengan menjadi insan yang PANDAI MENSYUKURI NIKMAT. Segala nikmat yang telah Allah limpahkan kepadanya, ia syukuri dengan hikmat, dan tak lupa membagikanya, melanjutkan nikmat itu ke manusia lain. Syukurnya di wujudkan ke dalam bentuk berbagai amalan, seperti amalan hati (berperasangka baik pada Allah), lisan (zikir, tahmid), dan perbuatan (sedekah, berbagi). Ia merupakan teladan bagi kita, soal hakikat dari syukur. Ia tak pernah mengeluh sedikitpun tentang apa yang ia terima dari Allah. Semakin seseorang pandai bersyukur, semakin sukses pula lah usahanya di dunia, juga di akhirat. Semoga kita termasuk orang-orang yang pandai bersyukur .
Banyak sedikitnya harta itu sama saja, tergantung bagaimana cara kita melihat. Jadilah seorang hamba yang benar-benar menghamba, dengan jalan taat sesuai syariat. Maka, tanpa meminta pun rezeki itu sudah hadir. Bukankah rezeki sudah di jamin Allah dari lahir sampai kematian? Dalam berbisnis, usahakanlah untuk tetap berpegang erat kepada tuntuna Islam, karena itu akan membawa keberkahan tidak hanya di dunia, melainkan juga keberkahan di akhirat.
Banyak jalan menuju surga, sama halnya jalan kesuksesan, ada banyak jalan menuju sukses. Tidak hanya melalui jalan bisnis, Karena hakekat manusia itu diciptakan berbeda, dengan talenta masing-masing yang unik.
*********************************
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com*********************************