Skip to main content

Berniaga Secara Islam #1

Berniaga Secara Islam #1

Oleh: Ust. DR Muhammad Arifin Baderi, MA; 
Editor: Ust. Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF

Saudaraku! Anda bermazhab dengan mazhab Imam As Syafi’i, sudahkah anda mengamalkan petuah imam anda?
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيهِ بِالعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيهِ بِالعِلْمِ
“Barang siapa yang menginginkan keuntungan di dunia, maka hendaknya ia berilmu dan barang siapa yang menginginkan keuntungan akhirat, hendaknya ia juga berilmu.”
Petuah yang begitu indah dan layak untuk dituliskan dengan tinta emas. Anda bisa bayangkan, betapa susahnya hidup anda bila harus menjalani hidup ini dengan tanpa bekal ilmu.
Bila anda beramal dalam urusan dunia tanpa ilmu, niscaya anda banyak berbuat kesalahan. Dan bila beramal dalam urusan agama tanpa dasar ilmu, tak ayal lagi anda terjerumus ke dalam kesesatan.
Tidak heran bila, jauh-jauh hari Khalifah Umar bin Khattab t telah berpesan dengan berkata:
(لاَ يَتَّجِرُ فِي سُوْقِنَا إِلاَّ مَنْ فَقُهَ وَإِلاَّ أَكَلَ الرِّبَا).
ورواه مالك والترمذي بلفظ: (لاَ يَبِعْ فِي سُوْقِنَا إِلاَّ مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ) حسنه الألباني
“Janganlah ada yang berani berdagang di pasar kita selain orang yang telah berilmu, bila tidak, niscaya ia akan memakan riba.” Ucapan beliau dengan teks demikian ini dinukilkan oleh Ibnu Abdil Bar Al Maliky dalam kitab At Tamhid 2/247.
Ucapan beliau ini diriwayatkan oleh Imam Malik dan juga Imam At Tirmizy dengan teks yang sedikit berbeda:
“Hendaknya tidaklah berdagang di pasar kita selain orang yang telah memiliki bekal ilmu agama.” Al Muwattha’ riwayat Muhammad bin Al Hasan no: 802 dan Sunan At Tirmizy, riwayat no: 487. Oleh Al Albany, riwayat ini dinyatakan hasan.
Imam Al Qurthuby Al Maliky menjelaskan: “Orang yang tidak berilmu tentang hukum perniagaan,–walaupun tidak dilarang- tidak layak diberi kepercayaan untuk mengelola harta bendanya. Yang demikian ini dikarenakan ia tidak dapat membedakan perniagaan terlarang dari yang dibenarkan, transaksi halal dari yang haram. Sebagaimana dikawatirkan ia –tanpa disadari- melakukan praktek riba dan transaksi haram lainnya. Hal ini juga berlaku pada orang kafir yang tinggal di negri Islam.”([1])
Coba anda bayangkan: Andai anda hidup di zaman Khalifah Umar bin Al Khattab radiallahu ‘anhu, mungkinkah beliau memperkenankan anda untuk berniaga di pasar?

Melalui artikel singkat ini, saya mengajak anda untuk mengenal beberapa prinsip-prinsip dasar perniagaan dalam Islam. Dengan harapan anda dapat menjalankan perniagaan anda dengan benar.

Prinsip pertama: Rizqi adalah karunia Allah.
Pernahkah anda mencermati berbagai makhluq hidup yang ada di sekitar anda? Dari pengamatan anda, adakah makhluq hidup yang tidak mendapatkan jatah rizkinya.
Tidakkah fakta ini menjadikan anda berpikir positif dan berbesar harapan?
Andai rizqi diperoleh hanya dengan kekuatan, niscaya hanya gajah dan singa yang dapat bertahan hidup di dunia.
Andai keberhasilan dan rizqi didapat hanya karena kepandaian, niscaya keledai tidak dapat bertahan hidup.
]وَكَأَيِّن مِن دَابَّةٍ لاَ تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ[ العنكبوت 60
“Dan betapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rizkinya sendiri.Allah-lah yang memberi rizki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.“ Al Ankabut 60
Ibnu Jarir At Thabary rahimahullah berkata: “Allah Ta’ala berfirman kepada para sahabat yang mereka adalah orang-orang yang beriman kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya: Hendaknya kalian berhijrah dan memerangi musuh-musuh Allah. Jangan sekali-kali engkau kawatir akan ditimpa kekurangan atau kemiskinan. Ingatlah bahwa Allah senantiasa memberi rizki; makanan dan minuman  kepada banyak binatang melata lemah nan tak berdaya, padahal binatang itu tidak kuasa untuk menyimpan makanannya guna persedian hari esok. Sedangkan Allah itu Maha mendengar keluhanmu: bila kami meninggalkan negri kami, maka kami akan ditimpa kemiskinan. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi batinmu, masa depanmu, dan juga masa depan musuhmu. Allah pasti menghinakan musuhmu dan menurunkan pertolongan-Nya kepadamu.” ([2])
Pada ayat lain Allah Ta’ala berfirman:
]وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ[ النحل:53
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)” An Nahel 53
Dan pada hadits Qudsi Allah Ta’ala berfirman:
(يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ، فَاْسْتَطْعِمُونِي أُطْعِمْكُمْ، يَا عِبَادِي كُلُّكُم عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوتُهُ فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ).
“Wahai hamba-hamba-Ku; kalian semua dalam kelaparan, kecuali orang yang telah Aku beri makan, maka mohonlah makan kepada-Ku, niscaya Aku akan memberimu makan. Wahai hamba-hambaKu, kalian semua dalam keadaan telanjang (tidak berpakaian), kecuali orang yang telah Aku karuniai pakaian, maka mohonlah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku akan memberimu pakaian.” Riwayat Muslim, kitab Al Bir wa As Silah, bab: Tahrimu Az Zhulmi hadits no: 2577.
Keimanan ini sudah sepantasnya senantiasa menyertai setiap derap langkah anda. Hanya dengan cara inilah anda dapat mensyukuri keberhasilan dan memuji Allah atas segala kenikmatan. Dan hanya dengan keimanan inilah jiwa anda tegar bak gunung yang menjulang tinggi ke langit tatkala menghadapi tantangan.
)مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ {22} لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ( الحديد 22-23
“Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Luhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita atas apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”  Al Hadid 22-23
(لاَ تَسْتَبْطِئُوا الرِّزْقَ فَإِنَّهُ لَمْ يَكُنْ عَبْدٌ يَمُوتُ حَتَّى يَبْلُغَهُ آخِرُ رِزْقٍ هُوَ لَهُ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ مِنَ الْحَلاَلِ وَتَرْكِ الْحَرَامِ)
“Jangan pernah engkau merasa rizqimu telat datang, karena sesungguhnya tiada seorangpun hamba yang mati, hingga telah datang kepadanya rizqi terakhir yang telah ditentukan untuknya. Karenanya, bertakwalah engkau kepada Allah dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizqi, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram.” Riwayat  Ibnu Majah, Kitab At Tijaraat, bab: Al Iqtishad fi Thalabil Ma’isyah hadits no 2144, dan Al Baihaqi, Kitab Al Buyu’ bab: Al Ijmal fi Thalabi Ad Dunya Wa Tarki Thalabiha Bima La Yahillu, hadits no: 10707. Oleh Al Albani, hadits ini dinyatakan sebagai hadits shahih, silsilah ahadits shahihah 6/209, no:2607.
Saudaraku, tidakkah anda dapat mengambil pelajaran dari kisah saudagar kaya raya yang namanya terabadikan sepanjang masa, yaitu Karun?
]إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ[
“Sesungguhnya Karun adalah salah seorang kaum nabi Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugrahkan kepadanya kekayaan, yang kunci-kuncinya sungguh berat untuk dipikul oleh sejumlah orang yang gagah perkasa”. Al Qashash 76.
Karun adalah ikon pengusaha sukses, cerdas nan kaya raya. Karun begitu sukses dan kaya, sampai-sampai kebanyakan orang mengimpi-impikan untuk mengikuti jejaknya, menjadi kaya raya. Betapa tidak, kekayaannya begitu melimpah ruah, sampai sejumlah orang yang gagah perkasapun tak kuasa untuk memikul kunci-kunci gudangnya. Kunci-kunci gudang Karun hanya bisa dibawa –minimal- oleh enam puluh keledai.([3])
Karun merasa bahwa perniagaannya sukses karena kehebatan dan kecerdasannya. Simaklah, betapa angkuhnya Karun, ketika ia berkata:
]قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ القُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ [
“Qarun berkata: “sesungguhnya aku mendapatkan harta kekayaan itu hanya karena kecerdasanku”. Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak harta kumpulannya.” (Al Qashas 78)
Relahkah anda untuk menjadi penerus paham dan idiologi karun semacam ini?
Saudaraku! Bangkitkan semangatmu dan kobarkan imanmu. Yakinlah, bahwa dengan beriman dan beramal sholeh rizqi anda akan semakin lancar dan masa depanmu kan semakin cerah.

Prinsip Kedua : Hukum asal setiap transaksi adalah halal.
Sarana dan metode pertukaran kepentingan antara sesama manusia, tidak terbatas jumlahnya. Setiap masa dan daerah memiliki berbagai bentuk dan model pertukaran yang berbeda dengan bentuk model yang ada pada masa dan daerah lainnya. Oleh karena itu, bukan sikap yang bijak bila model pertukaran kepentingan antara mereka dikekang dan dibatasi dalam bentuk tertentu. Karenanya syari’at Islam tidak pernah membatasi metode pertukaran kepentingan sesama mereka.
الأَصْلُ فِي الأَشْيَاءِ الإِبَاحَةُ، حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
“Hukum asal segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang mengharamkannya .”
Kaedah ini didukung oleh banyak dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, diantaranya:
Rasulullah e bersabda:
(أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُم)
“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian.”  Riwayat Muslim, Kitab: Al Fadhail, bab: Wujub Imtitsal Ma Qalahu Syar’an, no 2363.
Dan berkaitan dengan perniagaan, Allah Ta’ala berfirman:
] وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا[
“Dan Allah telah menghalalkan jual-beli serta mengharamkan riba.” (Al Baqarah 275)
Bahkan tatkala Rasulullah e ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik, beliau menjawab:
(عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ)
“Hasil pekerjaan seseorang dangan tangannya sendiri, dan setiap perniagaan yang baik.” Riwayat Ahmad, 4/141, dan oleh Al Albany dalam kitab Shahih At Targhib no: 1691, dinyatakan sebagai hadits shahih.
Oleh sebab itu, setiap ulama’ yang menuliskan kitab fiqih, atau hadits, senantiasa mengkhususkan satu bab untuk pembahasan tentang perniagaan.

Prinsip Ketiga : Jenis-jenis akad dan berbagai konsekwensi hukumnya.
Sebagai seorang pengusaha, pasti mengetahui bahwa berbagai akad dan konsekwensi hukumnya bermacam-macam. Tentu hal ini penting untuk diketahui. Dengan mengenali perbedaan konsekwensi masing-masing akad, maka berbagai hukum syariat yang terkait dengannyapun, lebih mudah anda kuasai dan pahami.([4])
Berikut beberapa sudut pandang pembagian akad, yang menurut hemat saya mendesak untuk anda kenali.
1. Pembagian Akad Ditinjau Dari Tujuannya.
Ketika anda mengadakan suatu perniagaan, coba anda renungkan kembali tujuan anda. Banyak bukan, tujuan akad yang selama ini pernah terbetik dalam hati anda? Akan tetapi secara global, tujuan-tujuan itu dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok:
Tujuan Komersial : Tujuan ini biasanya muncul, ketika anda menjalankan akad yang dapat mendatangkan keuntungan yang bernilai materi. Kala itu anda pasti menyadari bahwa patner niaga anda sedang berusaha mendapatkan keuntungan, demikian pula halnya dengan diri anda. Inilah yang mendasari adanya suatu proses tawar-menawar atau negoisasi.
Contoh nyata dari akad yang memiliki tujuan semacam ini ialah akad jual-beli, sewa-menyewa, syarikat dagang, dll.
Secara prinsip, syari’at Islam merestui umatnya untuk mencari keuntungan melalui akad jenis ini.
Tujuan Sosial : Biasanya tujuan ini muncul, ketika anda merasa iba kepada orang lain. Dengan kata lain, anda tidak memiliki pamprih ketika menjalankan akad-akad jenis ini. Anda benar-benar ingin mengulurkan tangan kepada saudara anda guna meringankan deritanya, atau menghargai jasa baiknya.
Sudah barang tentu tidak etis bila ternyata anda menggunakan kondisi ini, guna mengeruk keuntungan dari uluran tangan anda.
Ini tidak berarti hanya orang yang sedang terhimpit oleh kebutuhan saja yang menjalankan transaksi jenis ini. Karena betapa banyak orang yang memiliki harta melimpah ruah menjalankan sebagian dari traksaksi jenis ini.
Contoh nyata dari akad macam ini ialah: akad hutang-piutang, penitipan,([5]) peminjaman barang (‘aariyah), shadaqah, wakaf, dll.

Tujuan Memberi Rasa Aman (Jaminan): Tujuan ini biasanya terjadi disaat anda menggunakan hak saudara anda. Anda bermaksud menumbuhkan kepercayaan padanya bahwa hartanya yang anda gunakan/hutang dapat anda kembalikan dengan utuh. Sebagai konsekwensinya, tidak dibenarkan baginya untuk mengambil keuntungan dari barang yang anda jaminkan kepadanya. Yang demikian itu, dikarenakan harta beserta seluruh kegunaannya adalah milik anda, sehingga ia tidak berhak menggunakannya tanpa izin anda.
(لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ)
“Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali atas kerelaan darinya”. Riwayat Ahmad 5/113.
Diantara akad yang tergolong kedalam kelompok ini ialah akad pegadaian (rahnu), jaminan (hamalah), transfer piutang(hawalah) dll.

Manfaat mengetahui pembagian akad ditinjau dari tujuannya.
Dengan memahami pembagian akad ditinjau dari tujuannya, anda dapat memahami alasan dan hikmah diharamkannya riba. Sebagaimana anda dapat memahami perbedaan riba dari perniagaan:

} الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا{
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Al Baqarah 275.

1.      Pembagian Akad Ditinjau Dari Karakternya.
Akad perniagaan bila ditinjau dari sifat dasarnya, maka dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar:
Pertama : Akad yang mengikat kedua belah pihak.
Maksud kata “mengikat” ialah anda tidak dibenarkan untuk membatakan akad yang telah usai anda jalin tanpa kerelaan dari pihak kedua.
Diantara contoh  akad jenis ini ialah akad jual-beli, sewa-menyewa, dll
Kedua    : Akad yang mengikat salah satu pihak, sedang pihak kedua bebas untuk membatalkan akad, walau tanpa kerelaan pihak kedua.
Diantara contoh akad jenis ini ialah: Akad pergadaian (agunan). Pada akad ini, seorang kreditur berhak mengembalikan agunan yang ia terima kapanpun ia suka. Sedangkan debitur/penghutang sekaligus pemilik barang agunan tidak berhak untuk menarik kembali agunannya tanpa seizin dari debitur.
Ketiga   : Akad yang tidak mengikat kedua belah pihak.
Kedua pihak terkait berhak untuk membatalkan akad yang mereka jalin, kapanpun ia suka, walau tanpa seizin dari pihak kedua.
Diantara contoh akad jenis ini ialah: syarikat dagang, mudharabah (bagi hasil), penitipan, peminjaman, wasiat,  dll.

Manfaat mengetahui pembagian akad ditinjau dari karakternya.
Dengan mengetahui pembagian akad ditinjau dari sisi ini, anda dapat mengetahui hukum memutuskan akad yang telah anda jalin.
Dengan demikian anda mengetahui hukum dari pernyataan sebagian pedagang berikut ini: “Barang  yang telah dibeli tidak dapat dikembalikan”.

1. Pembagian Akad Ditinjau Dari Konsekwensi Hukumnya.
Bila akad perniagaan ditinjau dari konsekwensi hukumnya, maka secara global anda dapat membaginya ke dalam dua kelompok besar:
Pertama : Akad Yang Memindahkan Kepemilikan Barang.
Berbagai akad yang dibenarkan dalam Syari’at islam, memiliki konsekwensi memindahkan kepemilikan barang. Sekedar anda menjalin akad jenis ini, maka barang yang menjadi obyek akad secara otomatis berpindah kepemilikan kepada lawan akad anda. Diantara contoh akad kelompok ini ialah: akad jual-beli, hutang piutang, barter, hibah, hadiah dan lainnya.
Kedua : Akad Yang Tidak Memindahkan Kepemilikan Barang.
Diantara contoh akad jenis ini ialah akad serikat dagang, mudharabah, sewa-menyewa, ‘ariyah (peminjaman barang) dan lainnya.

Manfaat mengetahui pembagian akad ditinjau dari konsekwensi hukumnya
Banyak manfaat yang dapat anda petik dari mengetahui pembagian akad ditinjau dari konsekwensi hukumnya semacam ini. Dengannya anda mengetahui siapa yang berhak memiliki barang yang diperniagakan beserta keuntungannya.
Sebagaimana dengannya, anda dapat mengetahui hak dan kewajiban anda dan patner niaga anda.
Misal: Akad mudharabah adalah salah satu contoh akad yang tidak memindahkan kepemilikan barang. Sebagai konsekwensi dari ketentuan ini: pihak yang berhak memiliki unit usaha ialah pemodal dan bukan pelaku usaha.
Tidak heran bila ulama’ menegaskan bahwa pada akad mudharabah status dan wewenang pelaku usaha hanya sebatas sebagai perwakilan dari pemodal. Karenanya, mereka menegaskan bahwa pelaku usaha tidak dibenarkan untuk menghibahkan sebagian harta mudharabah, atau menjualnya dengan harga lebih murah, atau membeli dengan harga lebih mahal dari harga pasar.
Bila pelaku usaha melanggar kewenangannya, semisal menghibahkan sebagian harta mudharabah tanpa izin, atau membeli barang dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar, maka ia wajib menggantinya. ( Baca : Al Wasith oleh Al Ghazali 4/116, Al Mughni oleh Ibnu Qudamah 7/150-151, & Bada’ius Shana’i oleh Al Kasani 6/87).
Adapun haknya, maka pelaku usaha hanya berhak mendapatkan bagian dari hasil/keuntungan usaha sesuai dengan yang telah disepakati, tidak lebih dan tidak kurang. (Silahkan baca: Nihayatul Mathlab oleh Al Juwaini 7/455, Al Muhazzab oleh As Syairazy 1/385, Al Mughni oleh Ibnu Qudamah 7/140 & ‘I’anatut Thalibin 3/101).

Notes:

[1]  Ahkaamul Qur’an oleh Imam Al Qurthuby Al Maaliky 5/29.
[2]  Tafsir At Thobari 20/58  & Tafsir Ibnu Katsir 6/292.
[3] Tafsir At Thobari 20/106-107.
[4] Pembagian macam-macam akad ini saya sarikan dari beberapa referensi berikut: Qawaidh Ibnu Rajab Al Hambaly 1/375, kaedah ke-52, & 2/418, kaedah ke-105, Al Muwafaqat oleh As Syathiby 3/199, As Syarhul Mumti’  oleh Syeikh Ibnu Utsaimin 8/278, 9/120, 127-129, Ad Dirasyat As Syar’iyah li Ahammil uqud Al Maliyyah Al Mustahdatsah, oleh Dr. Muhammad Musthofa As Syinqity 1/73-89.
[5] ) Yang dimaksud dengan penitipan di sini ialah penitipan yang tanpa dipungut upah. Adapun penitipan yang sering terjadi di masyarakat, misalnya penitipan sepeda motor, mobil, dll yang dipungut biaya penitipan, akad ini sebenarnya bukan akad penitipan, akan tetapi akad jual-beli jasa, yang diistilahkan dalam ilmu fiqih dengan akad ijarah (jual jasa)

 ==================
* Ust. Dr. Muhammad Arifin Baderi, M.A, Alumnus Jurusan Fikih dari Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia. Rektor sekaligus dosen pengajar di Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah (STDI) Imam Syafi’i Jember serta dosen tamu untuk Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pakar dalam fikih muamalah, aktif mengisi berbagai seminar nasional, dan membina Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI). Beliau menulis beberapa buku muamalah syar’i diantaranya yang bertajuk “Sifat Perniagaan Nabi“, “Riba & Tinjauan Kritis Perbankan Syariah“, dan “Ekonomi Syariah”.


Ust. Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF, Alumnus Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, Spesialisasi bidang Ekonomi, Bisnis dan Keuangan Islam. Gelar Profesi CPIF (Chartered Professional in Islamic Finance) dari CIIF (Chartered Institute of Islamic Finance) yang berpusat di Kuala Lumpur, Malaysia. Berguru dengan banyak ulama di Malaysia dan Indonesia. Alhamdulillah, sudah berguru dengan beberapa Ulama dunia pemegang Sanad al-Qur’an yaitu dengan Asy-Syaikh Sayyid Harun ad-Dahhab (Ulama Qira’at dari Univ. Al Azhar, Mesir), dan Syeikh al-Mukri Abdurrahman Muknis al-Laitsi (Guru al-Qur’an dari Dar al-Azhar, Mesir), serta belajar metode Hafalan dengan Syaikh DR Said Thalal al-Dahsyan (Direktur Dar al-Qur’an al-Karim wa Sunnah, Palestina). Sekarang ini mengurus Baitul Mal Mina, NGO IndoCares, MTEC dan Darul Qur’an Mina. e-mail: ustazsofyan@gmail.com

Popular posts from this blog

Zakat di Masa Rasulullah, Sahabat dan Tabi'in

ZAKAT DI MASA RASULULLAH, SAHABAT DAN TABI’IN Oleh: Saprida, MHI;  Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Islam merupakan agama yang diturunkan kepada umat manusia untuk mengatur berbagai persoalan dan urusan kehidupan dunia dan untuk mempersiapkan kehidupan akhirat. Agama Islam dikenal sebagai agama yang kaffah (menyeluruh) karena setiap detail urusan manusia itu telah dibahas dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ketika seseorang sudah beragama Islam (Muslim), maka kewajiban baginya adalah melengkapi syarat menjadi muslim atau yang dikenal dengan Rukun Islam. Rukun Islam terbagi menjadi lima bagian yaitu membaca syahadat, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, menjalankan puasa dan menunaikan haji bagi orang yang mampu. Zakat adalah salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban bagi setiap individu (Mukallaf) yang memiliki harta untuk mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam zakat itu sendiri. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah s

Akibat Menunda Membayar Zakat

Akibat Menunda Membayar Zakat Mal  Pertanyaan: - Jika ada orang yang tidak membayar zakat selama beberapa tahun, apa yang harus dilakukan? Jika sekarang dia ingin bertaubat, apakah zakatnya menjadi gugur? - Jika saya memiliki piutang di tempat orang lain, sudah ditagih beberapa kali tapi tidak bisa bayar, dan bulan ini saya ingin membayar zakat senilai 2jt. Bolehkah saya sampaikan ke orang yang utang itu bahwa utangmu sudah lunas, krn ditutupi dg zakat saya.. shg sy tdk perlu mengeluarkan uang 2 jt. Mohon pencerahannya Jawab: Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du, Orang yang menunda pembayaran zakat, dia BERDOSA. Sehingga wajib bertaubat. Imam Ibnu Utsaimin ditanya tentang orang yang tidak bayar zakat selama 4 tahun. Jawaban Beliau, هذا الشخص آثم في تأخير الزكاة ؛ لأن الواجب على المرء أن يؤدي  الزكاة فور وجوبها ولا يؤخرها ؛ لأن الواجبات الأصل وجوب القيام بها فوراً ، وعلى هذا الشخص أن يتوب إلى الله عز وجل من هذه المعصية “Orang ini berdos

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1 1.   The Parable of Spending in Allah’s Cause: Tafseer Ibn Kathir Sadaqa (Voluntary Charity in the Way of Allah) Tafseer Ibn Kathir – QS Al-Baqarah: 261 “The parable of those who spend their wealth in the way of Allah is that of a grain (of corn); it grows seven ears, and each ear has a hundred grains. Allah gives manifold increase to whom He wills. And Allah is All-Sufficient for His creatures’ needs, All-Knower .” This is a parable that Allah made of the multiplication of rewards for those who spend in His cause, seeking His pleasure. Allah multiplies the good deed ten to seven hundred times . Allah said,  The parable of those who spend their wealth in the way of Allah. Sa`id bin Jubayr commented, “Meaning spending in Allah’s obedience” . Makhul said that the Ayah means, “Spending on Jihad, on horse stalls, weapons and so forth” . The parable in the Ayah is more impressive on the heart than merely mentioning th