Berniaga Secara Islam #1
Oleh: Ust. DR Muhammad Arifin Baderi, MA;
Editor: Ust. Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF
Saudaraku! Anda bermazhab
dengan mazhab Imam As Syafi’i, sudahkah anda mengamalkan petuah imam anda?
مَنْ
أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيهِ بِالعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيهِ
بِالعِلْمِ
“Barang siapa yang
menginginkan keuntungan di dunia, maka hendaknya ia berilmu dan barang siapa
yang menginginkan keuntungan akhirat, hendaknya ia juga berilmu.”
Petuah yang begitu indah
dan layak untuk dituliskan dengan tinta emas. Anda bisa bayangkan, betapa
susahnya hidup anda bila harus menjalani hidup ini dengan tanpa bekal ilmu.
Bila anda beramal dalam
urusan dunia tanpa ilmu, niscaya anda banyak berbuat kesalahan. Dan bila
beramal dalam urusan agama tanpa dasar ilmu, tak ayal lagi anda terjerumus ke
dalam kesesatan.
Tidak heran bila, jauh-jauh
hari Khalifah Umar bin Khattab t telah berpesan dengan berkata:
(لاَ
يَتَّجِرُ فِي سُوْقِنَا إِلاَّ مَنْ فَقُهَ وَإِلاَّ أَكَلَ الرِّبَا).
ورواه
مالك والترمذي بلفظ: (لاَ يَبِعْ فِي سُوْقِنَا إِلاَّ مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي
الدِّينِ) حسنه الألباني
“Janganlah ada yang berani
berdagang di pasar kita selain orang yang telah berilmu, bila tidak, niscaya ia
akan memakan riba.” Ucapan
beliau dengan teks demikian ini dinukilkan oleh Ibnu Abdil Bar Al Maliky dalam
kitab At Tamhid 2/247.
Ucapan beliau ini
diriwayatkan oleh Imam Malik dan juga Imam At Tirmizy dengan teks yang sedikit
berbeda:
“Hendaknya tidaklah
berdagang di pasar kita selain orang yang telah memiliki bekal ilmu agama.” Al Muwattha’ riwayat
Muhammad bin Al Hasan no: 802 dan Sunan At Tirmizy, riwayat no: 487. Oleh Al
Albany, riwayat ini dinyatakan hasan.
Imam Al Qurthuby Al Maliky
menjelaskan: “Orang yang tidak berilmu tentang hukum perniagaan,–walaupun tidak
dilarang- tidak layak diberi kepercayaan untuk mengelola harta bendanya. Yang
demikian ini dikarenakan ia tidak dapat membedakan perniagaan terlarang dari
yang dibenarkan, transaksi halal dari yang haram. Sebagaimana dikawatirkan ia
–tanpa disadari- melakukan praktek riba dan transaksi haram lainnya. Hal ini
juga berlaku pada orang kafir yang tinggal di negri Islam.”([1])
Coba anda bayangkan: Andai
anda hidup di zaman Khalifah Umar bin Al Khattab radiallahu ‘anhu,
mungkinkah beliau memperkenankan anda untuk berniaga di pasar?
Melalui artikel singkat
ini, saya mengajak anda untuk mengenal beberapa prinsip-prinsip dasar
perniagaan dalam Islam. Dengan harapan anda dapat menjalankan perniagaan anda
dengan benar.
Prinsip pertama: Rizqi
adalah karunia Allah.
Pernahkah anda mencermati
berbagai makhluq hidup yang ada di sekitar anda? Dari pengamatan anda, adakah
makhluq hidup yang tidak mendapatkan jatah rizkinya.
Tidakkah fakta ini
menjadikan anda berpikir positif dan berbesar harapan?
Andai rizqi diperoleh hanya
dengan kekuatan, niscaya hanya gajah dan singa yang dapat bertahan hidup di
dunia.
Andai keberhasilan dan
rizqi didapat hanya karena kepandaian, niscaya keledai tidak dapat bertahan
hidup.
]وَكَأَيِّن
مِن دَابَّةٍ لاَ تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ
السَّمِيعُ الْعَلِيمُ[ العنكبوت 60
“Dan betapa banyak binatang
yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rizkinya sendiri.Allah-lah yang memberi
rizki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.“ Al Ankabut 60
Ibnu Jarir At Thabary rahimahullah berkata:
“Allah Ta’ala berfirman kepada para sahabat yang mereka adalah orang-orang
yang beriman kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya: Hendaknya kalian berhijrah dan
memerangi musuh-musuh Allah. Jangan sekali-kali engkau kawatir akan ditimpa
kekurangan atau kemiskinan. Ingatlah bahwa Allah senantiasa memberi rizki;
makanan dan minuman kepada banyak binatang melata lemah nan tak berdaya,
padahal binatang itu tidak kuasa untuk menyimpan makanannya guna persedian hari
esok. Sedangkan Allah itu Maha mendengar keluhanmu: bila kami meninggalkan
negri kami, maka kami akan ditimpa kemiskinan. Dan Dia Maha Mengetahui segala
isi batinmu, masa depanmu, dan juga masa depan musuhmu. Allah pasti menghinakan
musuhmu dan menurunkan pertolongan-Nya kepadamu.” ([2])
Pada ayat lain Allah Ta’ala
berfirman:
]وَمَا
بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ[ النحل:53
“Dan apa saja nikmat yang
ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)” An Nahel 53
Dan pada hadits Qudsi Allah
Ta’ala berfirman:
(يَا
عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ، فَاْسْتَطْعِمُونِي
أُطْعِمْكُمْ، يَا عِبَادِي كُلُّكُم عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوتُهُ فَاسْتَكْسُونِي
أَكْسُكُمْ).
“Wahai hamba-hamba-Ku;
kalian semua dalam kelaparan, kecuali orang yang telah Aku beri makan, maka
mohonlah makan kepada-Ku, niscaya Aku akan memberimu makan. Wahai
hamba-hambaKu, kalian semua dalam keadaan telanjang (tidak berpakaian), kecuali
orang yang telah Aku karuniai pakaian, maka mohonlah pakaian kepada-Ku, niscaya
Aku akan memberimu pakaian.” Riwayat
Muslim, kitab Al Bir wa As Silah, bab: Tahrimu Az Zhulmi hadits no: 2577.
Keimanan ini sudah
sepantasnya senantiasa menyertai setiap derap langkah anda. Hanya dengan cara
inilah anda dapat mensyukuri keberhasilan dan memuji Allah atas segala
kenikmatan. Dan hanya dengan keimanan inilah jiwa anda tegar bak gunung yang
menjulang tinggi ke langit tatkala menghadapi tantangan.
)مَا
أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ
مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ {22} لِكَيْلا
تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لا
يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ( الحديد 22-23
“Tiada sesuatu bencanapun
yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Luhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu)
supaya kamu jangan berduka cita atas apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu
jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” Al Hadid 22-23
(لاَ
تَسْتَبْطِئُوا الرِّزْقَ فَإِنَّهُ لَمْ يَكُنْ عَبْدٌ يَمُوتُ حَتَّى يَبْلُغَهُ
آخِرُ رِزْقٍ هُوَ لَهُ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ مِنَ
الْحَلاَلِ وَتَرْكِ الْحَرَامِ)
“Jangan pernah engkau
merasa rizqimu telat datang, karena sesungguhnya tiada seorangpun hamba yang
mati, hingga telah datang kepadanya rizqi terakhir yang telah ditentukan
untuknya. Karenanya, bertakwalah engkau kepada Allah dan tempuhlah jalan yang
baik dalam mencari rizqi, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan
yang haram.” Riwayat Ibnu Majah, Kitab At Tijaraat, bab: Al Iqtishad fi
Thalabil Ma’isyah hadits no 2144, dan Al Baihaqi, Kitab Al Buyu’ bab: Al Ijmal
fi Thalabi Ad Dunya Wa Tarki Thalabiha Bima La Yahillu, hadits no: 10707. Oleh
Al Albani, hadits ini dinyatakan sebagai hadits shahih, silsilah ahadits
shahihah 6/209, no:2607.
Saudaraku, tidakkah anda
dapat mengambil pelajaran dari kisah saudagar kaya raya yang namanya
terabadikan sepanjang masa, yaitu Karun?
]إِنَّ
قَارُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ مِنَ
الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ[
“Sesungguhnya Karun adalah
salah seorang kaum nabi Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami
telah menganugrahkan kepadanya kekayaan, yang kunci-kuncinya sungguh berat
untuk dipikul oleh sejumlah orang yang gagah perkasa”. Al Qashash 76.
Karun adalah ikon pengusaha
sukses, cerdas nan kaya raya. Karun begitu sukses dan kaya, sampai-sampai
kebanyakan orang mengimpi-impikan untuk mengikuti jejaknya, menjadi kaya raya.
Betapa tidak, kekayaannya begitu melimpah ruah, sampai sejumlah orang yang
gagah perkasapun tak kuasa untuk memikul kunci-kunci gudangnya. Kunci-kunci
gudang Karun hanya bisa dibawa –minimal- oleh enam puluh keledai.([3])
Karun merasa bahwa
perniagaannya sukses karena kehebatan dan kecerdasannya. Simaklah, betapa
angkuhnya Karun, ketika ia berkata:
]قَالَ
إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ
أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ القُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً
وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ [
“Qarun berkata:
“sesungguhnya aku mendapatkan harta kekayaan itu hanya karena kecerdasanku”.
Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan
umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak harta
kumpulannya.” (Al
Qashas 78)
Relahkah anda untuk menjadi
penerus paham dan idiologi karun semacam ini?
Saudaraku! Bangkitkan
semangatmu dan kobarkan imanmu. Yakinlah, bahwa dengan beriman dan beramal
sholeh rizqi anda akan semakin lancar dan masa depanmu kan semakin cerah.
Prinsip Kedua : Hukum
asal setiap transaksi adalah halal.
Sarana dan metode
pertukaran kepentingan antara sesama manusia, tidak terbatas jumlahnya. Setiap
masa dan daerah memiliki berbagai bentuk dan model pertukaran yang berbeda
dengan bentuk model yang ada pada masa dan daerah lainnya. Oleh karena itu,
bukan sikap yang bijak bila model pertukaran kepentingan antara mereka dikekang
dan dibatasi dalam bentuk tertentu. Karenanya syari’at Islam tidak pernah
membatasi metode pertukaran kepentingan sesama mereka.
الأَصْلُ
فِي الأَشْيَاءِ الإِبَاحَةُ، حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
“Hukum asal segala hal
adalah boleh, hingga ada dalil yang mengharamkannya .”
Kaedah ini didukung oleh
banyak dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, diantaranya:
Rasulullah e bersabda:
(أَنْتُمْ
أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُم)
“Kalian lebih mengetahui
tentang urusan dunia kalian.” Riwayat
Muslim, Kitab: Al Fadhail, bab: Wujub Imtitsal Ma Qalahu Syar’an, no 2363.
Dan berkaitan dengan
perniagaan, Allah Ta’ala berfirman:
] وَأَحَلَّ
اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا[
“Dan Allah telah
menghalalkan jual-beli serta mengharamkan riba.” (Al Baqarah 275)
Bahkan tatkala Rasulullah e
ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik, beliau menjawab:
(عَمَلُ
الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ)
“Hasil pekerjaan seseorang
dangan tangannya sendiri, dan setiap perniagaan yang baik.” Riwayat Ahmad, 4/141, dan
oleh Al Albany dalam kitab Shahih At Targhib no: 1691, dinyatakan sebagai
hadits shahih.
Oleh sebab itu, setiap
ulama’ yang menuliskan kitab fiqih, atau hadits, senantiasa mengkhususkan satu
bab untuk pembahasan tentang perniagaan.
Prinsip Ketiga :
Jenis-jenis akad dan berbagai konsekwensi hukumnya.
Sebagai seorang pengusaha,
pasti mengetahui bahwa berbagai akad dan konsekwensi hukumnya bermacam-macam.
Tentu hal ini penting untuk diketahui. Dengan mengenali perbedaan konsekwensi
masing-masing akad, maka berbagai hukum syariat yang terkait dengannyapun,
lebih mudah anda kuasai dan pahami.([4])
Berikut beberapa sudut
pandang pembagian akad, yang menurut hemat saya mendesak untuk anda kenali.
1. Pembagian Akad Ditinjau Dari Tujuannya.
Ketika anda mengadakan
suatu perniagaan, coba anda renungkan kembali tujuan anda. Banyak bukan, tujuan
akad yang selama ini pernah terbetik dalam hati anda? Akan tetapi secara
global, tujuan-tujuan itu dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok:
Tujuan Komersial : Tujuan ini biasanya
muncul, ketika anda menjalankan akad yang dapat mendatangkan keuntungan yang
bernilai materi. Kala itu anda pasti menyadari bahwa patner niaga anda sedang
berusaha mendapatkan keuntungan, demikian pula halnya dengan diri anda. Inilah
yang mendasari adanya suatu proses tawar-menawar atau negoisasi.
Contoh nyata dari akad yang
memiliki tujuan semacam ini ialah akad jual-beli, sewa-menyewa, syarikat
dagang, dll.
Secara prinsip, syari’at
Islam merestui umatnya untuk mencari keuntungan melalui akad jenis ini.
Tujuan Sosial : Biasanya tujuan ini muncul,
ketika anda merasa iba kepada orang lain. Dengan kata lain, anda tidak memiliki
pamprih ketika menjalankan akad-akad jenis ini. Anda benar-benar ingin
mengulurkan tangan kepada saudara anda guna meringankan deritanya, atau
menghargai jasa baiknya.
Sudah barang tentu tidak
etis bila ternyata anda menggunakan kondisi ini, guna mengeruk keuntungan dari
uluran tangan anda.
Ini tidak berarti hanya
orang yang sedang terhimpit oleh kebutuhan saja yang menjalankan transaksi
jenis ini. Karena betapa banyak orang yang memiliki harta melimpah ruah
menjalankan sebagian dari traksaksi jenis ini.
Contoh nyata dari akad
macam ini ialah: akad hutang-piutang, penitipan,([5])
peminjaman barang (‘aariyah), shadaqah, wakaf, dll.
Tujuan Memberi Rasa Aman
(Jaminan): Tujuan
ini biasanya terjadi disaat anda menggunakan hak saudara anda. Anda bermaksud
menumbuhkan kepercayaan padanya bahwa hartanya yang anda gunakan/hutang dapat
anda kembalikan dengan utuh. Sebagai konsekwensinya, tidak dibenarkan baginya
untuk mengambil keuntungan dari barang yang anda jaminkan kepadanya. Yang
demikian itu, dikarenakan harta beserta seluruh kegunaannya adalah milik anda,
sehingga ia tidak berhak menggunakannya tanpa izin anda.
(لاَ
يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ)
“Tidaklah halal harta
seorang muslim kecuali atas kerelaan darinya”. Riwayat Ahmad 5/113.
Diantara akad yang
tergolong kedalam kelompok ini ialah akad pegadaian (rahnu), jaminan (hamalah),
transfer piutang(hawalah) dll.
Manfaat mengetahui
pembagian akad ditinjau dari tujuannya.
Dengan memahami pembagian
akad ditinjau dari tujuannya, anda dapat memahami alasan dan hikmah
diharamkannya riba. Sebagaimana anda dapat memahami perbedaan riba dari
perniagaan:
} الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ
مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا{
“Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba.” Al
Baqarah 275.
1.
Pembagian Akad Ditinjau Dari
Karakternya.
Akad perniagaan bila
ditinjau dari sifat dasarnya, maka dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok
besar:
Pertama : Akad yang
mengikat kedua belah pihak.
Maksud kata “mengikat”
ialah anda tidak dibenarkan untuk membatakan akad yang telah usai anda jalin
tanpa kerelaan dari pihak kedua.
Diantara contoh akad
jenis ini ialah akad jual-beli, sewa-menyewa, dll
Kedua
: Akad
yang mengikat salah satu pihak, sedang pihak kedua bebas untuk membatalkan
akad, walau tanpa kerelaan pihak kedua.
Diantara contoh akad jenis
ini ialah: Akad pergadaian (agunan). Pada akad ini, seorang kreditur berhak
mengembalikan agunan yang ia terima kapanpun ia suka. Sedangkan
debitur/penghutang sekaligus pemilik barang agunan tidak berhak untuk menarik
kembali agunannya tanpa seizin dari debitur.
Ketiga : Akad
yang tidak mengikat kedua belah pihak.
Kedua pihak terkait berhak
untuk membatalkan akad yang mereka jalin, kapanpun ia suka, walau tanpa seizin
dari pihak kedua.
Diantara contoh akad jenis
ini ialah: syarikat dagang, mudharabah (bagi hasil),
penitipan, peminjaman, wasiat, dll.
Manfaat mengetahui
pembagian akad ditinjau dari karakternya.
Dengan mengetahui pembagian
akad ditinjau dari sisi ini, anda dapat mengetahui hukum memutuskan akad yang
telah anda jalin.
Dengan demikian anda
mengetahui hukum dari pernyataan sebagian pedagang berikut ini: “Barang
yang telah dibeli tidak dapat dikembalikan”.
1. Pembagian Akad Ditinjau Dari
Konsekwensi Hukumnya.
Bila akad perniagaan
ditinjau dari konsekwensi hukumnya, maka secara global anda dapat membaginya ke
dalam dua kelompok besar:
Pertama : Akad Yang
Memindahkan Kepemilikan Barang.
Berbagai akad yang
dibenarkan dalam Syari’at islam, memiliki konsekwensi memindahkan kepemilikan
barang. Sekedar anda menjalin akad jenis ini, maka barang yang menjadi obyek
akad secara otomatis berpindah kepemilikan kepada lawan akad anda. Diantara
contoh akad kelompok ini ialah: akad jual-beli, hutang piutang, barter, hibah,
hadiah dan lainnya.
Kedua : Akad Yang Tidak
Memindahkan Kepemilikan Barang.
Diantara contoh akad jenis
ini ialah akad serikat dagang, mudharabah, sewa-menyewa, ‘ariyah (peminjaman
barang) dan lainnya.
Manfaat mengetahui
pembagian akad ditinjau dari konsekwensi hukumnya
Banyak manfaat yang dapat
anda petik dari mengetahui pembagian akad ditinjau dari konsekwensi hukumnya
semacam ini. Dengannya anda mengetahui siapa yang berhak memiliki barang yang
diperniagakan beserta keuntungannya.
Sebagaimana dengannya, anda
dapat mengetahui hak dan kewajiban anda dan patner niaga anda.
Misal: Akad mudharabah adalah
salah satu contoh akad yang tidak memindahkan kepemilikan barang. Sebagai
konsekwensi dari ketentuan ini: pihak yang berhak memiliki unit usaha ialah
pemodal dan bukan pelaku usaha.
Tidak heran bila ulama’
menegaskan bahwa pada akad mudharabah status dan wewenang
pelaku usaha hanya sebatas sebagai perwakilan dari pemodal. Karenanya, mereka
menegaskan bahwa pelaku usaha tidak dibenarkan untuk menghibahkan sebagian
harta mudharabah, atau menjualnya dengan harga lebih murah, atau membeli dengan
harga lebih mahal dari harga pasar.
Bila pelaku usaha melanggar
kewenangannya, semisal menghibahkan sebagian harta mudharabah tanpa izin, atau
membeli barang dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar, maka ia wajib
menggantinya. ( Baca : Al Wasith oleh Al Ghazali 4/116, Al Mughni oleh Ibnu
Qudamah 7/150-151, & Bada’ius Shana’i oleh Al Kasani 6/87).
Adapun haknya, maka pelaku
usaha hanya berhak mendapatkan bagian dari hasil/keuntungan usaha sesuai dengan
yang telah disepakati, tidak lebih dan tidak kurang. (Silahkan baca: Nihayatul
Mathlab oleh Al Juwaini 7/455, Al Muhazzab oleh As Syairazy 1/385, Al Mughni
oleh Ibnu Qudamah 7/140 & ‘I’anatut Thalibin 3/101).
Notes:
[3] Tafsir At Thobari 20/106-107.
[4] Pembagian macam-macam akad ini saya sarikan dari beberapa referensi
berikut: Qawaidh Ibnu Rajab Al Hambaly 1/375, kaedah ke-52,
& 2/418, kaedah ke-105, Al Muwafaqat oleh As Syathiby
3/199, As Syarhul Mumti’ oleh Syeikh Ibnu Utsaimin
8/278, 9/120, 127-129, Ad Dirasyat As Syar’iyah li Ahammil uqud Al
Maliyyah Al Mustahdatsah, oleh Dr. Muhammad Musthofa As Syinqity
1/73-89.
[5] )
Yang dimaksud dengan penitipan di sini ialah penitipan yang tanpa dipungut
upah. Adapun penitipan yang sering terjadi di masyarakat, misalnya penitipan
sepeda motor, mobil, dll yang dipungut biaya penitipan, akad ini sebenarnya
bukan akad penitipan, akan tetapi akad jual-beli jasa, yang diistilahkan dalam
ilmu fiqih dengan akad ijarah (jual jasa)
==================
* Ust. Dr. Muhammad Arifin
Baderi, M.A, Alumnus Jurusan Fikih dari Universitas Islam Madinah, Saudi
Arabia. Rektor sekaligus dosen pengajar di Sekolah Tinggi Dirasat
Islamiyah (STDI) Imam Syafi’i Jember serta dosen tamu untuk Program
Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pakar dalam fikih muamalah,
aktif mengisi berbagai seminar nasional, dan membina Komunitas Pengusaha Muslim
Indonesia (KPMI). Beliau menulis beberapa buku muamalah syar’i diantaranya
yang bertajuk “Sifat
Perniagaan Nabi“, “Riba & Tinjauan Kritis Perbankan Syariah“, dan “Ekonomi Syariah”.
* Ust. Sofyan
Kaoy Umar, MA, CPIF, Alumnus Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, Spesialisasi bidang Ekonomi, Bisnis
dan Keuangan Islam. Gelar Profesi CPIF (Chartered Professional in Islamic
Finance) dari CIIF (Chartered Institute of Islamic Finance) yang berpusat
di Kuala Lumpur, Malaysia. Berguru dengan banyak ulama di Malaysia dan Indonesia. Alhamdulillah,
sudah berguru dengan beberapa Ulama dunia pemegang Sanad al-Qur’an yaitu dengan
Asy-Syaikh Sayyid Harun ad-Dahhab (Ulama Qira’at dari Univ. Al Azhar, Mesir), dan
Syeikh al-Mukri Abdurrahman Muknis al-Laitsi (Guru al-Qur’an dari Dar
al-Azhar, Mesir), serta belajar metode Hafalan dengan Syaikh DR Said Thalal
al-Dahsyan (Direktur Dar al-Qur’an al-Karim wa Sunnah, Palestina).
Sekarang ini mengurus Baitul Mal
Mina, NGO IndoCares, MTEC dan Darul Qur’an Mina. e-mail: ustazsofyan@gmail.com.