Skip to main content

Pintu-pintu Rezeki


PINTU PINTU REZEKI 
Oleh: Ustadh Nur Fitri Hadi, MA; 
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF

Sesungguhnya di antara nama-nama Allah yang indah adalah Ar-Razzaq, Yang Maha Memberi Rezeki. Dialah yang menanggung semua rezeki makhluk yang ada di semesta alam ini.
وَكَأَيِّن مِّن دَابَّةٍ لَّا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS Al-Ankabut: 60]. Jika binatang melata saja Allah yang menanggung rezekinya, apalagi manusia. Karena manusia adalah makhluk yang Allah muliakan. Allah dudukkan lebih mulia dari semua makhluk ciptaan-Nya. Tentu manusia lebih-lebih lagi Allah jamin rezeki untuk mereka. Namun demikian, bukan berarti rezeki datang begitu saja tanpa usaha. Harus ada usaha nyata yang dilakukan untuk menjemput rezeki tersebut. Allah Ta’ala memerintahkan manusia untuk mencari rezeki.
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِّزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” [Quran Al-Mulk: 15]. Karena itulah, kita manusia bertebaran di muka bumi dalam rangka membuka pintu-pintu rezeki. Ada dua cara yang dituntunkan oleh Allah Ta’ala untuk membuka pintu-pintu rezeki tersbut. Ada cara yang sifatnya qadari atau duniawi. Ada juga cara syar’i atau cara mencari karena faktor relijius.

Sebab duniawi, hal ini sudah kita ketahui. Seseorang berprofesi sebagai dokter, pedagang, pegawai, petani, nelayan, dll. Ini adalah sebab-sebab duniawi. Seseorang mencari rezeki dengan usaha mereka. Dengan kemampuan fisik yang telah Allah anugerahkan keapda mereka. Sebab yang kedua adalah sebab yang sifatnya relijius atau ukhrawi. Yang pertama dari sebab ini adalah do’a. Dan do’a adalah usaha. Sebagian orang terkadang menyepelekan do’a, padahal do’a bisa jadi lebih ampuh dari usaha fisik yang dilakukan seseorang. Allah Ta’ala berfirman,
فَابْتَغُوا عِندَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ
“Mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya.” [Quran Al-Ankabut: 17]. Imam asy-Syafi’i rahimahullah mengatkan,
أَتَهزَأُ بِالدُعاءِ وَتَزدَريهِ
وَما تَدري بِما صَنَعَ الدُّعاءُ
“Apakah kau meremehkan dan menganggap enteng doa.Kau tak tahu apa yang bisa dilakukan do’a”. Banyak kaum muslimin berdo’a, tapi mereka menjadikan do’a adalah usaha terakhir. Bukan usaha pertama. Semestinya yang dilakukan oleh seorang muslim adalah berdo’a terlebih dahulu. Kemudian ikuti do’anya dengan melakukan usahanya nyata.

Sebab yang kedua adalah bertakwa kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” [QS Ath-Thalaq: 2-3]. Mungkin rezeki mendatangi seseorang tanpa ia pikirkan dan rencanakan sebelumnya. Karena apa? Karena dia bertakwa kepada Allah. Karena Dia menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Jika seseorang mendapatkan rezeki dari jalan yang tak dia sangka-sangka, mudah-mudahan itu sebagai tanda takwanya kepada Allah.

Sebab ketiga adalah menyambung silaturahmi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِيْ رِزْقِهِ، وَيُنْسَاَ لَهُ فِيْ أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ
“Barangsiapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim.” (HR. al-Bukhari). Ini adalah sebab yang sangat utama dalam membuka pintu-pintu rezeki. Karena kita korbankan waktu dan harta kita untuk menyambung silaturahmi. Kita berikan hadiah kepada kedua orang tua kita. Kepada karib kerabat. Kepada kakak, adik, paman, bibi, dan kerabat dekat lainnya. Kita hubungi dan telepon mereka. Ini semua adalah sebab-sebab yang dapat membuka pintu rezeki.

Betapa banyak orang yang sukses di dunia. Siapapun dia; seorang da’i-kah, seorang dokter, wirausahawan, dll. Dia sukses. Ternyata rahasianya adalah dia menyambung silaturahmi.
Sebab lainnya adalah memerintahkan anak dan istri untuk mengerjakan shalat. Allah ta’ala berfirman,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” [Quran Thaha: 132]. Perintahkan istri dan anak-anak kita untuk mengerjakan shalat. Perhatikan shalat mereka. Tatkala kita sedang bekerja, atau sedang bersafar, kita telepon istri kita, kita telepon anak kita, kita cek apakah mereka sudah mengerjakan shalat atau belum. Kita ingatkan mereka akan pentingnya shalat di awal waktu. Sungguh ini adalah pintu-pintu rezeki. Allah katakan Dia tidak meminta rezeki kepada kita, bahkan kitalah yang butuh rezeki dari Allah. Sungguh termasuk kelalaian dan bentuk ketidak-perhatian seorang kepala keluarga adalah dia tidak mengingatkan atau memperhatikan apakah keluarganya sudah shalat atau belum. Dan ini adalah pintu rezeki.

Pintu rezeki yang lainnya adalah sedekah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim no. 2588). Memang, secara kasat mata seseorang yang menyedekahkan uangnya, uangnya akan berkurang. Tapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa sedekah tidak mengurangi harta. Kita imani sabda nabi ini. Kita benarkan beliau. Lalu, bagaimana cara uang dan harta itu bertambah? Semuanya kita serahkan kepada Allah Ta’ala. Karena Allah Ta’ala sendiri yang menyebut sedekah itu dengan sebutan meminjami Allah. Artinya Allah pasti membayar pinjaman-Nya.
مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” [Quran Al-Baqarah: 245]. Allah namakan sedekah dengan pinjaman, supaya hamba-hamba-Nya tahu bahwa Dia pasti akan mengembalikan uangnya. Allah akan memberi ganti kepada-Nya. Bahkan melipat-gandakannya. Sebagaimana ketika ada seorang yang kaya raya, mungkin suatu waktu dompetnya tertinggal. Di sana ada kartu-kartu yang ia gunakan untuk melakukan transaksi. Karena tertinggal ia meminjam uang dengan kita. Kita tahu ia seorang yang kaya raya, yang tidak mungkin tidak membayar pinjamannya. Kemudian dengan yakin kita meminjami. Saat membayar, orang tersebut akan berterima kasih, dan melebihkan uang hutangnya. Karena itu, seorang hamba janganlah ragu. Allah itu al-Ghani Maha Kaya, asy-Syakur Maha Bersyukur, dan Dia al-Jawwad Maha Dermawan. Dia akan memberikan balasan yang berlipat bagi orang yang melakukan kebaikan.

Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ
“Allah Tabaraka wa Ta’ala: Wahai anak Adam, berinfaklah, Allah akan mengganti infakmu.” (HR. Bukhari no. 4684 dan Muslim no. 993). Karena itu, hendaknya seseorang berusaha menempuh cara-cara menjemput rezeki yang sifatnya syar’i ini. Karena bisa jadi cara-cara seperti ini jauh lebih ampuh dalam menjemput rezeki dibanding cara-cara duniawi.

Cara lainnya agar pintu rezeki kita terbuka adalah tawakal kepada Allah. Janganlah seseorang bertawakal kepada gaji dan penghasilannya, kepada pekerjaan dan usahanya, kepada atasan dan pelanggannya, atau kepada perusahaan tempat dia bekerja. Tapi berserah diri dan bertawakallah kepada Allah. Seandainya pekerjaannya hilang, seandainya usahanya ia tinggalkan untuk menaati Allah, ia tetap yakin bahwa rezeki datangnya dari Allah. Usaha dan pekerjaan yang dilakukan adalah sebab saja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً
”Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad dan selainnya). Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Siapa yang mencari rezeki dengan tawakal yang benar, dia menempuh sedikit sebab saja, maka Allah akan berikan rezeki yang banyak kepadanya.”  Dengan demikian, yang utama untuk kita perbaiki adalah tawakal kita kepada Allah. Harus dia yakini bahwa pemberi rezeki adalah Allah bukan manusia. Bukan makhluk. Mereka hanyalah sebab saja.

Kemudian kiat terakhir untuk membuka pintu rezeki adalah berhusnuzhan kepada Allah. Bersangka baik kepada-Nya. Terlebih lagi, Allah Ta’ala sangat sayang kepada kita. Lebih sayang dari seorang ibu kepada anaknya. Artinya hubungan cinta kasih terbesar adalah hubungan cinta kasih antara Allah dengan hamba-hamba-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا.
“Allah lebih rahim kepada hamba-hamba-Nya daripada wanita ini kepada anaknya.” (HR. Muslim). Allah Ta’ala berfirman dalam hadits qudis
قَالَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي ؛ إِنْ ظَنَّ بِي خَيْرًا فَلَهُ ، وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Aku tergantung persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Kalau ia bersangka baik kepadaku, untuknya kebaikan. Kalau ia bersangka buruk, untuknya keburukan’.”Betapa banyak kenikmatan yang Allah berikan kepada kita tanpa kita minta. Tanpa kita sangka dan pikirkan. Lihatlah bagaimana kisah Nabi Musa tatkala meminta kepada Allah:
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي (25) وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي (26) وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي (27) يَفْقَهُوا قَوْلِي (28)
Berkata Musa: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.” [Quran Thaha: 25-28]. Kemudian Allah kabulkan permintaannya. Dan Allah sebutkan bahwa dulu sebelum beliau meminta keselamatan, Allah telah memberikan keselamatan kepadanya.
قَالَ قَدْ أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَا مُوسَىٰ (36) وَلَقَدْ مَنَنَّا عَلَيْكَ مَرَّةً أُخْرَىٰ (37) إِذْ أَوْحَيْنَا إِلَىٰ أُمِّكَ مَا يُوحَىٰ (38) أَنِ اقْذِفِيهِ فِي التَّابُوتِ فَاقْذِفِيهِ فِي الْيَمِّ فَلْيُلْقِهِ الْيَمُّ بِالسَّاحِلِ يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِّي وَعَدُوٌّ لَّهُ ۚ وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِّنِّي وَلِتُصْنَعَ عَلَىٰ عَيْنِي (39) إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ مَن يَكْفُلُهُ ۖ فَرَجَعْنَاكَ إِلَىٰ أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ ۚ وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا ۚ فَلَبِثْتَ سِنِينَ فِي أَهْلِ مَدْيَنَ ثُمَّ جِئْتَ عَلَىٰ قَدَرٍ يَا مُوسَىٰ (40) وَاصْطَنَعْتُكَ لِنَفْسِي (41)
Allah berfirman: “Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa”. Dan sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, Yaitu: “Letakkanlah ia (Musa) didalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir’aun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku, (yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir’aun): “Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?” Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun diantara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku.” [Quran Thaha: 36-41].
Ibadallah,

Allah telah memberikan kita kenikmatan tanpa kita minta. Saat kita dalam perut ibu kita, Allah berikan kita rezeki di dalamnya tanpa kita pinta. Kemudian kita bayi, kita diberi rezeki tanpa kita pinta. Kemudian kita mulai tumbuh besar. Allah bekali kita dengan berbagai kemampuan. Apakah setelah keadaan ini kita malah bersangka buruk dengan Allah? Apakah kita mengira Dia tidak akan mencukupi kita sehingga perlu kita menempuh cara-cara yang haram? Sungguh buruk keadaan kita apabila semakin diberikan kemampuan, semakin kita malah bersangka buruk kepada-Nya. Mudah-mudahan Allah Ta’ala membukakan pintu rezeki kepada kita. Dan mejadikan kita hamba-hamba yang pandai bersyukur kepada-Nya.

Popular posts from this blog

Zakat di Masa Rasulullah, Sahabat dan Tabi'in

ZAKAT DI MASA RASULULLAH, SAHABAT DAN TABI’IN Oleh: Saprida, MHI;  Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Islam merupakan agama yang diturunkan kepada umat manusia untuk mengatur berbagai persoalan dan urusan kehidupan dunia dan untuk mempersiapkan kehidupan akhirat. Agama Islam dikenal sebagai agama yang kaffah (menyeluruh) karena setiap detail urusan manusia itu telah dibahas dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ketika seseorang sudah beragama Islam (Muslim), maka kewajiban baginya adalah melengkapi syarat menjadi muslim atau yang dikenal dengan Rukun Islam. Rukun Islam terbagi menjadi lima bagian yaitu membaca syahadat, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, menjalankan puasa dan menunaikan haji bagi orang yang mampu. Zakat adalah salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban bagi setiap individu (Mukallaf) yang memiliki harta untuk mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam zakat itu sendiri. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah s

Akibat Menunda Membayar Zakat

Akibat Menunda Membayar Zakat Mal  Pertanyaan: - Jika ada orang yang tidak membayar zakat selama beberapa tahun, apa yang harus dilakukan? Jika sekarang dia ingin bertaubat, apakah zakatnya menjadi gugur? - Jika saya memiliki piutang di tempat orang lain, sudah ditagih beberapa kali tapi tidak bisa bayar, dan bulan ini saya ingin membayar zakat senilai 2jt. Bolehkah saya sampaikan ke orang yang utang itu bahwa utangmu sudah lunas, krn ditutupi dg zakat saya.. shg sy tdk perlu mengeluarkan uang 2 jt. Mohon pencerahannya Jawab: Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du, Orang yang menunda pembayaran zakat, dia BERDOSA. Sehingga wajib bertaubat. Imam Ibnu Utsaimin ditanya tentang orang yang tidak bayar zakat selama 4 tahun. Jawaban Beliau, هذا الشخص آثم في تأخير الزكاة ؛ لأن الواجب على المرء أن يؤدي  الزكاة فور وجوبها ولا يؤخرها ؛ لأن الواجبات الأصل وجوب القيام بها فوراً ، وعلى هذا الشخص أن يتوب إلى الله عز وجل من هذه المعصية “Orang ini berdos

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1 1.   The Parable of Spending in Allah’s Cause: Tafseer Ibn Kathir Sadaqa (Voluntary Charity in the Way of Allah) Tafseer Ibn Kathir – QS Al-Baqarah: 261 “The parable of those who spend their wealth in the way of Allah is that of a grain (of corn); it grows seven ears, and each ear has a hundred grains. Allah gives manifold increase to whom He wills. And Allah is All-Sufficient for His creatures’ needs, All-Knower .” This is a parable that Allah made of the multiplication of rewards for those who spend in His cause, seeking His pleasure. Allah multiplies the good deed ten to seven hundred times . Allah said,  The parable of those who spend their wealth in the way of Allah. Sa`id bin Jubayr commented, “Meaning spending in Allah’s obedience” . Makhul said that the Ayah means, “Spending on Jihad, on horse stalls, weapons and so forth” . The parable in the Ayah is more impressive on the heart than merely mentioning th