Skip to main content

Isu-Isu dan Pertanyaan Tentang Zakat #1



Isu-isu dan Pertanyaan tentang Zakat #1



Pertanyaan:

1.  Bagaimana hukum meremehkan dan tak mau membayar kewajiban Zakat?.
2. Aku seorang Pemuda berusia 26 tahun, ayahku menginvestasikan harta bagi kami dalam suatu usaha mudharabah. Aku tidak mengetahui sebelumnya, baru sekarang diketahui. Ketika aku melihat perjanjian akad mudharabah, terdapat salah satu poin perjanjian: Investor harus mengeluarkan zakat hartanya sendiri. Pertanyaan saya, berapa jumlah kadar zakat yang wajib aku keluarkan, mengingat hal ini sudah berlangsung selama 24 tahun dan zakatnya belum dikeluarkan? Apakah zakat harus dikeluarkan dari modal mudharabah yang telah berjalan, atau bisa dari sumber lainnya mengingat saya sudah bekerja dan mempunyai gaji?
3. Bagaimana cara menghitung tunggakan Zakat selama beberapa tahun?. Saya memiliki tunggakan kewajiban, yaitu menunaikan zakat selama 3 tahun untuk harta sejumlah 20.000 Riyal Saudi.Berapakah jumlah zakat yang wajib saya tunaikan dalam Riyal Saudi untuk 3 tahun tersebut?Jazaakumullahu khairan
4. Saya mengurus harta anak yatim yang masih kecil-kecil (masih anak-anak), apakah harta tersebut terkena kewajiban zakat? Jika jawabannya Ya, maka harta tersebut berarti akan terus berkurang sampai anak yatim tersebut bisa mengelola sendiri (sampai mencapai usia baligh)? Karena jangka waktunya yang lama.
5. Bagaimana Hukum Membayar Zakat secara  Online? 
6. Apa hukumnya memberikan Zakat bagi Non-Muslim dan di negeri Non-Muslim ?
7. Apa saja ancaman bagi yang enggan atau tidak membayar Zakat yang diwajibkan?

Jawaban:

1. Hukum Meremehkan dan Tak Membayar Kewajiban Zakat
Meremehkan kewajiban zakat dan malas mengeluarkan zakat sesuai waktunya merupakan kemungkaran dan kemaksiatan yang riil terjadi di tengah-tengah kaum muslimin swasa ini. Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Zakat merupakan kewajiban kaum muslimin yang berkaitan dengan masalah harta. Merupakan kewajiban atas setiap kaum muslimin untuk menunaikan zakat ketika sudah tiba saatnya untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Kaum muslimin hendaknya menunaikan zakat ini dengan kerelaan hatinya, ikhlas dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala mengancam orang-orang yang tidak mau menunaikan zakat dengan ancaman yang mengerikan dalam firman-Nya,

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 180)

Allah Ta’ala juga memberikan ancaman,
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak ( atau setara dengan nilai emas dan perak) dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah [9]: 34)

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ، لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا، إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ، فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ، فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ، كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ، فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ، فَيَرَى سَبِيلَهُ، إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِمَّا إِلَى النَّارِ
“Siapa saja yang memiliki harta berupa emas dan perak (atau nilai yang setara dengan emas dan perak), namun tidak menunaikan haknya (kewajiban zakat, pent.), maka pada hari kiamat nanti akan dibuatkan lempengan (seterika) dari api neraka, lalu dipanaskan di dalam api neraka jahannam. Dengan lempengan tersebut, perut, dahi, dan punggungnya diseterika. Setiap kali seterika tersebut dingin, akan dipanaskan lagi dan dipakai lagi untuk menyeterika setiap hari, yang setara dengan lima puluh ribu tahun (di dunia), hingga perkaranya diputuskan. Setelah itu dia mengetahui jalannya, apakah ke surga atau ke neraka.” (HR. Muslim 987)

Waktu mengeluarkan zakat harta adalah ketika telah mencapai haul, yaitu genap satu tahun (hijriyah). Setiap genap satu tahun hijriyah, seorang muslim harus menzakatkan hartanya jika telah mencapai nishab. Dia wajib mencari orang-orang yang berhak menerima zakatnya dari delapan golongan yang telah Allah Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 60)
Inilah delapan golongan penerima zakat yang telah Allah Ta’ala tetapkan. Jika seseorang tidak memperhatikan hal ini, dan menyalurkan zakatnya kepada pihak yang tidak berhak menerima, maka dia tidak dianggap telah menunaikan zakat alias kewajiban zakat atas orang tersebut belum gugur.

Oleh karena itu, wajib atas setiap muslim untuk mempelajari ilmu yang berkaitan dengan zakat. Seorang muslim harus memahami tentang jenis harta apa saja yang terkena kewajiban zakat dalm syariat, kapan waktu mengeluarkan zakat (haul), bagaimana perhitungan zakatnya (berapa persen), dan sebagainya. Jika dia tidak mengetahui dan kesulitan dalam memahami, hendaklah dia bertanya kepada orang yang berilmu (ulama atau ustadz), sehingga dia paham dan bisa menunaikan kewajiban zakat dengan benar sesuai ketentuan syariat. Karena tidak mungkin seseorang dapat menunaikan kewajiban zakat kecuali setelah dia memahami hukum-hukum berkaitan dengan kewajiban zakat.

(Penterjemah/Penulis: M. Saifudin Hakim, Disarikan dari kitab Al-Minzhaar fi bayaani katsiir min al-akthaa’i asy-syaa’iatikarya Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad Alu Syaikh hafidzahullahu Ta’ala, hal. 57-58.

2. Pertanyaan dijawab oleh :Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid
Alhamdulillah,

Pertama, anda menyebutkan bahwa harta diinvestasikan dalam bentuk mudharabah, tidak semua harta yang dalam bentuk syirkah (kerjasama) wajib dibayar zakatnya, akan tetapi ada rinciannya. Jika zakatnya wajib dikeluarkan, maka wajib bagimu bersegera mengeluarkannya.

Kedua, mengakhirkan membayar zakat baik karena udzur maupun tidak, maka tidak mengugurkan kewajibannya. Walaupun telah lewat selama bertahun-tahun, karena zakat adalah hak bagi orang fakir, miskin dan mereka yang berhak

Berkata imam Nawawi dalam Al-Majmu‘ (5/302),
إذا مضت عليه سنون ولم يؤد زكاتها لزمه إخراج الزكاة عن جميعها
“jika telah lewat beberapa tahun dan ia belum membayar zakat, wajib baginya mengeluarkan zakat (akumulasi) semuanya.

Dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyyah (23/298) disebutkan,
إذا أتى على المكلّف بالزّكاة سنون لم يؤدّ زكاته فيها ، وقد تمّت شروطُ الوجوبِ ، لم يسقط عنه منها شيءٌ اتّفاقًا ، ووجب عليه أن يؤدّيَ الزّكاة عن كلّ السّنينِ الّتي مضت ولم يخرج زكاتَه فيها
“Jika telah berlalu bagi seorang mukallaf (orang yang terkena beban syariat) waktu membayar zakat selama bertahun-tahun dan telah terpenuhi syarat wajibnya, maka tidak gugur kewajiban zakat sedikitpun. Wajib baginya mengeluarkan zakat setiap tahunnya (akumulasi) yang belum ia keluarkan”.

Maka wajib bagimu bersegera mengeluarkan zakatnya (akumulasi) selama tahun yang telah lewat, sebelum dirimu dirasuki rasa was-was/ragu-ragu dan keinginan menunda. Tidak berbeda hukumnya apakah harta itu milik ayahmu atau milikmu yang diinvestasikan untukmu, karena zakat tetap wajib pada dua keadaan tersebut.
Syaikh Ibnu Ustaimin ditanya: “Seseorang meninggal dan ia ada kewajiban zakat, apakah zakat ini dikeluarkan dan didahulukan daripada pembagian warisan?”. Beliau menjawab: “Jika seseorang yang sudah wajib mengeluarkan zakat selama hidupnya, sudah genap haul (berlalu) setahun kemudian meninggal, maka wajib bagi ahli warisnya mengeluatkan zakatnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اقضوا الله ، فالله أحق بالوفاء
Tunaikanlah hak Allah, karena hak Allah paling wajib ditunaikan
Adapun jika ia sengaja tidak membayar zakat karena pelit, maka ulama berselisih pendapat, yang lebih hati-hati adalah ia tetap mengeluarkan zakat, karena terkait dengan hak ahlu zakat (yang berhak), maka tidak gugur.  Didahulukan hak ahlu zakat daripada hak ahli warisnya. Kewajiban mayit tidak gugur karena ia sengaja tidak membayar zakat (Majmu’ Fatawa 18/43).

Ketiga, tidak mengapa engkau keluarkan zakat dari selain harta investasi tersebut, misalnya engkau keluarkan dari harta gajimu. Hal ini telah ditegaskan oleh ulama. Ibnu Qudamah berkata,
وإخراج الزكاة من غير النصاب جائز
“Mengeluarkan zakat dari selain harta nishab (yang dizakati) boleh hukumnya” (Al-Mughni 2/287).
Bahkan sebagian ulama mengklaim adanya ijma’ dalam hal ini. Abdul Aziz bin Ahmad Al-Bukhari berkata,
يجوز بالإجماع أداء حقِّ الفقيرِ من غير النصاب
“Boleh menunaikan hak fakir (zakat) dengan selain harta nishab (yang dizakati) dengan ijma’ ulama” (Kasyful Asrar, 3/370). Wallahu a’lam.

 

3. Cara Menghitung Tunggakan Zakat Selama Beberapa Tahun


Pertama, kami menyarankan Anda untuk bertaubat secara nasuha atas kemaksiatan yang telah Anda lakukan. Menunda penunaian zakat adalah dilarang setelah pelaksanaannya diwajibkan bagi Anda. Adapun untuk mengetahui jumlah zakat yang wajib Anda tunaikan setelah waktu berlalu selama 3 tahun berpulang pada khilaf ulama, apakah kewajiban zakat terletak pada eksistensi harta (nilai harta yang riil ada ketika jatuh tempo zakat) atau terkait dengan tanggungan pemilik harta.

a. Jika kita memilih pendapat yang menyatakan bahwa kewajiban zakat terkait dengan tanggungan pemilik harta. Maka, kewajiban Anda adalah mengeluarkan zakat sebesar 500 Riyal untuk setiap tahun, yaitu 2,5% dari 20.000 Riyal  yang dimiliki. Dengan demikian, total zakat yang wajib ditunaikan untuk 3 tahun adalah 1.500 Riyal Saudi.
b. Berbeda jika kita berpendapat bahwa zakat adalah kewajiban yang terkait dengan eksistensi harta itu sendiri. Maka, zakat yang wajib ditunaikan berdasarkan pendapat ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
 Pada tahun pertama kewajiban zakat yang ditunaikan adalah 1/40 atau 2,5% dari jumlah harta yang dimiliki, yaitu 500 Riyal (2,5% x 20.000). Kemudian, jumlah ini dikeluarkan dari jumlah pokok harta yang wajib dizakati pada tahun kedua.
-  Dengan demikian, zakat yang wajib ditunaikan pada tahun kedua adalah sebesar 487.5 Riyal yang diperoleh dari perhitungan berikut : 2,5% x (20.000 – 500) = 487,5. Seperti tahun pertama, jumlah zakat tahun kedua ini dikeluarkan dari pokok harta yang tersisa untuk perhitungan kewajiban zakat pada tahun ketiga.
Sehingga, zakat harta yang wajib ditunaikan pada tahun ketiga adalah sebesar 475.312 Riyal yang diperoleh dari perhitungan berikut : 2,5% x (20.000 – 500 – 487,5) = 475,3125.
Berdasarkan pendapat ini, total zakat yang wajib ditunaikan adalah sebesar : 500 + 487,5 + 475,3125 = 1.462,8125 Riyal Saudi.
Perbedaan dalam permasalahan ini relatif kecil. Untuk lebih berhati-hati dan melepas tanggung jawab, pendapat pertama dapat diikuti.
Pendapat yang rajih:
Meski demikian, pendapat kedua dipandang sebagai pendapat yang terpilih (rajih) dalam masalah ini, yaitu yang menyatakan bahwa kewajiban zakat terletak pada eksistensi harta yang juga terkait dengan tanggungan pemilik harta. Hal ini bertopang pada firman Allah ta’ala dalam surat at-Taubah ayat 103,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka…”. Penulis kitab Zaad al-Mustaqni‘ mengatakan,
وتجب الزكاة في عين المال، ولها تعلق بالذمة
“Zakat wajib pada fisik harta dan memilili keterkaitan dengan tanggungan.”Menjelaskan perkataan ini Asy-Syaikh al-Utsaimin berkata,
فقال بعض العلماء: إنها واجبة في الذمة، ولا علاقة لها بالمال إطلاقاً. بدليل أن المال لو تلف بعد وجوب الزكاة لوجب على المرء أن يؤدي الزكاة، وقال بعض العلماء: بل تجب الزكاة في عين المال، لقوله تعالى: خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا. ولقول النبي صلى الله عليه وسلم لمعاذ حين بعثه لليمن: أعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة في أموالهم. فالزكاة واجبة في عين المال
وكلا القولين يرد عليه إشكال، لأننا إذا قلنا: إنها تجب في عين المال صار تعلقها بعين المال كتعلق الرهن بالعين المرهونة، فلا يجوز لصاحب المال إذا وجبت عليه الزكاة أن يتصرف فيه، وهذا خلاف الواقع، حيث إن من وجبت عليه الزكاة له أن يتصرف في ماله، ولو بعد وجوب الزكاة فيه لكن يضمن الزكاة
وإذا قلنا: بأنها واجبة في الذمة، فإن الزكاة تكون واجبة حتى لو تلف المال بعد وجوبها من غير تعد أو تفريط وهذا فيه نظر أيضاً، فالقول الذي مشى عليه المؤلف قول جامع بين المعنيين، وهو أنها تجب في عين المال ولها تعلق بالذمة، فالإنسان في ذمته مطالب بها، وهي واجبة في المال، ولولا المال لم تجب الزكاة فهي واجبة في عين المال. انتهى.

“Sebagian ulama berpandangan bahwa kewajiban zakat terletak pada diri pemilik harta dan sama sekali tidak terkait dengan fisik harta. Mereka beralasan bahwa meskipun harta itu musnah setelah muncul kewajiban berzakat, pemilik harta tetap berkewajiban menunaikan zakat.Ulama yang lain berpandangan bahwa kewajiban zakat terkait pada fisik harta itu sendiri karena Allah ta’ala berfirman,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (at-Taubah : 103). Demikian pula, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata ketika mengutus Mu’adz ke Yaman,
أعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة في أموالهم
Informasikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk menunaikan zakat atas sebagian harta” (Shahih. HR. al-Bukhari).
Berdasarkan hal tersebut, zakat merupakan kewajiban yang terkait dengan eksistensi harta.
Namun terdapat kemusykilan bagi kedua pendapat tersebut. Jika kita mengatakan bahwa kewajiban zakat terletak pada fisik harta, maka keterkaitan zakat terhadap fisik harta sebagaimana keterkaitan gadai terhadap barang yang digadaikan. Jika mengacu ketentuan dalam gadai, maka pemilik harta tidak boleh memanfaatkan hartanya setelah muncul kewajiban berzakat.

Tentu hal tersebut bertentangan dengan kondisi riil dimana setiap orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat diperkenankan memanfaatkan hartanya meskipun hal itu dilakukan setelah timbul kewajiban berzakat. Memanfaatkan harta tersebut diperbolehkan namun kewajiban zakat tetap menjadi tanggungan.

Jika kita mengatakan bahwa zakat merupakan kewajiban yang terkait pada tanggungan pemilik harta, maka zakat tetap wajib ditunaikan oleh pemilik harta meskipun harta itu musnah setelah timbul kewajiban berzakat dan tanpa memandang unsur ketidaksengajaan dan keteledoran.

Pendapat tersebut di atas juga patut diteliti kembali.
Pendapat yang disampaikan oleh penulis merupakan pendapat yang mengompromikan kedua hal yang telah disampaikan di atas. Beliau berpendapat bahwa kewajiban zakat terletak pada fisik harta namun terdapat keterkaitan dengan tanggungan pemilik harta. Dengan demikian, setiap orang dituntut dan berkewajiban untuk menunaikan zakat dan kewajiban zakat tersebut terletak pada fisik harta, kalau bukan karena keberadaan harta tentulah zakat tidak diwajibkan”.
Beliau juga menyampaikan,

ينبني على الخلاف في تعلق الزكاة بالمال أو بالذمة عدة مسائل ذكرها ابن رجب في القواعد، أوضحها لو كان عند إنسان نصاب واحد حال عليه أكثر من حول، فعلى القول بأنها تجب في الذمة يجب عليه لكل سنة زكاة، وعلى القول بأنها تجب في عين المال، لم يجب عليه إلا زكاة سنة واحدة -السنة الأولى- لأنه بإخراج الزكاة سينقص النصاب، فإذا كان عند الإنسان أربعون شاة سائمة ومضى عليه الحول ففيها شاة، وبها ينقص النصاب لأن الزكاة واجبة في عين المال، أما إن قلنا: إن الزكاة تجب في الذمة فإنها تجب في كل سنة شاة. انتهى.
“Terdapat sejumlah permasalahan yang bertopang pada keberadaan khilaf antar ulama tentang apakah kewajiban zakat terkait pada fisik harta atau tanggungan pemilik harta. Ibnu Rajab menyebutkan hal tersebut dalam kitab beliau, al-Qawaa-id. Dalam kitab tersebut, beliau juga menjelaskan kondisi seseorang yang memiliki harta dengan kadar satu nishab namun memiliki haul lebih dari satu. Berdasarkan pendapat yang menyatakan kewajiban zakat terletak pada tanggungan pemilik harta, maka dia berkewajiban mengeluarkan zakat untuk setiap tahun.
Namun, berdasarkan pendapat yang menyatakan kewajiban zakat terkait dengan fisik harta, maka dia hanya berkewajiban menunaikan zakat untuk tahun pertama. Hal ini mengingat dengan mengeluarkan zakat, kadar nishab akan berkurang. Dengan begitu, apabila seorang memiliki 40 kambing saa-imah (tidak ada biaya untuk pemberian pakan) dan telah memenuhi haul, maka terdapat kewajiban zakat berupa seekor kambing. Dan dengan dikeluarkannya zakat, kadar nishab akan berkurang karena mengacu pada pendapat yang menyatakan bahwa kewajiban zakat terletak pada fisik harta.
Adapun jika kita berpendapat bahwa kewajiban zakat merupakan suatu tanggungan pemilik harta, maka untuk setiap tahun dimana zakat tertunggak wajib mengeluarkan seekor kambing”.

Sumber: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=121528 .Penerjemah: Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST.

3. Jawaban oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullahu Ta’ala
Betul, zakat itu hukumnya wajib dalam harta anak yatim jika bagian (yang menjadi hak) masing-masing anak yatim tersebut mencapai nishab (jadi, bukan terhadap total harta sebelum dibagi, pen.). Karena zakat adalah hak dalam harta. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ ؛ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).” (QS. Al-Ma’aarij [70} 24-25)
Maka zakat itu kewajiban terhadap harta, tanpa melihat status pemiliknya, apakah sudah mencapai usia baligh ataukah belum.
Jika dikatakan bahwa zakat tersebut akan mengurangi harta anak yatim, maka kembangkanlah harta tersebut dalam perdagangan (bisnis) dengan jalan yang mubah (halal), untuk menutupi pengurangan harta yang terjadi padanya. Terdapat riwayat (dari ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu),
اتجروا في أموال اليتامى لا تأكلوها الزكاة
“Bisniskanlah harta anak yatim, agar tidak habis (karena) zakat.” (Diriwayatkan oleh Malik dalam Al-Muwaththa’ 1: 252 no. 588, Al-Baihaqi 4: 107 dan 2: 6, dan Ad-Daruquthni 2: 110)

4.     Bayar Zakat Online Menurut Agama Islam
Sekarang ini zaman sudah berubah menjadi zaman digital, dimana setiap aktifitas dilakukan secara online. begitu juga umat muslim di Indonesia saat ini lebih cenderung untuk memilih menyalurkan zakat dan sedekahnya melalui aplikasi online. Selain transfer bank, pembayaran zakat juga sering dilakukan secara digital. Zakat online sendiri merupakan proses pembayaran zakat yang dilakukan melalui bantuan sistem digital atau online, di mana pemberi zakat (muzaki) tidak bertemu langsung dengan amil zakat dalam melakukan pembayaran zakat.  Metode ini muncul sebagai bentuk adaptasi pada perkembangan zaman di mana sekarang dimudahkan dengan bantaun sistem digital.
Pada zaman Rasulullah SAW akad penyerahan zakat merupakan suatu hal yang sangat penting dan amat bermakna. Dengan adanya akad, akan menjadi jelas siapa saja yang sudah bayar zakat dan siapa yang belum bayar. Bahkan mungkin siapa yang menolak untuk  membayar zakat. Berbeda dengan di zaman ini, zakat bisa dilakukan dengan mudah dengan bantuan sistem digital. Tanpa harus bertemu atau menghampiri dari rumah ke rumah seperti yang ada di zaman Rasulullah SAW.
Lalu bagaiamana Hukum Zakat Online ?
Mengenai berzakat melalui online hukumnya adalah diperbolehkan. Seperti yg diutarakan oleh Syaikh Yusuf Al-Qardhawi, beliau beropini bahwa, “Seorang pemberi zakat wajib menyatakan secara eksplisit pada pengurus zakat bahwa dana yang ia berikan adalah untuk kewajiban rzakat.
Oleh karenanya, apabila seorang  tanpa menyatakan pada penerima zakat bahwa uang yang ia serahkan adalah untuk zakat, maka zakatnya permanen sah (karena maksud dalam hati atau niatnya adalah untuk zakat.” Artinya, seseorang sanggup menyerahkan berzakat secara online kepada forum amil zakat yang terpercaya.
Tetapi, jangan lupa jika sudah melakukan zakat jangan lupa untuk melakukan konfirmasi ke lembaga amil zakat disertai dengan konfirmasi secara tertulis dalam bentuk pernyataan. Dengan konfirmasi tersebut uang zakat ke rekening zakat secara khusus akan memudahkan amil (lembaga amil zakat ) dalam mendistribusikan harta zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
 5. Hukum Memberikan Zakat Bagi Non-Muslim dan di Negeri Non-Muslim
Zakat (termasuk zakat fitri) hanya untuk kaum muslimin dan tidak boleh diberikan kepada orang kafir (akan tetapi boleh memberi sedekah dan hadiah pada non-muslim jika ada mashalahat). Dalilnya adalah perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz Bin Jabal ketika berdakwah mengajak kepada Islam. Ketika mereka menerima dakwah dan masuk Islam, mereka diperintahkan membayar zakat yang diambil dari orang kaya kaum muslimin dan dibagikan kepada orang miskin dari kaum muslimin.

Rasulullah bersabda kepada Mu’adz ketika akan berdakwah ke Yaman,
ﻓﺈﻥ ﺃﻃﺎﻋﻮﻙ ﻟﺬﻟﻚ ﻓﺄﻋﻠﻤﻬﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻓﺘﺮﺽ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺻﺪﻗﺔ ﺗﺆﺧﺬ ﻣﻦ ﺃﻏﻨﻴﺎﺋﻬﻢ ﻓﺘﺮﺩ ﻓﻲ ﻓﻘﺮﺍﺋﻬﻢ
“Jika mereka pun patuh untuk itu, ajari pula mereka bahwa Allah mewajibkan mereka menunaikan zakat yang ditarik dari orang-orang kaya mereka lalu diserahkan pada para fakir miskin dari kalangan mereka.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Ibnul Mudzir menyatakan ada ijma’ ulama dalam hal ini. Beliau berkata,
 ﺃﺟﻤﻌﻮﺍ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﺬﻣﻲ ﻻ ﻳﻌﻄﻰ ﻣﻦ ﺯﻛﺎﺓ ﺍﻷﻣﻮﺍﻝ ﺷﻴﺌﺎ
“Ulama menyatakan secara ijma’ bahwa kafir dzimmi tidak diberi zakat sedikitpun.” [Al-Ijma’ hal.8]
An-Nawawi juga menyatakan inilah pendapat jumhur ulama. Beliau berkata,
ﺟﻤﺎﻫﻴﺮ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺳﻠﻔﺎً ﻭﺧﻠﻔﺎً ﺇﻟﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺩﻓﻊ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻠﻔﻘﻴﺮ ﺃﻭ ﺍﻟﻤﺴﻜﻴﻦ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮ
“Jumhur ulama salaf (dahulu) dan khalaf (sekarang) berpendapat tidak boleh memberikan zakat kepada fakir atau miskin dari orang kafir.” [Al-Majmu’ 6/228)
Demikian juga Ibnu Qudamah menyatakan,
ﻻ ﻧﻌﻠﻢ ﺑﻴﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺧﻼﻓﺎ ﻓﻲ ﺃﻥ ﺯﻛﺎﺓ ﺍﻷﻣﻮﺍﻝ ﻻ ﺗﻌﻄﻰ ﻟﻜﺎﻓﺮ ﻭﻻ ﻟﻤﻤﻠﻮﻙ
“Kami tidak mengetahui adanya khilaf dari ahli ilmu bahwa zakat harta tidak boleh diberikan kepada orang kafir dan budak.” [Al-Mughni 2/487]
Demikian juga zakat fitri, tidak boleh diberikan kepada orang kafir.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimim ditanya,
هل يجوز إعطاء زكاة الفطر للعمال من غير المسلمين؟
“Bolehkah memberikan zakat fitri kepada pekerja selain kaum muslimin”?
Beliau menjawab,
لا يجوز إعطاؤها إلا للفقير من المسلمين فقط
“Tidak boleh memberikannya kecuali kepada orang miskin kaum muslimin saja.” [Majmu’ Fatawa 18/285]

Bagaimana jika berada di negeri non-muslim?
Hukum asalnya adalah lebih baik (afdalnya) zakat itu diberikan kepada yang berhak (mustahiq) tempat kita tinggal. Apabila tinggal di negeri non-muslim, maka kita berusaha mencari dahulu orang miskin (mustahiq) muslim di negara non-muslim tersebut. Jika tidak ada boleh kita mentransfer (memindahkan) zakat ke negeri atau tempat lainnya yang lebih banyak muslimnya atau mereka sangat membutuhkan (misalnya karena ada pemurtadan di daerah miskin)
Syaikh Al-‘Utsaimin menjelaskan,
ﻧﻘﻞ ﺻﺪﻗﺔ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﺇﻟﻰ ﺑﻼﺩ ﻏﻴﺮ ﺑﻼﺩ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﺃﺧﺮﺟﻬﺎ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﺤﺎﺟﺔ ﺑﺄﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻋﻨﺪﻩ ﺃﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ ﻓﻼ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ ، ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﻐﻴﺮ ﺣﺎﺟﺔ ﺑﺄﻥ ﻭﺟﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻠﺪ ﻣﻦ ﻳﺘﻘﺒﻠﻬﺎ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ
“Memindahkan (transfer) zakat fitri ke negara/tempat lain, apabila ada hajat (mashlahat), semisal tidak ada orang miskin di tempatnya, maka hukumnya tidak mengapa. Jika tidak ada hajat (mashlahat), maka tidak boleh.” [Fatawa 18, soal 102]

Bahkan boleh diberikan kepada non-muslim, apabila tidak ditemukan sama sekali kaum muslimin yang miskin (akan tetapi keyataaan dan fakta saat ini, orang miskin kaum muslimin itu ada). Di riwayatkan dari Ibnu abi Syaibah, Mujahid berkata,
ﻻ ﺗﺼﺪﻕ ﻋﻠﻰ ﻳﻬﻮﺩﻱ ﻭﻻ ﻧﺼﺮﺍﻧﻲ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻻ ﺗﺠﺪ ﻏﻴﺮﻩ
“Jangan berikan zakat kepada Yahudi atau Nashrani kecuali tidak engkau temui yang lainnya (dari kaum muslimin)”[Al-Mushannaf 2/401]

Catatan:
Zakat yang boleh diberikan kepada orang kafir adalah golongan “muallafatu qulubuhum” yaitu orang yang dilunakkan hatinya dan diharapkan masuk Islam dari para pemimpim dan pembesar, sehingga menjadi contoh bagi kaumnya untuk masuk Islam.
Syaikh Bin Baz berkata,
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻻ، ﻻ ﻳﻌﻄﺎﻫﺎ ﺇﻻ ﺍﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ، ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻳﻌﻄﺎﻫﺎ ﺍﻟﻤﺆﻟﻒ ﻣﺜﻞ ﺭﺅﺳﺎﺀ ﺍﻟﻌﺸﺎﺋﺮ، ﻛﺒﺎﺭ ﺍﻟﻘﻮﻡ، ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﻟﻠﻲ ﺇﺫﺍ ﺃﻋﻄﻮﺍ ﻳﺮﺟﻰ ﺇﺳﻼﻣﻬﻢ ﺇﺳﻼﻡ ﻧﻈﺮﺍﺋﻬﻢ ﻳﺪﻓﻌﻮﻥ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺍﻟﺸﺮ
“Adapun zakat, tidak boleh (diberikan kepada orang kafir) kecuali golongan muallafatu qulubuhum (yang dilunakkan hatinya) seperti para pemimpin dan pembesar kaum, atau manusia yang diharapkan masuk Islam, atau mencegah kejahatan mereka pada kaum muslimin.” [Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/14672]
Kesimpulan:
1. Zakat (termasuk zakat fitri) tidak boleh diberikan kepada orang kafir
2. Jika berada di negeri non-muslim, diusahakan diberikan kepada orang miskin (mustahiq) di negeri tersebut, jika tidak ada maka boleh ditransfer ke negeri muslim
Demikian semoga bermanfaat.

Diterjemahkan oleh: dr. Raehanul Bahraen
6. Hukum Memberikan Zakat Bagi Non-Muslim dan di Negeri Non-Muslim. 
Zakat (termasuk zakat fitri) hanya untuk kaum muslimin dan tidak boleh diberikan kepada orang kafir (akan tetapi boleh memberi sedekah dan hadiah pada non-muslim jika ada mashalahat). Dalilnya adalah perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz Bin Jabal ketika berdakwah mengajak kepada Islam. Ketika mereka menerima dakwah dan masuk Islam, mereka diperintahkan membayar zakat yang diambil dari orang kaya kaum muslimin dan dibagikan kepada orang miskin dari kaum muslimin.
Rasulullah bersabda kepada Mu’adz ketika akan berdakwah ke Yaman,
ﻓﺈﻥ ﺃﻃﺎﻋﻮﻙ ﻟﺬﻟﻚ ﻓﺄﻋﻠﻤﻬﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻓﺘﺮﺽ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺻﺪﻗﺔ ﺗﺆﺧﺬ ﻣﻦ ﺃﻏﻨﻴﺎﺋﻬﻢ ﻓﺘﺮﺩ ﻓﻲ ﻓﻘﺮﺍﺋﻬﻢ
“Jika mereka pun patuh untuk itu, ajari pula mereka bahwa Allah mewajibkan mereka menunaikan zakat yang ditarik dari orang-orang kaya mereka lalu diserahkan pada para fakir miskin dari kalangan mereka.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Ibnul Mudzir menyatakan ada ijma’ ulama dalam hal ini. Beliau berkata,
 ﺃﺟﻤﻌﻮﺍ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﺬﻣﻲ ﻻ ﻳﻌﻄﻰ ﻣﻦ ﺯﻛﺎﺓ ﺍﻷﻣﻮﺍﻝ ﺷﻴﺌﺎ
“Ulama menyatakan secara ijma’ bahwa kafir dzimmi tidak diberi zakat sedikitpun.” [Al-Ijma’ hal.8]
An-Nawawi juga menyatakan inilah pendapat jumhur ulama. Beliau berkata,
ﺟﻤﺎﻫﻴﺮ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺳﻠﻔﺎً ﻭﺧﻠﻔﺎً ﺇﻟﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺩﻓﻊ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻠﻔﻘﻴﺮ ﺃﻭ ﺍﻟﻤﺴﻜﻴﻦ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮ
“Jumhur ulama salaf (dahulu) dan khalaf (sekarang) berpendapat tidak boleh memberikan zakat kepada fakir atau miskin dari orang kafir.” [Al-Majmu’ 6/228)

Demikian juga Ibnu Qudamah menyatakan,
ﻻ ﻧﻌﻠﻢ ﺑﻴﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺧﻼﻓﺎ ﻓﻲ ﺃﻥ ﺯﻛﺎﺓ ﺍﻷﻣﻮﺍﻝ ﻻ ﺗﻌﻄﻰ ﻟﻜﺎﻓﺮ ﻭﻻ ﻟﻤﻤﻠﻮﻙ
“Kami tidak mengetahui adanya khilaf dari ahli ilmu bahwa zakat harta tidak boleh diberikan kepada orang kafir dan budak.” [Al-Mughni 2/487]
Demikian juga zakat fitri, tidak boleh diberikan kepada orang kafir.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimim ditanya,
هل يجوز إعطاء زكاة الفطر للعمال من غير المسلمين؟
“Bolehkah memberikan zakat fitri kepada pekerja selain kaum muslimin”?
Beliau menjawab,
لا يجوز إعطاؤها إلا للفقير من المسلمين فقط
“Tidak boleh memberikannya kecuali kepada orang miskin kaum muslimin saja.” [Majmu’ Fatawa 18/285]

Bagaimana jika berada di negeri non-muslim?
Hukum asalnya adalah lebih baik (afdalnya) zakat itu diberikan kepada yang berhak (mustahiq) tempat kita tinggal. Apabila tinggal di negeri non-muslim, maka kita berusaha mencari dahulu orang miskin (mustahiq) muslim di negara non-muslim tersebut. Jika tidak ada boleh kita mentransfer (memindahkan) zakat ke negeri atau tempat lainnya yang lebih banyak muslimnya atau mereka sangat membutuhkan (misalnya karena ada pemurtadan di daerah miskin)
Syaikh Al-‘Utsaimin menjelaskan,
ﻧﻘﻞ ﺻﺪﻗﺔ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﺇﻟﻰ ﺑﻼﺩ ﻏﻴﺮ ﺑﻼﺩ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﺃﺧﺮﺟﻬﺎ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﺤﺎﺟﺔ ﺑﺄﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻋﻨﺪﻩ ﺃﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ ﻓﻼ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ ، ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﻐﻴﺮ ﺣﺎﺟﺔ ﺑﺄﻥ ﻭﺟﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻠﺪ ﻣﻦ ﻳﺘﻘﺒﻠﻬﺎ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ
“Memindahkan (transfer) zakat fitri ke negara/tempat lain, apabila ada hajat (mashlahat), semisal tidak ada orang miskin di tempatnya, maka hukumnya tidak mengapa. Jika tidak ada hajat (mashlahat), maka tidak boleh.” [Fatawa 18, soal 102]
Bahkan boleh diberikan kepada non-muslim, apabila tidak ditemukan sama sekali kaum muslimin yang miskin (akan tetapi keyataaan dan fakta saat ini, orang miskin kaum muslimin itu ada). Di riwayatkan dari Ibnu abi Syaibah, Mujahid berkata,
ﻻ ﺗﺼﺪﻕ ﻋﻠﻰ ﻳﻬﻮﺩﻱ ﻭﻻ ﻧﺼﺮﺍﻧﻲ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻻ ﺗﺠﺪ ﻏﻴﺮﻩ
“Jangan berikan zakat kepada Yahudi atau Nashrani kecuali tidak engkau temui yang lainnya (dari kaum muslimin)”[Al-Mushannaf 2/401]

Catatan:
Zakat yang boleh diberikan kepada orang kafir adalah golongan “muallafatu qulubuhum” yaitu orang yang dilunakkan hatinya dan diharapkan masuk Islam dari para pemimpim dan pembesar, sehingga menjadi contoh bagi kaumnya untuk masuk Islam.
Syaikh Bin Baz berkata,
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻻ، ﻻ ﻳﻌﻄﺎﻫﺎ ﺇﻻ ﺍﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ، ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻳﻌﻄﺎﻫﺎ ﺍﻟﻤﺆﻟﻒ ﻣﺜﻞ ﺭﺅﺳﺎﺀ ﺍﻟﻌﺸﺎﺋﺮ، ﻛﺒﺎﺭ ﺍﻟﻘﻮﻡ، ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﻟﻠﻲ ﺇﺫﺍ ﺃﻋﻄﻮﺍ ﻳﺮﺟﻰ ﺇﺳﻼﻣﻬﻢ ﺇﺳﻼﻡ ﻧﻈﺮﺍﺋﻬﻢ ﻳﺪﻓﻌﻮﻥ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺍﻟﺸﺮ
“Adapun zakat, tidak boleh (diberikan kepada orang kafir) kecuali golongan muallafatu qulubuhum (yang dilunakkan hatinya) seperti para pemimpin dan pembesar kaum, atau manusia yang diharapkan masuk Islam, atau mencegah kejahatan mereka pada kaum muslimin.” [Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/14672]
Kesimpulan:
1. Zakat (termasuk zakat fitri) tidak boleh diberikan kepada orang kafir
2. Jika berada di negeri non-muslim, diusahakan diberikan kepada orang miskin (mustahiq) di negeri tersebut, jika tidak ada maka boleh ditransfer ke negeri muslim
Demikian semoga bermanfaat.
Diterjemahkan Oleh: dr. Raehanul Bahraen

7.      Pertanyaan dijawab oleh:  Ust. Fuad Hamzah Baraba Lc.
Ancaman bagi yang Enggan Membayar Zakat:
Sifat bakhil (kikir) dapat memupuk keengganan seorang membayar zakat dan hal itu sangat dibenci dan diharamkan oleh Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
{وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ}.
Dan jangan sekali-kali orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya, mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada Hari Kiamat. Milik Allah-lah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali-Imran:180).
Dan ada ancaman bagi orang-orang yang enggan membayar zakatnya, Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda,
«من آتاه الله مالا فلم يؤد زكاته مثل له شجاعا أقرع – وهي الحية الخالي رأسها من الشعر لكثرة سمها – مثل له شجاعا أقرع له زبيبتان يطوقه يوم القيامة يأخذ بلهزمتيه – يعني شدقيه – يقول: أنا مالك أنا كنزك» رواه البخاري
Barangsiapa yang tidak membayar zakat yang wajib atasnya, (kelak) di Hari Kiamat akan dimunculkan baginya ular jantan yang memiliki bisa yang sangat banyak. Ular tersebut akan menarik kedua tangan orang itu dan berkata kepadanya, ‘Saya ini adalah harta dan kekayaan yang telah kamu kumpulkan di dunia.” (HR. Al-Bukhari).
Masihkah kita enggan untuk membayar zakat?
Allah Ta’ala mengiringi penyebutan zakat dengan shalat lebih dari 80 ayat dalam Al-Qur’an. Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, dari Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda,
« بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسَةٍ عَلَى أَنْ يُوَحَّدَ اللَّهُ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَالْحَجِّ.” [رواه مسلم].
Islam itu dibangun diatas lima perkara, yaitu bersyahadat mengesakan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji.” (HR. Muslim).

****************************************
Kontributor: Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad Alu Syaikh; Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid; Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullahu Ta’ala
Editor: Ust.Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF
Email:ustazsofyan@gmail.com




Popular posts from this blog

Zakat di Masa Rasulullah, Sahabat dan Tabi'in

ZAKAT DI MASA RASULULLAH, SAHABAT DAN TABI’IN Oleh: Saprida, MHI;  Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Islam merupakan agama yang diturunkan kepada umat manusia untuk mengatur berbagai persoalan dan urusan kehidupan dunia dan untuk mempersiapkan kehidupan akhirat. Agama Islam dikenal sebagai agama yang kaffah (menyeluruh) karena setiap detail urusan manusia itu telah dibahas dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ketika seseorang sudah beragama Islam (Muslim), maka kewajiban baginya adalah melengkapi syarat menjadi muslim atau yang dikenal dengan Rukun Islam. Rukun Islam terbagi menjadi lima bagian yaitu membaca syahadat, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, menjalankan puasa dan menunaikan haji bagi orang yang mampu. Zakat adalah salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban bagi setiap individu (Mukallaf) yang memiliki harta untuk mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam zakat itu sendiri. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah s

Akibat Menunda Membayar Zakat

Akibat Menunda Membayar Zakat Mal  Pertanyaan: - Jika ada orang yang tidak membayar zakat selama beberapa tahun, apa yang harus dilakukan? Jika sekarang dia ingin bertaubat, apakah zakatnya menjadi gugur? - Jika saya memiliki piutang di tempat orang lain, sudah ditagih beberapa kali tapi tidak bisa bayar, dan bulan ini saya ingin membayar zakat senilai 2jt. Bolehkah saya sampaikan ke orang yang utang itu bahwa utangmu sudah lunas, krn ditutupi dg zakat saya.. shg sy tdk perlu mengeluarkan uang 2 jt. Mohon pencerahannya Jawab: Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du, Orang yang menunda pembayaran zakat, dia BERDOSA. Sehingga wajib bertaubat. Imam Ibnu Utsaimin ditanya tentang orang yang tidak bayar zakat selama 4 tahun. Jawaban Beliau, هذا الشخص آثم في تأخير الزكاة ؛ لأن الواجب على المرء أن يؤدي  الزكاة فور وجوبها ولا يؤخرها ؛ لأن الواجبات الأصل وجوب القيام بها فوراً ، وعلى هذا الشخص أن يتوب إلى الله عز وجل من هذه المعصية “Orang ini berdos

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1 1.   The Parable of Spending in Allah’s Cause: Tafseer Ibn Kathir Sadaqa (Voluntary Charity in the Way of Allah) Tafseer Ibn Kathir – QS Al-Baqarah: 261 “The parable of those who spend their wealth in the way of Allah is that of a grain (of corn); it grows seven ears, and each ear has a hundred grains. Allah gives manifold increase to whom He wills. And Allah is All-Sufficient for His creatures’ needs, All-Knower .” This is a parable that Allah made of the multiplication of rewards for those who spend in His cause, seeking His pleasure. Allah multiplies the good deed ten to seven hundred times . Allah said,  The parable of those who spend their wealth in the way of Allah. Sa`id bin Jubayr commented, “Meaning spending in Allah’s obedience” . Makhul said that the Ayah means, “Spending on Jihad, on horse stalls, weapons and so forth” . The parable in the Ayah is more impressive on the heart than merely mentioning th