Oleh:
Ust. Ahmad Anshari, Lc; Tim Idrisiyyah.or.id; Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA,
CPIF (Editor)
Islam sebagai agama yang universal mengatur segala aspek
kehidupan manusia, di antaranya aturan syariah dalam bermu’amalah. Mu’amalah
ialah kegiatan-kegiatan yang menyangkut hubungan antar manusia yang meliputi
aspek politik, ekonomi dan sosial. Dalam bermuamalah kita sering melakukan berbagai bentuk kerja
sama antara kedua belah pihak. Dalam Islam kerjasama tersebut diatur dalam
sebuah akad (perjanjian) mudharabah. Dalam fiqih klasik ilmu
bahasan ini disebut dengan Fiqih Qiradh. Uraian pembahasan ini erat
kaitannya dengan investasi yang sudah dilakukan dalam divisi ekonomi Tarekat
Idrisiyyah dalam berbagai sector usaha seperti Qini Mart, peternakan,
perikanan/tambak udang, dan lain-lain.
Mudharabah berasal dari kata dharbun [ضَرْبٌ]
yang mengandung arti memukul atau berangkat (pergi). Yang dimaksud dharbun di
sini adalah berasal dari potongan ayat wa aakhoruuna yadhribuuna fil
ardhi yabtaghuuna min fadhlillaah [وَآخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللَّهِ] Dan yang lainnya, mereka berangkat di muka bumi untuk mencari
karunia Allah. (Q.S. Al Muzzamil: 20). Makna yadhribuuna [يَضْرِبُونَ]
di sini adalah berusaha atau berbisnis. Kata dharbun [ضَرْبٌ]
tersebut masuk ke dalam wazan ‘mufa’alah’ sehingga menjadi mudharabah.
Sedangkan qiradh menurut bahasa artinya al qith’u [القطع] yang mengandung arti potongan. Orang yang memiliki harta memotong sebagian hartanya untuk dibelanjakan atau dikaryakan untuk suatu usaha sehingga mendapatkan keuntungan. Secara terminologi (istilah), yaitu suatu akad dari kedua belah untuk melakukan kerja sama dalam suatu usaha. Pihak pertama disebut dengan Shahibul Mal (penyandang dana atau investor), dan pihak kedua disebut dengan Mudharib atau pelaku usaha. Kegiatan mudharah atau qiradh ini bisa dilakukan oleh dua orang atau pihak.
Sedangkan qiradh menurut bahasa artinya al qith’u [القطع] yang mengandung arti potongan. Orang yang memiliki harta memotong sebagian hartanya untuk dibelanjakan atau dikaryakan untuk suatu usaha sehingga mendapatkan keuntungan. Secara terminologi (istilah), yaitu suatu akad dari kedua belah untuk melakukan kerja sama dalam suatu usaha. Pihak pertama disebut dengan Shahibul Mal (penyandang dana atau investor), dan pihak kedua disebut dengan Mudharib atau pelaku usaha. Kegiatan mudharah atau qiradh ini bisa dilakukan oleh dua orang atau pihak.
Di dalam mudharabah harus jelas point yang disepakatinya. Jika
seseorang meminjamkan uang kepada orang lain untuk orang sakit, membeli beras,
dan lainnya hal itu bukan disebut sebagai mudharabah atau qiradh, karena
termasuk kebutuhan konsumtif. Konsep mudharabah adalah dalam bingkai usaha.
Jika meminjamkan uang untuk kepentingan yang bersifat konsumtif disebut dengan
Riba. Disebut dalam hadis: kullu qardhin jarro naf’an fahuwa
riba [كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ نَفْعًافَهُوَ
رِبًا] (tiap pinjaman
untuk konsumsi dan mengambil kemanfaatannya maka dinamakan riba).
Dahulu ada orang Yahudi melakukan hal tersebut, meminjamkan uang
kepada orang yang sedang sakit. Kemudian ia kenakan bunganya (seminggu atau
sebulan). Sehingga ketika belum melunasinya ia hitung terus bunganya. Qardhun (pinjaman)
yang bersifat konsumtif yang diambil keuntungannya di sini dihukumkan haram.
Berbeda dengan Qiradh, yang diperuntukkan untuk bisnis.
Pengertian qiradh atau mudharabah adalah
suatu bentuk akad yang dibuat oleh kedua belah pihak untuk membangun suatu
usaha dengan keuntungan dibagi berdua sesuai kesepakatan. Pihak pertama adalah
penyandang dana (investor/shahibul mal), dan pihak kedua
adalah pelaku usaha (mudharib).
Rukun Mudharabah:
1. Akad,
2. Usaha (halal) yang
disepakati,
3. Modal (harta),
4. Shahibul mal
(pemilik dana)
5. Mudharib (pelaku
usaha)
6. Keuntungan.
Cara mengambil keuntungan ada 2. Pertama dengan cara
mengambil nisbah(persentase)nya, untuk penyandang dana, dan pelaku
usaha. Diperlukan sikap adil. Keadilan bukan dalam arti sama, yakni
kebijaksanaan (kearifan) dalam membagi hasil. Dihitung bulanan atau tahunan,
apakah ada keuntungannya. Dibagi 50:50. 60:40, dan sebagainya sesuai
kesepakatan awal, dan pendekatannya adalah keadilan.
Apabila usahanya sudah berjalan stabil, pengalaman, teruji dari
waktu ke waktu, berkembang dari satu tempat ke tempat lain, maka boleh
mengambil keuntungan atas kesepakatan bersama tidak menunggu hasil tapi sudah
ditentukan dari jumlahnya. Misalnya diberikan sekian persen dari modal yang
diberikan. Hal ini dimusyawarahkan dan terjadi mufakat di kedua belah pihak.
Dalam kasus meminjam uang di bank dalam rangka menambah modal
usaha, kita bisa menggunakan akad mudharabah/qiradh ini.
Pihak bank sebagai shahibul mal (penyandang dana), dan kita
sebagai mudharib (pelaku usaha). Jika kita telah mempunyai
kecakapan dalam usaha, dengan kestabilan usaha, sehingga dimusyawarahkan oleh
kedua belah pihak mengenai bagi hasilnya, maka boleh mengambil persentase dari
modal yang diserahkan oleh bank.
Berbeda dengan jika usahanya masih baru, yang berusaha belum
berpengalaman, maka hal itu tidak diperbolehkan dalam kondisi normal. Walau
pihak bank menentukan besar persentase hasilnya. Tapi jika dalam kondisi
darurat, di mana usaha menjadi wajib sementara keluarga mesti diberikan nafkah
hidup maka diperbolehkan. Dalam illmu fiqih disebut dengan Ummul balwa (darurat).
Yang diperlukan adalah kesungguhan dalam berusaha supaya dapat
mengembalikannya.
Dalam keseharian, jika tidak memahami fiqih qirah/mudharabah akan
mengalami perselisihan (baik ketika untung atau rugi). Ketika untung tidak
adil, ketika rugi saling menyalahkan. Akhirnya saudara menjadi musuh karena
kerjasama usaha tersebut.
Di zaman modern saat ini mesti dituangkan poin-poin yang
disepakati bersama. Sering dalam keseharian, dalam urusan pinjam meminjam modal
tidak ada akad, aturan main, MoU, dsb. Akhirnya terjadi perselisihan, silang
pendapat, konflik, dan lainnya. Hal itu terjadi karena tidak ada konsep fikih.
Jangan hanya mengandalkan rasa percaya yang ada dalam hati. Tapi mesti
dibungkus dengan aturan fikih. Yakni Fikih Muamalah dengan Bab Mudharabah.
Agama Islam yang sempurna dan komprehensif ajarannya benar-benar
memperhatikan aspek zhahir (ilmu fiqih) dan aspek batin (ilmu tasawuf).
Kerjasama usaha yang lebih utama adalah yang dibangun dan
dikelola oleh lembaga yang resmi. Kerjasama antar pribadi yang tidak ada
penengahnya sering mengalami masalah ketika tidak ada MoU, kesepakatan tertulis
dan disaksikan. Hal itu berujung kepada perselisihan dan membawa kepada rizki
yang tidak berkah.
Tidak semua orang memiliki kecakapan
entrepreneurship (kemampuan berwirausaha), meski sudah mengerti teori ekonomi
yang didapati di bangku sekolah/kuliah. Adanya lembaga seperti BMT (Baitul Mal
wat Tamwil) menjadi media (intermediary) kerjasama usaha yang terbaik bagi
umat.
Bentuk
kerjasama diistilahkan dengan syirkah. Termasuk kerja sama
bisnis. Sebelum kita membahas lebih dalam tentang jenis-jenis syirkah,
kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa pengertian syirkah. Syirkah adalah,
عقد بين
المتشاركين في رأس المال و الربح
“Akad
kerjasama antara mitra usaha dalam pemodalan dan pembagian keuntungan”.
(Lihat
: Fiqh Al-Islam wa Adillatuh 4/876, Al-Mu’amalat Al-Maliyah
Al-Mu’ashirah, hal. 33)
Imam
Al-Mawardi rahimahullah menjelaskan definisi syirkah,
اجتماع في
استحقاق أو تصرف
“Perhimpunan
dalam hak kepemilikan atau pengelolaan harta/modal (tasharruf)”. (Al-Inshof 5/407). Secara
umum, syirkah terbagi menjadi dua macam :
1. Syirkah amlak (kepemilikan),
adalah syirkah yang terbentuk tanpa melalui akad kerjasama.
Contohnya seperti kepemilikan warisan oleh semua ahli waris, atau kepemilikan
hibah oleh semua penerima hibah, dst.Syirkah inilah yang dimaksud oleh Imam
al-Mawardi sebagai kerjasama dalam hak kepemilikan (Ijtima’ fi istihqaq).
2. Syirkah ‘uqud (kerja sama
karena transaksi), adalah syirkah yang terbentuk karena ada
akad kerjasama. Syirkah inilah yang
dimaksud oleh Imam al-Mawardi sebagai kerjasama dalam pengelolaan harta/modal (Ijtima’
fi at-tashorruf).
Syirkah
amlak tidak masuk
pembahasan fikih mu’amalat maliyah. Sementara yang dimaksudkan oleh para
ulama pakar Ekomoni Islam ketika berbicara syirkah, adalah syirkah uqud.
Syirkah uqud terbagi empat macam :
Pertama, syirkah ‘inan. Pengertiannya
adalah,
أن يشترك رجلان
بماليهما على أن يعملا بأبدانهما والربح بينهما
Kerjasama antara
dua pihak (atau lebih), yang masing-masing menyediakan modal dan tenaga,
dengan bagi hasil keuntungan. (Al-Mu’amalat Al-Maliyah Al-Mu’ashirah,
hal. 35)
Contohnya
: Slamet dan Taqiq kerjasama dalam Usaha Kounter HP. Masing-masing memberikan
kontribusi modal. Kemudian mereka sepakat untuk membuat shift jaga kounter,
Slamet mendapatkan jatah jaga pagi sampai siang, Tariq dari siang sampai sore. Dalam
syarikah inan, tidak disyaratkan harus sama dalam modal, tenaga dan
dalam pembagian laba. Masing-masing mitra usaha mendapat jatah keuntungan dan
menanggung kerugian sesuai nilai modal yang dia setorkan.
Kedua, syirkah mudharabah. Pemgertiannya
adalah,
أن يدفع ماله
الى آخر يتجر فيه والربح بينهما
“Kerjasama
usaha, dimana pihak pertama menyediakan modal, pihak lainnya
menjadi pengelola atau pengusaha, dan keuntungan usaha dibagi
sesuai kesepakatan.” (Al-Mu’amalat
Al-Maliyah Al-Mu’ashirah, hal. 35). Pemodal disebut shahibul mal. Sedangkan Pelaku
usaha diistilahkan mudharib. Contohnya, Sumiati memiliki uang 50
juta rupiah. Dia berkeinginan menanamkan uangnya sebagai modal usaha bakso
beranak. Ia meminta Cut Tari untuk menjalankan usaha. Kemudian keuntungan
dibagi berdasarkan kesepakatan mereka berdua. Dalam contoh ini Sumiati disebut shahibul
mal, dan Cut Tari disebut mudharib. Perbedaan
antara syirkah ‘inan dan syirkah mudharabah, dalam
inan masing-masing pihak adalah pemodal sekaligus pelaku usaha, sedangkan dalam
mudhoroba satu pihak adalah penyedia modal, kemudian pihak lain adalah pelaku
usaha.
Ketiga, syirkah wujuh. Definisinya
adalah,
أن يشترك اثنان
فيما يشتريان بجاههما وثقة التجار بهما من غير أن يكون لهما رأس مال, ويعاملان
فيه, وما يحصلان عليه من ربح فهو بينهما على ما شرطوه
Kerjasama
dua pihak (atau lebih), untuk membeli sesuatu tanpa modal karena
kepercayaan dan kedudukannya di mata pemilik barang, lalu
diperdagangkan bersama, kemudian keuntungan dibagi sesuai kesepakatan. (al-Mu’amalat
al-Maliyah al-Mu’ashirah, hal. 36). Contohnya, Pak Budi dan Pak Udin bekerjasama
membuka Butik Pakaian Muslim di kota Banda Aceh. Keduanya memiliki kenalan
suplier pakaian muslim terkenal di Jakarta. Karena suplier ini sudah sangat
percaya kepada mereka berdua, iapun mengirimkan sekian kodi baju untuk
dijualkan. Sehingga Pak Bdi dan Pak Udin tidak perlu mengeluarkan modal.
Kemudian setelah barang laku terjual, mereka bayarkan modalnya ke pihak
suplier, dan keuntungan mereka bagi berdua sesuai kesepakatan.
Keempat, syirkah abdan /a’mal. Definisinya,
أن يشترك اثنان
فأكثر فيما يكتسبونه بأيديهم كالصناع, ويكون الربح بحسب ما شرطوه
Kerjasama
antara dua pihak atau lebih, dalam mengerjakan suatu proyek;
seperti borongan tukang, kemudian keuntungan dibagi susuai aturan yang
disepakati. (al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah, hal. 36). Contohnya,
Mahdi dan Hanif adalah nelayan di Laut Selat Malaka. Keduanya sepakat untuk
mengumpulkan ikan hasil tangkapan mereka. Lalu hasil penjualannya, mereka bagi
berdua sesuai kesepakatan. Contoh lain, Mukidi, Saiful, dan Sukardi adalah
sahabat seprofesi buruh bangunan. Mereka berkerjasama dalam menggarap suatu
proyek bangunan. Kemudian upah yang di dapat dari proyek itu, mereka bagi
bertiga sesuai kesepatakan. (Disadur
dari idrisiyyah.or.id, konsultasisyariah.com dengan beberapa perubahan)
=======================
* Ust. Sofyan
Kaoy Umar, MA, CPIF, Alumnus Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, Spesialisasi bidang Ekonomi, Bisnis
dan Keuangan Islam. Gelar Profesi CPIF (Chartered Professional in Islamic
Finance) dari CIIF (Chartered Institute of Islamic Finance) yang berpusat
di Kuala Lumpur, Malaysia. Berguru dengan banyak ulama di Malaysia dan Indonesia. Alhamdulillah,
sudah berguru dengan beberapa Ulama dunia pemegang Sanad al-Qur’an yaitu dengan
Asy-Syaikh Sayyid Harun ad-Dahhab (Ulama Qira’at dari Univ. Al Azhar, Mesir), dan
Syeikh al-Mukri Abdurrahman Muknis al-Laitsi (Guru al-Qur’an dari Dar
al-Azhar, Mesir), serta belajar metode Hafalan dengan Syaikh DR Said Thalal
al-Dahsyan (Direktur Dar al-Qur’an al-Karim wa Sunnah, Palestina).
Sekarang ini mengurus Baitul Mal
Mina, NGO IndoCares, MTEC dan Darul Qur’an Mina. e-mail: ustazsofyan@gmail.com.