-Bolehkah
menyerahkan zakat ke Pemerintah? Padahal bisa jadi dikorup… meskipun kita tidak
tahu realitanya…
-Mengapa
zakat itu hanya 2,5%? Ini pertanyaan sebagian diantara kami. Krn nilai ini terlalu
kecil. Shg kami ada yg berfikir, bgmn jk dinaikkan jadi 5% atau 10%? Pajak PPN
saja 10%.. padahal zakat itu utk kepentingan umat? Bagaimana itu tadz..?
Jawab:
Bismillah
was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Allah berfirman di surat
at-Taubah,
خُذْ مِنْ
أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (QS.
at-Taubah: 103).
Ayat merupakan dalil
bolehnya menyerahkan zakat ke pemerintah. Karena Allah mengizinkan bagi
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemimpin kaum
muslimin untuk menarik zakat dari kaum muslimin. Bahkan menurut Syaikhul Islam,
kaum muslimin sepakat mengenai bolehnya menyerahkan zakat kepada pemerintah.
Syaikhul Islam menyatakan,
وإذا أخذ ولى
الأمر العشر أو زكاة التجارة فصرفها في مصرفها أجزأت باتفاق المسلمين
Apabila pemerintah
mengambil 10% (pajak pedagang kafir) atau zakat perdagangan, lalu disalurkan
sesuai tujuan yang benar, hukumnya boleh dengan sepakat kaum muslimin.
(Mukhtashar al-Fatawa al-Mishriyah, Ibnu Taimiyah, 1/240).
Fatwa yang lain pernah
disampaikan Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh,
….لكن إذا طلبها ولي الأمر باسم الزكاة ، ودفعت إليه بنية الزكاة
أجزأت ، إذا كان ولي الأمر مسلماً
Apabila pemerintah menarik
harta sebagai bentuk zakat, dan rakyat membayarkan hartanya dengan niat zakat,
maka hukumnya sah, jika pemerintahnya muslim. (Fatawa wa Rasail Muhammad bin
Ibrahim, 4/106).
Bagaimana Jika Pemerintahnya Dzalim?
Bagian ini juga dibahas
para ulama. Dan mereka berbeda pendapat mengenai hukum membayar zakat kepada
pemerintah yang dzalim.
[1] Pendapat yang masyhur
dalam madzhab Hanafiyah dan Malikiyah, zakat tidak boleh diserahkan kepada
pemerintah yang dzalim.
Berikut kesimpulan yang
disampaikan al-Hathab dalam Mawahib al-Jalil – kitab madzhab Maliki –,
وإذا كان الإمام
جائرًا فيها لم يُجْزِه دفعها إليه
Jika pemimpin itu dzalim
dalam panyaluran zakat, tidak boleh diserahkan kepadanya.
Kemudian beliau menyebutkan
keterangan dalam kitab at-Taudhih,
قال في التوضيح:
أي جائرًا في تفرقتها وصرفها في غير مصارفها لم يجزه دفعها إليه؛ لأنه من باب
التعاون على الإثم والعدوان، والواجب حينئذٍ جحدها والهروب منها ما أمكن، وأما إذا
كان جوره في أخذها لا في تفرقتها، بمعنى أنه يأخذ أكثر من الواجب، فينبغي أنه
يجزيه ذلك على كراهة دفعها إليه
Dijelaskan dalam
at-Taudhih, maksudnya adalah dzalim dalam menyalurkannya. Mereka salurkan ke
tujuan yang bukan penerima zakat. Sehingga tidak boleh menyerahkannya kepada
mereka. Karena ini termasuk bantu-membantu dalam dosa dan maksiat. Sehingga
rakyat wajib untuk menolaknya dan menghindari pemerintahnya sebisanya.
Namun jika kedzalimannya
terkait cara mengambil zakat, bukan membagikan zakat, dalam arti pemerintah
meminta yang lebih dari kewajiban yang harus diserahkan muzakki, maka sebaiknya
diizinkan, meskipun makruh untuk menyerahkannya ke mereka. (Mawahib al-Jalil,
2/360).
[2] Sementara Syafiiyah dan
Hambali membolehkan menyerahkan zakat kepada pemimpin yang dzalim, karena
mereka teledor dalam menyalurkannya.
Murid Imam Ahmad yang
bernama Hambal pernah meriwayatkan dari Imam Ahmad, bahwa beliau menyatakan,
كانوا يدفعون
الزكاة إلى الأمراء وهؤلاء أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم يأمرون بدفعها، وقد
علموا فيما ينفقونها فما أقول أنا
Mereka (kaum muslimin di
zaman tabiin dan tabi’ tabiin) menyerahkan zakatnya kepada pemimpin. Demikian
pula para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk menyerahkan zakat ke Pemerintah. Dan mereka mengetahui bagaimana
pemerintah menyalurkannya. Lalu bagaimana saya harus bersikap?? (Kasyaf
al-Qina’, al-Buhuti, 2/259).
Pendapat ini didukung
beberapa hadis, diantaranya hadis dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu,
ادفعوا صدقاتكم
إلى من ولاه الله أمركم، فمن بر فلنفسه، ومن أثم فعليها
“Serahkan zakat kalian
kepada Pemerintah kalian. Jika dia pemimpin yang baik, dia akan mendapatkan
pahalanya dan jika dia pemimpin yang jahat, dosanya hanya akan menimpa dirinya.
(HR. Baihaqi dan sanadnya dihasankan an-Nawawi).
Dalam riwayat lain, Ibnu
Umar mengatakan,
ادفعوا إليهم
وإن شربوا بها الخمر
Serahkan zakat kalian
kepada mereka, meskipun mereka hobi minum khamr. (HR. Baihaqi dan sanadnya
dihasankan an-Nawawi).
Dan insyaaAllah pendapat
ini yang lebih mendekati kebenaran. Karena rakyat tidak bertanggung jawab
terhadap kesalahan yang dilakukan Pemerintah. Sehingga rakyat boleh menyerahkan
zakatnya kepada Pemerintah ketika diminta, jika hartanya sudah mencapai satu
nishab.
Pertanyaan
selanjutnya sering kami dengar. Terutama dari beberapa masyarakat yang
menggalakkan zakat Profesi. Dengan harapan, potensi nilai zakat untuk umat akan
semakin besar. Namun kita perlu ingat, zakat itu rukun Islam dalam bentuk
ibadah Maliyah yang sudah diatur syariat. Sehingga pada asalnya kaum muslimin
hanya tinggal mengikuti.
Kami
akan berikan beberapa catatan untuk menjawab pertanyaan di atas
Pertama, tidak
semua zakat 2,5%. Zakat yang dikeluarkan senilai 2,5% hanyalah zakat
maal dan turunannya, seperti harta perdagangan. Dalil bahwa zakat mal itu
senilai 2,5% adalah hadis dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,
dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada
beliau,
إِذَا
كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا خَمْسَةُ
دَرَاهِمَ ، وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ يَعْنِي فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ
عِشْرُونَ دِينَارًا ، فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا
الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ ، فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ
Jika
kamu punya 200 dirham dan sudah mengendap selama setahun maka ada kewajiban
zakat 5 dirham. Dan kamu tidak memiliki kewajiban zakat untuk emas, kecuali
jika kamu memiliki 20 dinar. Jika kamu memiliki 20 dinar, dan sudah genap
selama setahun, maka zakatnya ½ dinar. Lebih dari itu, mengikuti hitungan
sebelumnya. (HR.
Abu Daud 1575 dan dishahihkan al-Albani).
Nishab
emas = 20 dinar, zakatnya = ½ dinar.
Ada
juga zakat yang dikeluarkan 5%, 10%, bahkan ada yang 20%. Zakat pertanian yang
pengairannya dikelola manusia, zakatnya 5%. Sementara yang menggunakan tenaga
alam, zakatnya 10%, sementra zakat rikaz sebesar 20%.
Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
وَفِى
الرِّكَازِ الْخُمُسُ
“Dan
untuk harta karun (rikaz) dizakati sebesar 1/5 (20%).” (HR.
Bukhari 1499 dan Muslim 1710)
Kedua, Jika
kita perhatikan, zakat merupakan satu-satunya ibadah dalam bentuk mengeluarkan
harta yang semua aturannya telah dirinci oleh syariat. Jenis harta apa saja
yang wajib dizakati, berapa ukuran minimalnya (nishab), berapa yang harus
dikeluarkan, bagaimana cara mengeluarkannya, sampai siapa saja yang berhak
mendapatkannya, semuanya telah dijelaskan oleh syariat. Sehingga tidak ada
peluang bagi manusia untuk berkreasi dalam masalah tata cara membayar zakat.
Yang bisa dilakukan adalah ikuti aturan yang ada. Karena itu, sebagian ulama
menegaskan bahwa zakat adalah ibadah mahdhah dalam masalah harta. (Taudzih
al-Ahkam, 3/327)
Allah
berfirman menjelaskan siapa saja orang yang berhak menerima zakat,
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّـهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ عَلِيمٌ
حَكِيمٌ
Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.
at-Taubah: 60)
Di
ayat ini, Allah tidak mencantumkan anak yatim dalam daftar orang yang berhak menerima
zakat. Bisa jadi ini bertentangan dengan logika manusia. Tapi seperti itulah
aturan. Kita hanya bisa mengikuti, dan tidak bisa berkreasi.
Ketiga, jika
pertimbangannya adalah masalah kemaslahatan umat, islam memberikan banyak jalur
untuk penyaluran harta. Ada sedekah, ada wakaf, ada hibah, ada hadiah, ada
infak, dst.
Jika
zakat dirasa terlalu kecil, motivsi umat untuk memperbesar sedekah, untuk
berwakaf, atau memberikan hibah, atau hadiah, atau infak. Ada banyak peluang
untuk memperbesar dompet sosial kaum muslimin. Tanpa harus mengganggu aturan
zakat.
Bahkan
dengan kran donasi yang bervariasi, penyalurannya bisa lebih longgar. Sedekah
bisa disalurkan untuk kepentingan sosial apapun. Boleh diberikan untuk mereka
yang tidak termasuk penerima zakat, seperti anak yatim atau beasiswa pendidikan
anak tidak mampu atau lainnya.
Keempat, kembangkan
Wakaf Produktif
Perkembangan
wakaf produktif di Indonesia, bisa dibilang masih sangat lambat. Karena
masyarakat memahami, wakaf itu hanya untuk proyek yang sifatnya ibadah atau
pendidikan, seperti masjid atau sekolah. Sementara untuk unit produktif, masih
jarang dilirik. Di depan masjidil haram, ada tower abraj al-Bait, atau lebih
kita kenal dengan tower zam-zam. Di sana ada banyak sekali hotel berbintang.
Dan di sana tertulis,
وقف
الملك عبدالعزيز للحرمين الشريفين
Wakaf
raja Abdul Aziz untuk dua kota suci yang mulia. Anda
tidak akan pernah menjumpai kotak infak di seluruh penjuru masjid.. sementara
masjid ini mempekerjakan sangat banyak orang. Dari pada biaya operasionalnya? Salah
satunya dari hasil abraj al-Bait – tower yang berisi puluhan hotel. Itulah
wakaf produktif.. wakaf yang bisa menghasilkan keuntungan materi, yang bisa
digunakan untuk mendanai wakaf yang lain. Tanah
wakaf di pinggir jalan, di keramaian, sementara di dekatnya sudah ada masjid,
mungkin bisa diwujudkan dalam bentuk pom bensin atau ruko-ruko, yang hasilnya
bisa digunakan untuk menyokong dana masjid atau pesantren.
Demikian, Allahu
a’lam.
******************************
******************************
Dijawab
oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com). Editor: Ust. Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email" ustazsofyan@gmail.com