Isu-Isu dan Pertanyaan tentang Zakat #2
Kontributor: Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid;
Ust.dr Raehanul Bahraen: Ust.Muhammad Saefuddin Hakim;
Editor: Ust. Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF
Pertanyaan
1. Bolehkah mengeluarkan Zakat Fitri lebih awal
2. Siapakah yang berhak menerima Zakat Fithri?
3. Apa akibatnya bagi orang yang enggan membayar zakat?
4. Apakah dikenakan Zakat untuk Harta Yang Digadaikan
1.Pertanyaan dijawab oleh Ust
Waktu yang disyariatkan untuk mengeluarkan zakat fitri adalah satu atau dua hari sebelum hari ‘ied. Sebagaimana dalam hadits.
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﺑْﻦُ ﻋُﻤَﺮَ – ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ – ﻳُﻌْﻄِﻴﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﻘْﺒَﻠُﻮﻧَﻬَﺎ ، ﻭَﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳُﻌْﻄُﻮﻥَ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﺑِﻴَﻮْﻡٍ ﺃَﻭْ ﻳَﻮْﻣَﻴْﻦِ
“ Dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memberikan zakat fithri kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan dia mengeluarkan zakatnya itu sehari atau dua hari sebelum hari Raya ‘Idul Fithri .” (HR. Bukhari no. 1511). Ada juga riwayat yang menyatakan tiga hari sebelum hari ‘ied. Nafi’ berkata,
ﺃَﻥَّ ﻋَﺒْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦَ ﻋُﻤَﺮَ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺒْﻌَﺚُ ﺑِﺰَﻛَﺎﺓِ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺗُﺠْﻤَﻊُ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﺑِﻴَﻮْﻣَﻴْﻦِ ﺃَﻭْ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٍ
“Abdullah bin ‘Umar memberikan zakat fitrah atas apa yang menjadi tanggungannya dua atau tiga hari sebelum hari raya Idul Fithri .” (Muwatha’no. 629, 1: 285).
Apakah boleh mengeluarkan zakat fitri lebih awal dari waktunya semisal sepekan sebelumnya? Pertanyaan ini muncul bagi mereka yang memiliki urusan banyak dan sibuk menjelang hari raya, satu-dua hari menjelang hari raya mereka semakin sibuk. Belum lagi arus mudik dan waktu yang mereka habiskan di jalan cukup menyibukkan. Ibnu Qudamah menjelaskan bahwa zakat fitir harus ditunaikan sesuai waktunya dan tidak boleh didahulukan waktunya, karena fungsi zakat fitri adalah untuk memberi makan orang yang telah berpuasa di hari ‘ied, hari raya kaum muslimin agar tidak ada yang kelaparan. Beliau berkata,
ﺳﺒﺐ ﻭﺟﻮﺑﻬﺎ ﺍﻟﻔﻄﺮ ، ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺇﺿﺎﻓﺘﻬﺎ ﺇﻟﻴﻪ ، ﻭﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﻣﻨﻬﺎ ﺍﻹﻏﻨﺎﺀ ﻓﻲ ﻭﻗﺖ ﻣﺨﺼﻮﺹ ، ﻓﻠﻢ ﻳﺠﺰ ﺗﻘﺪﻳﻤﻬﺎ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻮﻗﺖ
“Sebab wajibnya adalah al-fitri (berbuka) dan disandarkan pada makna ini. Maksudnya adalah memberikan kecukupan di waktu yang khusus (waktu ‘ied). Tidak boleh mendahulukan./memajukan waktunya.” [Al-Mughni 2/676]
Demikian juga penjelasan syaikh Al-‘Utsaimin, beliau menjelaskan zakat fitri itu sesuai dengan tujuannya. Jika diberikan pada awal-awal Ramadhan maka bisa jadi zakat itu digunkan untuk yang lain atau telah habis, sehingga tujuannya untuk memberi makan di hari yang fitri (‘iedul fitri) tidak tercapai. Beliau berkata,
ﻓﻬﻨﺎ ﺯﻛﺎﺓ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﺃﺿﻴﻔﺖ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﻷﻥ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﺳﺒﺒﻬﺎ ؛ ﻭﻷﻥ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﻭﻗﺘﻬﺎ ، ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﻌﻠﻮﻡ ﺃﻥ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﻻ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﻳﻮﻡ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ
“Zakat fitri ini dinisabatkan pada fitri (berbuka puasa) karena fitri inilah sebabnya, karena itu waktu fitri (berbuka). Telah diketahui bahwa berbuka (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan adalah pada hari-hari akhir Ramadhan.” [Fatwa Zakatul Fitri 18/180]
Terdapat fatwa lainnya yang menyatakan boleh diawalkan apabila ada hajat/keperluan dengan pertimbangan sebagaimana mazhab Syafi’iyah.
Syaikh Khalid Al-Mushlih berkata,
وهذا فيه أنه يجوز تقديم إخراجها للحاجة، فإذا دعت الحاجة إلى إخراجها من أول الشهر فالذي يظهر جواز ذلك، وهو مذهب الشافعي وجماعة من أهل العلم، لكن الأولى والأبرأ للذِّمَّة أن يحافظ على إخراجها في وقتها
“Boleh mendahulukan mengeluarkan zakat fitri karena ada hajat/pertimbangan. Apabila ada hajat untuk mengeluarkan zakat pada awal Ramadhan. Pendapat terkuat yang nampak bagiku adalah bolehnya hal ini. Ini adalah mazhab Syafi’i dan sekelompok ahli ilmu, akan tetapi yang lebih utama adalah mengeluarkan zakat pada waktunya.” Kesimpulan:
1. Waktu mengeluarkan zakat fitri adalah satu atau dua hari sebelum ‘ied fitri
2. Terdapat perbedaan pendapat ulama apakah boleh mendahulukan mengeluarkan zakat fitri atau tidak
3. Yang membolehkan dengan hajat, menyatakan mengeluarkan pada waktunya lebih baik
4. solusinya bisa dititipkan/diwakilkan pada orang lain untuk dikeluarkan pada waktu yang disyariatkan apabila kita sibuk dan tidak sempat mengeluarkan pada waktunya
2, Siapakah yang Berhak Menerima Zakat Fithri?,
Pertanyaan dijawab oleh: Ust Muhammad Saifudin Hakim
Pertanyaan dijawab oleh: Ust Muhammad Saifudin Hakim
Para ulama berselisih pendapat tentang siapakah yang berhak menerima zakat fithri. Mereka rahimahumullah terbagi ke dalam dua pendapat.
Pendapat Pertama, zakat fithri boleh diberikan kepada delapan golongan penerima zakat yang disebutkan dalam surat At-Taubah,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ
“Sesungguhnya, zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah.” (QS. At-Taubah [9]: 60)
Ini adalah pendapat mayoritas (jumhur) ulama. Alasannya, ayat di atas bersifat umum, yang mencakup semua bentuk zakat yang wajib ditunaikan, termasuk zakat fithri.
Pendapat ke dua, zakat fithri hanya boleh diberikan kepada golongan fakir dan miskin saja. Para ulama yang mengemukakan pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
“Rasulullah mewajibkan zakat fithri untuk membersihkan orang-orang yang berpuasa perkataan yang sia-sia dan perkataan kotor, dan juga untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat (hari raya), maka zakatnya diterima (sah, pen.). Barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat (hari raya), maka hanya termasuk sedekah dari sedekah-sedekah biasa.” (HR. Abu Dawud no. 1609, hadits hasan)
Dalam riwayat di atas, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan bahwa zakat fithri ditujukan untuk memberi makan orang miskin.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
”Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengkhususkan zakat fithri hanya untuk orang miskin saja. Beliau tidak pernah mebagikannya kepada delapan golongan penerima zakat, beliau tidak pernah pula memerintahkannya. Demikian pula para shahabat dan orang-orang setelah mereka tidak ada seorang pun yang melakukannya. Bahkan salah satu di antara dua pendapat kami mengatakan bahwa tidak boleh mengeluarkan zakat fithri kecuali hanya untuk orang miskin saja. Pendapat inilah yang lebih kuat daripada pendapat yang menyatakan wajibnya membagi zakat fithri kepada delapan golongan penerima zakat.”[1]
”Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengkhususkan zakat fithri hanya untuk orang miskin saja. Beliau tidak pernah mebagikannya kepada delapan golongan penerima zakat, beliau tidak pernah pula memerintahkannya. Demikian pula para shahabat dan orang-orang setelah mereka tidak ada seorang pun yang melakukannya. Bahkan salah satu di antara dua pendapat kami mengatakan bahwa tidak boleh mengeluarkan zakat fithri kecuali hanya untuk orang miskin saja. Pendapat inilah yang lebih kuat daripada pendapat yang menyatakan wajibnya membagi zakat fithri kepada delapan golongan penerima zakat.”[1]
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata,
ليس في السنة العملية ما يشهد لهذا التوزيع بل قوله صلى الله عليه و سلم في حديث ابن عباس : ” . . وطعمة للمساكين ” يفيد حصرها بالمساكين والآية إنما هي في صدقات الأموال لا صدقة الفطر بدليل ما قبلها وهو قوله تعالى : ( ومنهم من يلمزك في الصدقات فإن أعطوا منها رضوا )
”Tidak terdapat dalam sunnah yang diamalkan yang menunjukkan pembagian ini (yaitu pembagian zakat fithri kepada delapan golongan penerima zakat, pen.). Bahkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits (yang diriwayatkan dari) Ibnu ‘Abbas, ‘ … dan memberi makan bagi orang miskin’, menunjukkan pengkhususan zakat fithri hanya untuk orang miskin saja. Adapun surat At-Taubah ayat 60 hanyalah berkaitan dengan masalah zakat mal, bukan berkaitan dengan zakat fithri, dengan dalil yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu firman Allah Ta’ala, ‘Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati (QS. At-Taubah [9]: 58).’” [2]
Pendapat ke dua ini juga dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Asy-Syaukani rahimahumallah [3]. Dan pendapat ke dua inilah pendapat yang lebih kuat. Wallahu a’lam.
Notes:
[1] Zaadul Ma’aad, 2/21.
[2] Tamaamul Minnah, hal. 387.
[3] Tamaamul Minnah, hal. 387
3. Apa akibatnya bagi yang tidak mengeluarjab zahat.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang harus ditunaikan setiap muslim, yang telah memenuhi syarat zakat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, menunaikan haji, dan berpuasa di bulan Ramadhan.”
Oleh karena itu, Jika seorang memiliki kelebihan harta dan telah mencapai nishab, ia wajib menunaikan zakat untuk disalurkan kepada yang berhak. Siapa saja yang telah diberikan kekayaan, tetapi bakhil untuk menyalurkan zakatnya, mendapatkan peringatan yang keras dari Allah ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمَ القِيَامَةِ صُفِحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ، فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ، فَيُكْوَى بِهَا جَبْهَتُهُ وَجَنْبُهُ وَظَهْرُهُ، كُلَّمَا بَرُدَتْ أُعِيْدَتْ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَان مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى الجَنَّةِ، وَإِمَّا إِلَى النَّارِ
“Siapa saja yang memiliki emas atau perak, tetapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut”.
Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.”
4, Zakat Untuk Harta Yang Digadaikan.
Pertanyan dijawab oleh: Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid
Jika ternyata emas ini sudah mencapai nishab atau Anda memiliki emas yang lain sehingga kadarnya mencapai nishab bila digabungkan dengan emas yang digadaikan, maka wajib dizakati jika sudah terpenuhi haul-nya (dalam kurun waktu setahun –pent). Status emas tersebut sebagai barang gadai atau imbal balik atas hutang tidaklah menggugurkan kewajiban zakat karena emas tersebut sepenuhnya masih berada dalam kepemilikan Anda.
Imam Nawawi berkata dalam al Majmu’ (5/318),
لو رهن ماشية أو غيرها من أموال الزكاة ، وحال الحول وجبت فيها الزكاة ؛ لتمام الملك ” انتهى بتصرف
“Jika seseorang menggadaikan ternak atau komoditas zakat lainnya dan haul telah terpenuhi, maka wajib dikeluarkan zakatnya karena kepemilikannya secara penuh terhadap harta tersebut”.
Asy-Syaikh Manshur al-Buhutiy rahimahullah mengatakan dalam Kasysyaf al-Qinaa’ ‘an Matan al-Iqnaa’ 2/175,
وَتَجِبُ الزكاة أيضا في …. َمَرْهُون وَيُخْرِجهَا الرَّاهِنُ مِنْهُ أَيْ : مِنْ الْمَرْهُونِ إنْ أَذِنَ لَهُ الْمُرْتَهِنُ ” انتهى .
“Zakat juga wajib untuk komoditas zakat yang digadaikan. Rahin dapat membayar zakat tersebut dengan menggunakan harta yang digadaikan jika diizinkan oleh murtahin”.
Rahin diartikan sebagai orang yang menggadaikan barang (yaitu orang yang berhutang). Sedangkan murtahin adalah orang yang menerima barang gadai (yaitu si pemberi hutang).
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya,
هل تجب الزكاة في المال المرهون ؟ . فأجاب رحمه الله : ” المال المرهون تجب الزكاة فيه إذا كان مالاً زكوياً ، لكن يخرجها الراهن منها إذا وافق المرتهن ، مثال ذلك : رجل رهن ماشية من الغنم ـ والماشية مال زكوي ـ رهنها عند إنسان ، فالزكاة فيها واجبة لابد منها ؛ لأن الرهن لا يسقط الزكاة ، ويخرج الزكاة منها ، لكن بإذن المرتهن ” انتهى .
“Apakah zakat wajib dikeluarkan untuk harta yang digadaikan?” Beliau menjawab, “Harta gadai tetap wajib dikeluarkan zakatnya jika termasuk komoditas yang wajib dizakati. Namun, Rahin harus memperoleh persetujuan Murtahin jika ingin menggunakan harta yang digadaikan untuk membayar zakat.
Misalnya, ada seseorang yang menggadaikan ternak berupa kambing, yang mana kambing juga termasuk harta yang wajib dizakati. Dia menggadaikan kambing tersebut pada orang lain. Zakat atas harta tersebut tetap menjadi kewajiban karena status gadai tidaklah membatalkan kewajiban zakat. Rahin boleh menggunakan sebagian harta gadai untuk membayar zakat tersebut, namun dengan persetujuan Murtahin” (Majmu’ Fataawa Ibn al-Utsaimin 18/34).
Seandainya pemberi hutang (murtahin) tidak memberikan persetujuan, maka pembayaran zakat bisa diambil dari harta yang lain jika ada, atau peminjam dapat menunggu hingga barang gadai tersebut ditebus lalu dikeluarkan zakatnya untuk setiap tahun yang terlewat. Wallahu a’lam.
Sumber : https://islamqa.info/ar/99311 .Diterjemahkan oleh : Cipto Nugroho Soleh. Editor: Ust. Sofyan Kaoy Umar, SE. MA. CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
====================
====================
* Ust. Sofyan
Kaoy Umar, MA, CPIF, Alumnus Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, Spesialisasi bidang Ekonomi, Bisnis
dan Keuangan Islam. Gelar Profesi CPIF (Chartered Professional in Islamic
Finance) dari CIIF (Chartered Institute of Islamic Finance) yang berpusat
di Kuala Lumpur, Malaysia. Berguru dengan banyak ulama di Malaysia dan Indonesia. Alhamdulillah,
sudah berguru dengan beberapa Ulama dunia pemegang Sanad al-Qur’an yaitu dengan
Asy-Syaikh Sayyid Harun ad-Dahhab (Ulama Qira’at dari Univ. Al Azhar, Mesir), dan
Syeikh al-Mukri Abdurrahman Muknis al-Laitsi (Guru al-Qur’an dari Dar
al-Azhar, Mesir), serta belajar metode Hafalan dengan Syaikh DR Said Thalal
al-Dahsyan (Direktur Dar al-Qur’an al-Karim wa Sunnah, Palestina).
Sekarang ini mengurus Baitul Mal
Mina, NGO IndoCares, MTEC dan Darul Qur’an Mina. e-mail: ustazsofyan@gmail.com.