Alhamdulillah,
shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga
dan sahabatnya.
Qiblat yang
bermuara di Baitullah atau Ka’bah adalah arah arah anda setiap kali mendirikan
shalat. Tentu arah ini memiliki arti tersendiri dalam hidup anda. Dan sudah
barang tentu hati anda selalu merindukan untuk memiliki kesempatan beribadah
kepada Allah langsung di hadapan Ka’bah. Wajar bila pertama kali anda
berkesempatan untuk beribadah langsung di hadapan Ka’bah, anda tak kuasa
menahan luapan rasa bahagia. Hati anda berbunga-bunga, dan pikiran anda terharu
dan air matapun mengalir bercucuran. Betapa tidak, arah yang selama ini anda
agungkan ternyata bermuara pada bangunan sederhana, yaitu Ka’bah. Bangunan yang
tersusun dari bebatuan hitam, yang sudah barang tentu tidak kuasa memberi anda
apapun.
Kesederhanaan
Ka’bah menjadikan anda menyadari bahwa selama ini ternyata anda tidaklah
menyembah bangunan Ka’bah. Selama ini sejatinya anda sedang mengagungkan Tuhan
Ka’bah, Pencipta dan Penguasa dunia beserta isinya.
(فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ {3} الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن
جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ)
“Maka
hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Kakbah). Yang telah memberi
makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari
ketakutan. (QS Al Quraisy 3-4).
Walau
demikian, mata anda tak kan pernah puas memandangi Ka’bah, dan kerinduan kan
selalu melekat dalam hati anda untuk terus berkunjung dan beribadah di
dekatnya.
Saudaraku!
Fenomena yang anda rasakan bersama Ka’bah ini sejatinya adalah efek langsung
dari kobaran iman anda kepada Allah Ta’ala. Anda menyadari bahwa Allahlah Yang
memerintahkan anda untuk menghadapkan wajah ke arahnya, karenanya anda selalu
rindu kepadanya.
Begitu kuat
kerinduan anda kepada Ka’bah hingga menjadikan anda berusaha sekuat tenaga
untuk dapat mengobati kerinduan anda walau hanya sesaat atau minimal sekali
seumur hidup anda. Sedikit demi sedikit anda menyisihkan dari hasil kucuran
keringat anda, agar kemudian hari anda berkesempatan menikmati kesejukan
beribadah di sisi Baitullah Ka’bah. Bahkan mungkin anda rela menjual berbagai
aset anda, atau bahkan berhutang agar dapat mewujudkan impian anda ini.
Kerinduan
anda kepada Ka’bah, menjadikan banyak orang memutar otak dan mencari berbagai
terobosan guna mewujudkannya. Dan diantara terobosan yang lalu banyak
ditawarkan ialah dengan mengikuti program arisan atau menggunakan dana talangan
haji. Bagi banyak kalangan, program ini terasa bak hembusan angin surga yang
mengobati kerinduan hatinya. Akibatnya, banyak dari mereka terbuai dan langsung
menerimanya tanpa berpikir lebih dalam tentang hukum dan resikonya.
Andai mereka
sedikit meluangkan waktu dan pikirannya guna menimbang-nimbang program ini,
niscaya mereka mewaspadainya. Program-program semacam ini, walau pada awalnya
terasa empuk, namun pada akhirnya terasa berat dan menyusahkan. Terlebih-lebih
bila progarm dana talangan haji ini ditinjau dari hukum syari’inya.
Dana
talangan haji yang lalu sedang marak diterapkan diberbagai lembaga keuangan,
adalah salah satu bentuk rekayasa melanggar hukum Allah Ta’ala. Praktek yang
sekarang sedang menjamur di masyarakat ini sekilas serupa dengan akad qardh
(piutang) dan ijarah (sewa menyewa jasa). Dan tidak diragukan bahwa kedua akad
ini bila dilakukan secara terpisah adalah halal.
Walau demikian, ketika kedua akad ini dilakukan secara bersamaan dan saling terkait, muncullah masalah besar. Yang demikian itu karena beberapa alasan berikut:
1. Larangan Nabi
لا يحل سلف وبيع
“Tidak halal menggabungkan antara piutang dengan akad jual-beli.” (Abu
Dawud, dan At Tirmizy)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Pada hadits ini Nabi melarang penggabungan
antara piutang dengan jual beli. Dengan demikian bila anda menggabungkan antara
akad putang dengan akad sewa-menyewa berarti anda telah menggabungkan antara
akad piutang dengan akad jual-beli atau akad yang serupa dengannya. Dengan
demikian, setiap akad sosial semisal hibahm pinjam-meminjam, hibah buah-buahan
yang masih di atas pohonnya, diskon pada akan penggarapan ladang atau sawah,
dan lainnya semakna dengan akad hutang piutang, yaitu tidak boleh digabungkan
dengan akad jual-beli dan sewa-menyewa.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah
29/62).
2. Riba terselubung.
Secara lahir kreditur tidak memungut tambahan atau riba atau bunga dari
piutangnya, namun secara tidak langsung ia telah mendapatkannya, yaitu dari
uang sewa yang ia pungut. Anda pasti menyadari bahwa sewa menyewa (jual jasa
pengurusan administrasi haji) yang dilakukan oleh lembaga keuangan terkait
langsung dengan akad hutang piutang. Biasanya, yang telah memiliki dana sendiri
untuk biaya hajinya, tidak akan menggunakan layanan “dana talangan haji” ini.
Dengan demikian, adanya talangan dana haji ini, menjadikan lembaga keuangan
terkait dapat memasarkan jasanya dan pasti mendapatkan keuntungan dari
jual-beli jasa tersebut.
Syikhul
Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan hal ini dengan berkata: “Kesimpulan dari
hadits ini menegaskan bahwa: Tidak dibenarkan menggabungkan antara akad
komersial dengan akad sosial. Yang demikian itu karena keduanya menjalin akad
sosial disebabkan adanya akad komersial antara mereka. Dengan demikian akad
sosial itu tidak sepenuhnya sosial. Namun akad sosial secara tidak langsung
menjadi bagian dari nilai transaksi dalam akad komersial. ….Dengan demikian
orang yang menghutangkan uang sebesar seribu dirham kepada orang lain, dan pada
waktu yang sama kreditur menjual kepada debitur barang senilai lima ratus
dengan harga seribu. Sejatinya pada kasus ini, kreditur tidak rela memberi
piutang kecuali bila debitur membeli barangnya dengan harga mahal. Sebagaimana
pembeli tidaklah rela membeli dengan harga mahal melainkan karena ia
mendapatkan piutang dari penjual.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 29/63)
3. Memberatkan Masyarakat.
Sistem setoran haji yang diterapkan oleh Departemen Agama dengan online,
sehingga dapat dilakukan kapan saja, telah mendatangkan masalah besar.
Masyarakat berlomba-lomba untuk melakukan pembayaran secepat mungkin, guna
mendapatkan kepastian jadwal keberangkatan. Akibatnya, banyak dari mereka yang
sejatinya belum mampu menempuh segala macam cara, karena kawatir kelak harus
menanti lama. Banyak dari mereka yang memaksakan diri dengan cara menggunakan
sistem dana talangan haji atau arisan.
Adanya
praktek memaksakan diri ini tidak diragukan membebani masyarakat.
Terlebih-lebih menjadikan agama Islam yang pada awalnya terasa mudah, sekarang
menjadi terasa sulit nan berat. Untuk dapat haji harus menanti sekian lama, dan
selama penantian banyak dari mereka yang harus tersiksa dengan cicilan piutang.
Dan bahkan sepulang menunaikan ibadah hajipun, sering kali masih menanggung
beban cicilan biaya perjalanan hajinya.
Sudah barang
tentu melaksanakan ibadah dengan cara memaksakan diri semacam ini tentu tidak
selaras dengan syari’at Islam.
)يا أيها الناس عليكم من الأعمال ما تطيقون فإن الله لا يمل حتى تملوا
وإن أحب الأعمال إلى الله ما دووم عليه وإن قل(
“Wahai umat manusia, hendaknya kalian mengerjakan amalan yang kuasa kalian
kerjakan, karena sejatinya Allah tidak pernah merasa bosan (diibadahi) walaupun
kalian sudah merasakannya. Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah
ialah amalan yang dilakukan secara terus menerus, walaupun hanya sedikit.”
(Bukhari hadits dan muslim).
Dalam riwayat lain, Nabi menyampaikan pesan
ini ketika mendengar cerita bahwa Khaula’ bintu Tuwait senantiasa sholat malam
dan tidak pernah tidur.
Dan dalam urusan haji Allah Ta’ala berfirman
(وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ
سَبِيلاً)
“Megerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS Ali Imran 97)
Penutup.
Semoga paparan singkat ini menjadi pelajaran bagi anda. Anda semakin bertambah yakin bahwa Islam adalah agama yang mudah dan tidak rela bila umatnya sengsara atau ditimpa kesusahan. Dengan demikian anda dapat bersikap proporsional dan terhindar dari hal-hal yang kurang selaras dengan syari’at Islam, walau sekilas terasa empuk. Wallahu a’alam bisshawab.
****************************
Semoga paparan singkat ini menjadi pelajaran bagi anda. Anda semakin bertambah yakin bahwa Islam adalah agama yang mudah dan tidak rela bila umatnya sengsara atau ditimpa kesusahan. Dengan demikian anda dapat bersikap proporsional dan terhindar dari hal-hal yang kurang selaras dengan syari’at Islam, walau sekilas terasa empuk. Wallahu a’alam bisshawab.
****************************
Kontributor: Ustadh DR Muhammad Arifin Badri, MA. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail. com