Ikhlas
adalah fondasi dalam seluruh jenis ibadah, termasuk ketika berinfak dan
bersedekah. Allâh Azza wa Jalla akan melipatgandakan balasan bagi orang yang
berinfak di jalan-Nya dengan ikhlas. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
مَثَلُ الَّذِينَ
يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ
سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ
يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Perumpamaan
(infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allâh adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allâh melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allâh Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui". [Al-Baqarah/2:261]
Tetapi
balasan yang besar tersebut disyaratkan dengan ikhlas, yang di antara tandanya
adalah tidak mengungkit infak tersebut dan tidak mengiringi dengan perbuatan
atau perkataan yang menyakitkan. Sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla pada
ayat berikutnya:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ
أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا
وَلَا أَذًى ۙ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا
هُمْ يَحْزَنُونَ
"Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allâh, kemudian mereka tidak mengiringi apa
yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Robb mereka.
Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati". [Al-Baqarah/2:262]
Oleh
karena dengan kasih sayang-Nya, Allâh Azza wa Jalla melarang para hamba-Nya
yang beriman melakukan manna (mengungkit pemberian) dan adza (perkataan
atau perbuatan yang menyakitkan), karena hal itu akan membatalkan pahala
sedekah yang telah mereka berikan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ
رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ
كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ
صَلْدًا ۖ لَا
يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman
kepada Allâh dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin
yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari
apa yang mereka usahakan; dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang kafir".
[Al-Baqarah/2:264]
Di
dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla menyebutkan 4 perkara yang bisa merusak
sedekah:
1. Menyebut-nyebut
sedekah.
2. Menyakiti
perasaan si penerima.
3. Berinfak
karena riya (mencari pujian/nama) kepada manusia.
4. Tidak
beriman kepada Allâh dan hari kemudian.
Di
dalam ayat di atas diterangkan bahwa manna (menyebut-nyebut
sedekah) bisa membatalkan pahala sedekah. Oleh karena itu, kita harus
mengetahui apa yang dimaksud dengan manna tersebut dan
berusaha menjauhinya.
Syaikh
Abu Bakar Jabir al-Jazairi rahimahullah (wafat th 1438 H) berkata, “Al-mann adalah
menyebut sedekah dan menghitung-hitungnya kepada orang yang menerima sedekah
dengan bentuk pemberian kebaikan kepadanya. Sedangkan al adza adalah:
menyakiti orang yang menerima sedekah dan menghinakannya dengan kalimat yang
pedas, atau kalimat yang merusak kehormatannya, atau menjatuhkan kemuliaannya.”
[Tafsîr Aisarut Tafâsir, 1/254, surat Al-Baqarah ayat 262]
Ibnu
Hajar al-Makkiy rahimahullah (wafat th 974 H) berkata,
إنَّ الْمَنَّ هُوَ أَنْ
يُعَدِّدَ نِعْمَتَهُ عَلَى الْآخِذِ أَوْ يَذْكُرَهَا لِمَنْ لَا يُحِبُّ
الْآخِذُ اطِّلَاعَهُ عَلَيْهِ، وَقِيلَ: هُوَ أَنْ يَرَى أَنَّ لِنَفْسِهِ
مَزِيَّةً عَلَى الْمُتَصَدَّقِ عَلَيْهِ بِإِحْسَانِهِ إلَيْهِ وَلِذَلِكَ لَا
يَنْبَغِي أَنْ يَطْلُبَ مِنْهُ دُعَاءً وَلَا يَطْمَعَ فِيهِ، لِأَنَّهُ رُبَّمَا
كَانَ فِي مُقَابَلَةِ إحْسَانِهِ فَيَسْقُطُ أَجْرُهُ
“Al-Manna adalah
menghitung-hitung pemberiannya (baik yang berupa kebaikan, pertolongan,
sedekahdan lain-lain) kepada orang yang menerimanya, atau menceritakan
pemberian itu kepada orang lain yang si penerima tidak suka orang itu
mengetahuinya. Ada juga yang mengatakan, al manna adalah
seseorang (yang telah bersedekah) melihat dirinya memiliki keistimewaan melebihi
orang yang menerima sedekah karena dia telah berbuat baik kepadanya. Oleh
karena itu tidak pantas orang yang bersedekah meminta doa darinya atau
mengharapkannya, karena bisa jadi itu adalah balasan perbuatan baiknya sehingga
pahalanya gugur”. [az-Zawâjir
‘an Iqtirâfil Kabâir, hlm. 312]
Ibnu
Hajar rahimahullah juga mengatakan,
وَالْأَذَى هُوَ أَنْ
يَنْهَرَهُ أَوْ يُعَيِّرَهُ أَوْ يَشْتُمَهُ، فَهَذَا كَالْمَنِّ مُسْقِطٌ
لِثَوَابِهِ وَأَجْرِهِ كَمَا أَخْبَرَ اللَّهُ – تَعَالَى –
“Sedangkan al adza (gangguan)
adalah orang yang bersedekah membentak orang yang menerima sedekah, atau
menghinanya, atau mencelanya. Maka ini seperti al mann, menggugurkan
pahala dan balasan sedekah sebagaimana telah diberitakan oleh Allâh Azza wa
Jalla ”.
[az-Zawâjir ‘an Iqtirâfil Kabâir, hlm. 312]
Al-Qurthubiy
rahimahullah (wafat th 671 H) berkata di dalam tafsirnya,
الْمَنُّ: ذِكْرُ
النِّعْمَةِ عَلَى مَعْنَى التَّعْدِيدِ لَهَا وَالتَّقْرِيعِ بِهَا، مِثْلَ أَنْ
يَقُولَ: قَدْ أَحْسَنْتُ إِلَيْكَ وَنَعَشْتُكَ وَشِبْهَهُ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ:
الْمَنُّ: التَّحَدُّثُ بِمَا أَعْطَى حَتَّى يَبْلُغَ ذَلِكَ الْمُعْطَى
فَيُؤْذِيَهُ. وَالْمَنُّ مِنَ الْكَبَائِرِ
“Al-Mann adalah
menyebut nikmat dengan maksud menghitung-hitung nikmat (kebaikan; pertolongan;
sedekah; dll) dan menyalahkan dengannya (kepada orang yang menerimanya).
Seperti mengatakan, “Aku telah berbuat baik kepadamu”, “Aku telah
menolongmu”, dan semacamnya. Sebagian ulama berkata: mann adalah:
menceritakan pemberiannya sehingga berita itu sampai kepada si penerima
sehingga mengganggunya. Dan manna termasuk dosa besar”.[Tafsîr al-Qurthubiy,
3/308]
Para
Ulama memasukkan perbuatan manna ini ke dalam dosa-dosa besar,
seperti al-Qurthubiy di dalam tafsirnya, adz-Dzahabiy di dalam al-Kabair,
dan Ibnu Hajar al-Makkiy di dalam az-Zawajir. Bahkan ada
ancaman-ancaman khusus dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
perbuatan mengungkit-ungkit sedekah tersebut. Antara lain sebagai berikut:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ
اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ» قَالَ: فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَ مِرَارًا، قَالَ أَبُو ذَرٍّ: خَابُوا وَخَسِرُوا،
مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «الْمُسْبِلُ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ
سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ»
Dari
Abu Dzarr, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau bersabda: “Ada tiga
orang, Allâh tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat, Allâh tidak
akan melihat mereka, Allâh tidak juga menyucikan (dosa-dosa) mereka, dan mereka
akan mendapatkan siksa yang pedih.” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . membacakan
ayat ini tiga kali. Abu Dzarr berkata: “Mereka pasti kecewa dan rugi! Siapakah
mereka itu wahai Rasûlallâh?” Rasûlullâh bersabda: “Al-Musbil (orang yang
melakukan isbal), Al-Mannan (orang yang suka menyebut-nyebut
kebaikannya/pemberiannya), dan orang yang melariskan dagangannya dengan
sumpah bohong.” [HR Muslim, no. 106]
Bahkan
orang yang selalu menyebut-nyebut pemberiannya diancam tidak akan masuk surga,
sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: ” ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ،
وَالدَّيُّوثُ، وَثَلَاثَةٌ لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ،
وَالْمُدْمِنُ عَلَى الْخَمْرِ، وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى “
Dari
Salim bin Abdullah (bin Umar), dari bapaknya, dia (Abdullah) berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tiga orang yang
Allâh ‘Azza wa Jalla tidak akan melihat mereka pada hari kiamat: anak yang
durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki, dan
dayuuts.
Tiga
orang yang tidak akan masuk surga: anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya,
pecandu khamr (minuman keras), dan orang yang menyebut-nyebut apa yang
dia berikan”.
[HR.
An-Nasai, no. 2562; Ahmad, no. 6180; dan lain-lain. Dishahihkan oleh al-Hakim
dan disetujui adz-Dzahabi. Dihasankan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth di
dalam Takhrij Musnad Ahmad dan Syaikh al-Albani di dalam Silsilah
ash-Shahihah, no. 674, 1397, 3099]
Sebagian
Ulama menyimpulkan beberapa bahaya mengungkit-ungkit sedekah, yaitu:
1. Mengurangi
pahala atau bahkan membatalkannya.
2. Termasuk
akhlak yang buruk.
3. Ancaman
keras bagi pelakunya.
4. Menyusahkan
dan manyakiti orang lain.
5. Menyebabkan
kemurkaan Allâh Azza wa Jalla .
6. Sifat
itu menyerupai sifat orang-orang munafik.
7. Pelakunya
terhalangi dari kenikmatan melihat wajah Allâh dan diajak bicara oleh-Nya.
[Lihat: Nadhratun
Na’im fi Akhlâqir Rasûl al-Karim, 11/5569]
Setelah
kita mengetahui hal ini, maka sepantasnya kita bersungguh-sungguh menjaga
amal-amal shalih kita dari segala perkara yang bisa menggugurkannya, sehingga
kita akan mendapatkan balasannya dengan sempurna di sisi Allâh Azza wa Jalla di
Hari Pembalasan. Semoga Allâh Azza wa Jalla selalu membimbing kita di
dalam semua kebaikan dan menjauhkan dari semua keburukan.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XX/1438H/2017M. )
****************************
****************************
Kontributor: Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari; Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com