JANGAN REMEHKAN DOSA BESAR RIBA
Oleh: Ustadh Muhammad Abduh Tuasikal, MSc; Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF (Editor)
Di akhir zaman sekarang ini, telah nampak praktek riba tersebar di mana-mana. Dalam ruang lingkup masyarakat yang kecil hingga tataran negara, praktek ini begitu merebak baik di perbankan, lembaga perkreditan, bahkan sampai yang kecil-kecilan semacam dalam arisan warga. Entah mungkin kaum muslimin tidak mengetahui hakekat dan bentuk riba. Mungkin pula mereka tidak mengetahui bahayanya. Apalagi di akhir zaman seperti ini, orang-orang begitu tergila-gila dengan harta sehingga tidak lagi memperhatikan halal dan haram. Sungguh, benarlah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ
زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ
حَرَامٍ
“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak
lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal
atau haram.” (HR. Bukhari no. 2083). Oleh karena itu, sangat penting sekali materi diketengahkan agar kaum
muslimin memahami apa yang dimaksud dengan riba, apa saja bentuknya dan
bagaimana dampak bahanya. As Subkiy dan Ibnu Abi Bakr mengatakan bahwa Malik
bin Anas mengatakan,
فَلَمْ أَرَ شَيْئًا أَشَرَّ
مِنْ الرِّبَا ، لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَذِنَ فِيهِ بِالْحَرْبِ
“Aku tidaklah memandang sesuatu yang lebih jelek
dari riba karena Allah Ta’ala menyatakan akan memerangi orang yang tidak mau
meninggalkan sisa riba", yaitu pada firman-Nya,
فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنْ
اللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu (disebabkan tidak meninggalkan sisa riba).” (QS. Al Baqarah:
279) ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata,
لَا يَتَّجِرْ فِي سُوقِنَا
إلَّا مَنْ فَقِهَ أَكْلَ الرِّبَا
.
“Janganlah seseorang berdagang di pasar kami
sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.” ‘Ali bin Abi Tholib
mengatakan,
مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ
يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ
“Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami
ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan
terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.” (Mughnil Muhtaj, 6/310).
Secara etimologi, riba berarti tambahan (al
fadhl waz ziyadah). (Lihat Al Mu’jam Al Wasith, 350 dan Al Misbah Al Muniir,
3/345). Juga riba dapat berarti bertambah dan tumbuh (zaada wa namaa). (Lihat
Al Qomus Al Muhith, 3/423) Contoh
penggunaan pengertian semacam ini adalah pada firman Allah Ta’ala,
فَإِذَا أَنْزَلْنَا
عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ
“Maka apabila Kami turunkan air di atasnya,
niscaya ia bertambah dan tumbuh subur.” (QS. Fushilat: 39 dan Al Hajj: 5). Sedangkan secara terminologi, para ulama
berbeda-beda dalam mengungkapkannya. Di antara definisi riba yang bisa
mewakili definisi yang ada adalah definisi dari Muhammad Asy Syirbiniy. Riba
adalah:
عَقْدٌ عَلَى عِوَضٍ
مَخْصُوصٍ غَيْرِ مَعْلُومِ التَّمَاثُلِ فِي مِعْيَارِ الشَّرْعِ حَالَةَ
الْعَقْدِ أَوْ مَعَ تَأْخِيرٍ فِي الْبَدَلَيْنِ أَوْ أَحَدِهِمَا
“Suatu akad/transaksi pada barang tertentu yang
ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut ukuran syari’at,
atau adanya penundaan penyerahan kedua barang atau salah satunya.” (Mughnil
Muhtaj, 6/309).
Ada pula definisi lainnya seperti yang
dikemukakan oleh Ibnu Qudamah, riba adalah:
الزِّيَادَةُ فِي أَشْيَاءَ
مَخْصُوصَةٍ
Artinya: “Penambahan pada barang
dagangan/komoditi tertentu.” (Al Mughni, 7/492). Seperti kita ketahui bersama dan bukanlah suatu
hal yang asing lagi bahwa riba adalah sesuatu yang diharamkan dalam syari’at
Islam. Ibnu Qudamah mengatakan,
وَهُوَ مُحَرَّمٌ
بِالْكِتَابِ ، وَالسُّنَّةِ ، وَالْإِجْمَاعِ
“Riba itu diharamkan berdasarkan dalil Al
Qur’an, As Sunnah, dan Ijma’ (kesepakatan kaum muslimin).” (Al Mughni, 7/492).
Bahkan tidak ada satu syari’at pun yang menghalalkan riba. Al Mawardiy
mengatakan, “Sampai dikatakan bahwa riba sama sekali tidak dihalalkan dalam
satu syari’at pun. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَأَخْذِهِمْ الرِّبَا وَقَدْ
نُهُوا عَنْهُ
“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal
sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya.” (QS. An Nisaa’: 161).
Maksudnya adalah riba ini sudah dilarang sejak dahulu pada syari’at sebelum
Islam. (Mughnil Muhtaj, 6/309). Di antara dalil Al Qur’an yang mengharamkan
bentuk riba adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imron: 130)
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” (QS. Al Baqarah: 275). Di antara dalil haramnya riba dari
As Sunnah adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan
bahwa memakan riba termasuk DOSA BESAR.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
« اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ
الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ
الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ
الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ »
“Jauhilah tujuh dosa besar yang akan
menjerumuskan pelakunya dalam NERAKA.” Para sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah, apa saja dosa-dosa tersebut?” Beliau mengatakan, “[1] Menyekutukan
Allah, [2] Sihir, [3] Membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan
alasan yang dibenarkan, [4] Memakan harta anak yatim, [5] memakan riba, [6]
melarikan diri dari medan peperangan, [7] menuduh wanita yang menjaga
kehormatannya lagi (bahwa ia dituduh berzina).” (HR. Bukhari no. 2766 dan
Muslim no. 89)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun MELAKNAT
para rentenir (pemakan riba), yang mencari pinjaman dari riba, bahkan SETIAP
ORANG YANG IKUT MENOLONG dalam mu’amalah ribawi juga ikut terlaknat.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ
هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (NASABAH),
pencatat riba (sekretaris) dan dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka
semua itu sama.”(HR. Muslim no. 1598). Maksud perkataan “mereka semua itu
sama”, Syaikh Shafiyurraahman Al Mubarakfury mengatakan, “Yaitu sama dalam dosa
atau sama dalam beramal dengan yang haram. Walaupun mungkin bisa berbeda dosa
mereka atau masing-masing dari mereka dari yang lainnya.” (Minnatul Mun’im fi
Syarhi Shohihil Muslim, 3/64)
Sungguh dalam beberapa hadits disebutkan dampak
buruk dari memakan riba. Orang yang mengetahui hadits-hadits berikut ini, tentu
akan merasa jijik jika harus terjun dalam lembah riba.
1. Memakan riba lebih buruk dosanya dari
perbuatan zina.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ
الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً
“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari
transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan
perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul
Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini
shahih)
2. Dosa memakan riba seperti dosa seseorang yang
menzinai ibu kandungnya sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
الرِبَا ثَلاَثَةٌ
وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ
أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling
ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri.
Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan
saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya).
3. Tersebarnya riba merupakan “pernyataan tidak
langsung” dari suatu kaum bahwa mereka berhak dan layak untuk mendapatkan adzab
dari Allah Ta’ala. Tersebarnya riba merupakan “pernyataan tidak
langsung” dari suatu kaum bahwa mereka berhak dan layak untuk mendapatkan adzab
dari Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ
وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
“Apabila telah marak perzinaan dan praktek
ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah
menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al Hakim. Beliau
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan lighairihi). Jadi dari gambaran hadis tentang besarnya
dosa Riba, maka dapat dikalkulasi
sbb: jika dalam 1 tahun pencairan
sebanyak Rp 1,2 Milyar dengan jangka waktu 3 tahun dan bunga 20% pertahun, maka
sama saja dengan melakukan zina sebanyak 40 tahun (jika dalam 1 hari berzina
sebanyak 30x). Astaghfirullaah..Dosa Memakan 1 dirham Riba Seperti Dosa
Seseorang yang Berzina sebanyak 36x.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دِرْهَمُ
رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ
زَنْيَةً
“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari
transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan
perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul
Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini
shahih). Jadi, dosa Memakan Riba seperti
dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الرِبَا
ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ
وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling
ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri.
Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan
saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al=Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya).
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ
وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam),
penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi
riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598).
Riba
tidak diragukan lagi keharamannya. tetapi, masih banyak orang yang terjebak di
dalamnya. Berikut ini beberapa dalil seram terpaut riba.
1. Kondisi pemakan riba di neraka. Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menuturkan ‘kunjungannya’ ke neraka,
فَأَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ – حَسِبْتُ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ – أَحْمَرَ مِثْلِ الدَّمِ ، وَإِذَا فِى النَّهَرِ رَجُلٌ سَابِحٌ يَسْبَحُ ، وَإِذَا عَلَى شَطِّ النَّهَرِ رَجُلٌ قَدْ جَمَعَ
عِنْدَهُ حِجَارَةً كَثِيرَةً ، وَإِذَا ذَلِكَ السَّابِحُ يَسْبَحُ مَا يَسْبَحُ ، ثُمَّ يَأْتِى ذَلِكَ الَّذِى قَدْ جَمَعَ عِنْدَهُ الْحِجَارَةَ فَيَفْغَرُ لَهُ فَاهُ فَيُلْقِمُهُ حَجَرًا فَيَنْطَلِقُ يَسْبَحُ ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَيْهِ ، كُلَّمَا رَجَعَ إِلَيْهِ فَغَرَ لَهُ فَاهُ فَأَلْقَمَهُ حَجَرًا – قَالَ – قُلْتُ لَهُمَا مَا هَذَانِ قَالَ قَالاَ لِى انْطَلِقِ انْطَلِقْ
“Kami menghadiri sungai yang airnya merah serupa darah. seketika terdapat seseorang lelaki yang yang berenang di dalamnya, dan juga di tepi sungai terdapat orang yang mengumpulkan batu banyak sekali. kemudian orang yang berenang itu menghadiri orang yang telah mengumpulkan batu, sambil membuka mulutnya dan juga orang yang mengumpulkan batu tadi kesimpulannya menyuapi batu ke dalam mulutnya. Orang yang berenang tersebut kesimpulannya berangkat menghindar sembari berenang. setelah itu dia berulang lagi pada orang yang mengumpulkan batu. tiap dia berulang, dia membuka mulutnya lalu disuapi batu ke dalam mulutnya. saya mengatakan kepada keduanya, “apa yang lagi mereka jalani berdua? ” mereka berdua mengatakan kepadaku, “berangkatlah, berangkatlah. ” hingga kami juga berangkat. ”
Dalam lanjutan Hadits disebutkan,
وَأَمَّا الرَّجُلُ الَّذِى أَتَيْتَ عَلَيْهِ يَسْبَحُ فِى النَّهَرِ وَيُلْقَمُ الْحَجَرَ ، فَإِنَّهُ آكِلُ الرِّبَا
“Adapun orang yang tiba dan juga berenang di sungai kemudian disuapi batu, seperti itu pemakan riba. ” (hr bukhari, nomor 7047)
2. Diancam dengan perut yang besar serupa rumah dan juga dipadati dengan ular – ular.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَتَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِىَ بِى عَلَى قَوْمٍ بُطُونُهُمْ كَالْبُيُوتِ فِيهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْ خَارِجِ بُطُونِهِمْ فَقُلْتُ مَنْ هَؤُلاَءِ يَا جِبْرَائِيلُ قَالَ هَؤُلاَءِ أَكَلَةُ الرِّبَا
"Pada
malam Isra’, saya menghadiri sesuatu kalangan yang perutnya sebesar rumah dan
juga dipadati dengan ular - ular. Ular
tersebut nampak dari luar. akupun bertanya, “siapakah mereka wahai Jibril? ”
“mereka merupakan para pemakan riba, ” jawab dia. ” (HR. Ibnu Majah, nomor.
2273; Ahmad, 2: 353, 363. Sanad Hadits ini dha’if sebagaimana kata al - Hafizh Abu
Thahir. dalam sanadnya ada Abu Ash - shalet yang majhul)
3. Dosa riba yang amat ringan serupa menzinai
bunda kandung sendiri. Dari ‘Abdullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
الرِّبَا ثَلاَثَةٌ
وَسَبْعُونَ بَابًا
“Riba itu terdapat 73 pintu.” (HR. Ibnu Majah,
nomor. 2275. al - Hafizh Abu Thahir berkata kalau hadits ini hasan). Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الرِّبَا سَبْعُونَ حُوبًا
أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ
“Riba itu terdapat 7 puluh dosa. yang amat
ringan merupakan serupa seorang menzinai bunda kandungnya seorang diri. ” (HR.
Ibnu Majah, nomor. 2274. Al- Hafizh Abu Thahir berkata kalau Hadits ini Hasan).
Dalam riwayat al - Hakim disebutkan,
الرِبَا ثَلاَثَةٌ
وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ
أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
“Riba itu terdapat 73 Pintu (dosa). yang amat
ringan merupakan misalnya dosa seorang yang menzinai bunda kandungnya seorang
diri. ” (HR. al - Hakim, 2: 37. al - Hakim berkata kalau Hadits ini setimpal
ketentuan syaikhain –Bukhari dan juga Muslim -. perihal ini disepakati oleh adz
- Dzahabi. al - Bushiri berkata kalau sanad hadits ini Shahih, demikian
disebutkan dalam tahqiq Sunan Ibnu Majah oleh al - Hafizh Abu Thahir).
4. Ayat Riba menggambarkan kalangan ayat
terakhir yang turun. Dari ‘Umar bin al - Khattab
radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan,
إِنَّ آخِرَ مَا نَزَلَتْ
آيَةُ الرِّبَا وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قُبِضَ وَلَمْ
يُفَسِّرْهَا لَنَا فَدَعُوا الرِّبَا وَالرِّيبَةَ
“Ayat yang terakhir turun merupakan ayat riba.
dan juga begitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diwafatkan dan juga
belum ditafsirkan pada kita. mereka menyebutnya Riba dan juga Ribah.” (hr. Ibnu
Majah, nomor. 2276; Ahmad, 1: 36. al - Hafizh Abu Thahir berkata kalau sanad
hadits ini dha’if karena terdapat ‘illah - cacat - di dalamnya).
5.
Yang tidak makan riba dapat senantiasa rasakan debunya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ
زَمَانٌ لاَ يَبْقَى مِنْهُمْ أَحَدٌ إِلاَّ أَكَلَ الرِّبَا فَمَنْ لَمْ يَأْكُلْ
أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ
“Akan tiba pada manusia sesuatu era tidak hendak
tersisa kecuali pemakan riba. siapa yang tidak makan riba kala itu, dia dapat
memakan debunya.” (HR. Ibnu Majah, nomor. 2278; Abu Daud, nomor. 3331. Al -
Hafizh Abu Thahir berkata kalau sanad Hadits ini dha’if sebabnya karena terdapat
‘illah dan juga Al - Hasan tidak mendengar dari Abu Hurairah).
6. Makan riba lebih parah dari 33 kali zina. Jeleknya
riba disebutkan oleh seseorang tabi’in yang bernama Ka’ab al - Ahbar, seseorang
mantan pendeta Yahudi yang mengerti hendak kitab - kitab Yahudi, terlebih lagi
dapat mengenali secara universal manakah yang shahih dan juga batil dari kitab
tersebut ("amati siyar a’lam an - Nubala’, 3: 489 - 894). Ka’ab rahimahullah
melaporkan,
لأَنْ أَزْنِىَ ثَلاَثاً
وَثَلاَثِينَ زَنْيَةً أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ آكُلَ دِرْهَمَ رِباً يَعْلَمُ
اللَّهُ أَنِّى أَكَلْتُهُ حِينَ أَكَلْتُهُ رِباً
“Aku berzina sebanyak 33 kali lebih saya suka
daripada memakan satu dirham riba yang Allah ketahui saya memakannya kala saya
memakan riba. ” (HR. Ahmad, 5: 225. Syaikh Syu’aib al - Arnauth berkata kalau
sanad hadits ini shahih)
7. Bila Riba sudah menggila, layak mampu azab tersebarnya
riba menggambarkan “pernyataan tidak langsung” dari sesuatu kalangan kalau
mereka berhak dan juga layak buat memperoleh adzab dari Allah Ta’ala. dari Ibnu
‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ
وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
“Apabila telah gempar perzinaan dan juga praktek
ribawi di sesuatu negara, hingga begitu penduduk negara tersebut telah
menghalalkan diri mereka buat diadzab oleh Allah.” (HR. al - Hakim. dia
berkata kalau sanad hadits ini shahih. Imam Adz - Dzahabi berkata, hadits ini
shahih. Syaikh al - Albani berkata kalau hadits ini Hasan Lighairihi
sebagaimana diucap dalam Shahih at - Targhib wa Tarhib, nomor. 1859)
8.
Riba hendak lenyap berkah walaupun riba terus meningkat banyak. Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنَ
الرِّبَا إِلاَّ كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى قِلَّةٍ
“Riba membikin suatu jadi meningkat banyak.
tetapi ujungnya riba kian membikin sedikit (sedikit jumlah, ataupun sedikit
berkah, - pen. ).” (HR. Ibnu Majah, nomor. 2279; al - hakim, 2: 37. al -
Hafizh Abu Thahir berkata kalau sanad hadits ini shahih).
9.
Riba dan juga akal - akalannya merupakan kerutinan kurang baik orang Yahudi. Riba merupakan kerutinan kurang baik orang -
orang yahudi sebagaimana dimaksudkan dalam ayat berikut,
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ
هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ
سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرً
وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ
نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا
لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“Maka diakibatkan kezaliman orang - orang
Yahudi, Kami haramkan atas (memakan santapan) yang baik-baik (yang dahulunya)
dihalalkan untuk mereka, dan juga karena mereka banyak membatasi (manusia) dari
jalur Allah. Dan juga diakibatkan mereka memakan riba, sementara itu sebetulnya
mereka telah dilarang daripada-nya, dan juga karena mereka memakan harta barang
orang dengan jalur yang batil. Kami telah sediakan buat orang - orang yang kafir
di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An - Nisaa’: 160 - 161)
Ibnu Katsir berkata kalau Allah telah melarang
Riba pada kalangan Yahudi, tetapi mereka menerjangnya dan juga mereka memakan
riba tersebut. Mereka juga melaksanakan pengelabuan buat dapat menerjang riba.
Seperti itu yang mereka memakan harta manusia dengan trik yang batil.
(amati Tafsir al - Qur’an al - ‘Azhim, 3: 273). Siapa
yang mengambil riba terlebih lagi melaksanakan tipu energi dan juga akal -
akalan biar riba itu jadi halal, berarti dia telah menjajaki jejak kalangan
Yahudi. dan juga inilah yang sudah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ
حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ
وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ. فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ. فَقَالَ
وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
“Kiamat tidak hendak terjalin sampai umatku
menjajaki jalur generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi
sehasta. ” kemudian terdapat yang menanyakan pada rasulullah - shallallahu
‘alaihi wa sallam - , “apakah mereka itu menjajaki serupa persia dan juga
romawi? ” dia menanggapi, “selain mereka, lalu siapa lagi? “ (hr. bukhari,
nomor. 7319)
Dari Abu Sa’id al-Khudri
Radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan kalau rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ
دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh kamu hendak menjajaki jalur orang -
orang saat sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan juga sehasta demi sehasta
hingga bila orang - orang yang kamu simaklah itu masuk ke lubang dhob (yang
kecil sekalipun, - pen) , tentu kamu juga hendak mengikutinya. ” kami (para
teman) mengatakan, “wahai rasulullah, apakah yang diiringi itu merupakan yahudi
dan juga nashrani? ” dia menanggapi, “lantas siapa lagi? ” (HR. Muslim, nomor.
2669).
Wallahu A’lam
===================
* Al-Ustadh Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, Alumnus King Saud University, Riyadh, Saudi Arabia. Guru dan Masyaikh yang
pernah diambil ilmunya: Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Sa'ad Asy-Syatsri dan
Syaikh Shalih Al-'Ushaimi. Sekarang menjadi Pimpinan Pesantren Darush Sholihin,
Panggadepang, Gunungkidul
* Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF, Alumnus Akademi
Pengajian Islam, Universiti Malaya, Spesialisasi
bidang Ekonomi, Bisnis dan Keuangan Islam. Gelar Profesi CPIF (Chartered
Professional in Islamic Finance) dari CIIF (Chartered Institute of Islamic
Finance) yang berpusat di Kuala Lumpur, Malaysia. Berguru dengan banyak ulama di Malaysia dan Indonesia. Alhamdulillah,
sudah berguru dengan beberapa Ulama dunia pemegang Sanad al-Qur’an yaitu dengan
Asy-Syaikh Sayyid Harun ad-Dahhab (Ulama Qira’at dari Univ. Al Azhar, Mesir), dan
Syeikh al-Mukri Abdurrahman Muknis al-Laitsi (Guru al-Qur’an dari Dar al-Azhar,
Mesir), serta belajar metode Hafalan dengan Syaikh DR Said Thalal al-Dahsyan
(Direktur Dar al-Qur’an al-Karim wa Sunnah, Palestina). Sekarang ini mengurus Baitul Mal
Mina, NGO IndoCares, MTEC dan Darul Qur’an Mina. E-mail: ustazsofyan@gmail.com.