Alasan Sedekah Tak Mengurangi Harta
#3
“Sedekah
tidaklah mengurangi harta.” (HR Muslim, 2558)
Sahabat, memang tampak aneh… Jelas-jelas sedekah itu mengurangi harta. Yang
semestinya ada 20 juta, jika disedekahkan 2 juta tinggal tersisa 18 juta saja,
namun mengapa Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam menyatakan bahwa sedekah
takkan mengurangi harta?
Mari kita simak pembahasan singkatnya satu per satu:
1.
Sedekah adalah salah satu ikhtiar untuk menarik rezeki lainnyaApakah membeli materai 6 ribu
Rupiah untuk tandatangan perjanjian bernilai jutaan Rupiah artinya telah
mengurangi harta? Apakah segayung air yang dimasukkan dalam pompa di saat musim
kemarau dengan harapan bisa memancing keluarnya air lebih banyak dari dalam
pompa berarti telah mengurangi ‘harta’?
Sahabat,
kalau kita mau berpikir jernih, sedekah itu memang ibarat materai dalam
perjanjian, yang takkan keluar jumlah nominal perjanjiannya jika tak
ditandatangani di atas materai tersebut. Jadi tidak bisa pakai logika ‘ada uang
dulu baru ada barang’, tidak bisa kita katakan “Ya sudah tandatangan dulu saja,
kalau sudah keluar uang baru beli materai.” Tapi memang harus beli materai dulu
agar perjanjian bisa disepakati dan segera keluar nominal uang perjanjiannya.
Sama
juga seperti segayung air yang diharapkan bisa memancing keluarnya air lebih
banyak dari dalam pompa. Kita tak bisa berpikir “Saya baru akan memasukkan air
ke dalam pompa kalau pompa ini sudah mengeluarkan air.” Sungguh pemikiran aneh.
Bukankah banyak orang yang berpikir, “Saya akan mengeluarkan sedekah jika sudah
dapat rezeki bulan ini.” Terasa tidak ganjil bukan? Padahal justru pikiran
seperti ini sangat nyeleneh. Lha justru sedekah itu yang bisa memancing rezeki
bulan ini segera cair.
Dengan
logika sedekah itu seperti materai, in syaa Allah kita akan sadar bahwa sedekah
sama sekali tidak mengurangi harta.
2.
Sedekah berfungsi menolak bala dan penyakit
Banyak orang yang mengasuransikan dirinya dan keluarganya, rela membayarkan sejumlah premi setiap bulannya untuk mendapat proteksi dan nilai tunai, apakah mereka berpikir asuransi tersebut menghabiskan uang saja? Tidak, justru orang-orang telah menganggap asuransi bisa menjadi tabungan, atau bahkan investasi masa depan untuk diri dan keluarga mereka. Terutama jika terjadi hal yang tak diinginkan, seperti kecelakaan, sakit kritis, cacat, atau bahkan kematian.
Lalu
mengapa kita tak bisa menganggap sedekah sebagai tabungan atau investasi masa
depan juga? Padahal jelas-jelas salah satu fungsi sedekah adalah dapat menolak
bencana dan penyakit, sebagaimana sabda Rasulullah: “Bersegeralah bersedekah, sebab bala bencana tidak pernah bisa
mendahului sedekah. Belilah semua kesulitanmu dengan sedekah. Obatilah penyakitmu
dengan sedekah. Sedekah itu sesuatu yang ajaib. Sedekah menolak 70 macam bala
dan bencana, dan yang paling ringan adalah penyakit kusta dan sopak
(vitiligo).” (HR. Baihaqi & Thabrani) Jika asuransi saja tidak dianggap
mengurangi harta, melainkan investasi, apalagi sedekah! Kita perlu menempatkan
sedekah pada proporsi yang tepat.
3.
Sedekah dapat menarik cinta Allah’
Sahabat, apakah mengeluarkan lima ribu Rupiah untuk membeli setangkai bunga
yang dapat mengulas senyum istri di rumah dianggap telah mengurangi harta? Sungguh
bodoh dan kikir pemikiran seperti itu. Karena berapapun uang yang kita
keluarkan untuk mendapat cinta dari pasangan hidup dan anak-anak sesungguhnya
amat pantas dan layak. Demikian pula sedekah, berapapun jumlah yang kita
keluarkan, sesungguhnya amat layak dan pantas demi mendapat cinta Allah. Tentu
saja dengan terlebih dahulu mengutamakan zakat sebagai hal wajib yang harus
didahulukan.
“Tidak
ada kebaikan yang dilakukan oleh hamba-Ku yang lebih Aku cintai melebihi apa
yang aku wajibkan atas mereka.” (HR. Bukhari) Sedekah bukanlah kewajiban,
namun bisa menambah cinta Allah pada kita. Maka setelah menunaikan kewajiban,
keluarkan juga tambahan sunahnya agar Allah bertambah sayang pada kita, dan hal tersebut sangat layak untuk
diusahakan.Sahabat, semoga kita semakin paham dan yakin bahwa sedekah sama
sekali tak mengurangi harta, malah justru makin memberi nilai atas harta kita.
Semoga Allah memudahkan kita untuk mengeluarkan sedekah. Aamiin. (SH)
Goal
Setting Sedekah
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat
baik.” (QS. Al Ankabut: 69)
Sahabat,
pernahkah membuat goal setting
sedekah? Misalnya target
sedekah dengan jumlah uang yang akan kita sedekahkan bulan
ini, atau membuat target ingin mewakafkan sesuatu di tahun sekian.
Cukup
aneh jika kita sangat peduli dengan goal setting yang bersifat keduniaan,
tetapi malas membuat goal setting yang berorientasi akhirat, padahal mengaku
sebagai orang yang meyakini adanya negeri akhirat, dan bahwasanya negeri
akhirat adalah tempat tinggal kita yang sebenarnya. Bahkan seorang pedagang
sekalipun pasti memiliki goal setting ingin laku berapa, harus produksi berapa
dan harus terjual berapa produk setiap harinya, goal setting ini membuat
seseorang berfokus pada tujuan serta memberikan solusi kreatif untuk mencapai
tujuan tersebut.
Teori
Goal Setting awalnya dikemukakan oleh Edwin Locke. Teori ini mengatakan bahwa
kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Selain itu,
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam
mekanisme motivasional yakni :
1. Tujuan
mengarahkan perhatian
2. Tujuan mengatur upaya
3. Tujuan meningkatkan persistensi
4. Tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
Itulah
pentingnya menetapkan goal setting, akan tetapi tidak hanya kehidupan duniawi
saja yang memerlukan goal setting, Allah juga mengingatkan kita untuk memperhatikan
goal setting yang berorientasi kehidupan akhirat: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaknya
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr :18)
Sementara
itu, Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam pun mengingatkan diri kita untuk
mengevaluasi diri dan memperhatikan amalan apa yang sudah dipersiapkan untuk
kehidupan setelah kematian: Dari Syadad bin Aus r.a, dari Rasulullah SAW, bahwa
beliau berkata, “Orang yang pandai adalah
yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan
sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa
nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah.” (HR. Imam Turmudzi, ia
berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)
Lalu,
bagaimana cara menetapkan goal setting, terutama yang berkaitan dengan sedekah?
Sebagaimana menetapkan goal setting untuk kepentingan pekerjaan, kita juga dapat membuat goal setting sedekah menggunakan metode SMART, yakni:
Sebagaimana menetapkan goal setting untuk kepentingan pekerjaan, kita juga dapat membuat goal setting sedekah menggunakan metode SMART, yakni:
Specific : Target harus bersifat
spesifik dan terfokus. Contoh: “Saya ingin berwakaf kendaraan untuk ambulans
gratis bagi kaum dhuafa”
Measurable: Target
bersifat terukur. Contoh: “Saya ingin bersedekah 30% dari penghasilan saya,
yaitu 3 juta setiap bulannya”
Achievable : Target yang
telah ditetapkan merupakan hal yang realistis dan dapat dicapai.
Relevant : Target yang
dipilih sebaiknya relevan dan berkaitan dengan kapabilitas diri kita
Time : Waktu untuk
mencapai target tersebut atau deadline. Contoh: “Saya akan mulai bersedekah 3
juta tiap bulan pada akhir bulan ini”
Sahabat,
ketahuilah bahwa jikalaupun ada sesuatu hal terjadi yang membuat goal setting
kita tidak tercapai, sesungguhnya Allah telah mencatat niat kita itu sebagai
sebuah kebaikan. “Sesungguhnya Allah
menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya.
Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya,
Allah tetap menuliskannya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia
berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allah menulisnya di
sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai
kelipatan yang banyak…” (HR Bukhari Muslim)
Yuk
terapkan goal setting untuk kehidupan akhirat kita, dimulai dari hal sederhana
namun menjadi nauangan kita kelak di hari kiamat, yakni bersedekah. (SH)
Alasan
Orang Tidak Mahu Sedekah dan Solusi Mengatasinya
Sahabat,
ada saja orang yang masih enggan bersedekah. Mungkin kita yang telah merasakan
manfaat luar biasa bersedekah akan bingung, apa yang membuat mereka terus
menahan hartanya dari berinfak di jalan Allah? Berikut ini beberapa alasan
orang tidak mau bersedekah sekaligus solusi yang bisa kita lakukan untuk
Mengatasinya :
1.
Terpeliharanya sifat bakhil
Alasan
pertama dan utama ketika seseorang enggan menyedekahkan hartanya adalah karena
memang sudah ada sifat bakhil atau kikir yang dipelihara olehnya. Sifat bakhil
ini membuatnya merasa rugi jika mengeluarkan hartanya untuk orang lain yang
dianggapnya tak memberi manfaat apapun bagi dirinya sendiri.
“Hati-hatilah kalian terhadap
perbuatan kikir, karena sifat kikir telah menyesatkan orang-orang yang sebelum
kalian. Mereka menghalalkan barang yang telah diharamkan, mengalirkan darah dan
memutuskan hubungan silaturahmi karena terdorong oleh sifat-sifat kikir
mereka.” ( HR Imam Ahmad)
Memang
amat sulit membuat orang pelit agar mengesampingkan sifat bakhil yang sudah
jadi kebiasaannya tersebut, akan tetapi bukannya tidak mungkin. Kebanyakan
orang pelit akan bersedia mengeluarkan uangnya jika sudah mengetahui keuntungan
besar yang bisa diperolehnya. Oleh karena itu kita bisa coba memberikannya
pandangan lain tentang sedekah. Bahwasanya sedekah tidak akan mengurangi
hartanya bahkan bisa membuat hartanya berlipat ganda. Nabi shalallaahu ‘alaihi
wassalam bersabda kepada Zubair bin al-Awwam: “Hai Zubair, ketahuilah bahwa
kunci rezeki hamba itu ada di Arasy, yang dikirim oleh Allah azza wajalla
kepada setiap hamba sekadar nafkahnya. Maka siapa yang membanyakkan pemberian kepada
orang lain, niscaya Allah membanyakkan baginya. Dan siapa yang menyedikitkan,
niscaya Allah menyedikitkan baginya.” (HR. ad-Daruquthni dari Anas radiyallaahu
‘anhu)
Selain
itu, kita juga perlu menyadarkannya bahwa sifat kikir itu buruk bagi dirinya.
“Sekali-kali janganlah orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada
mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.” (QS. Ali ‘Imran : 181)
2.
Malu jika bersedekah hanya sedikit
Ada
juga orang yang enggan bersedekah karena malu diolok-olok jika sedekahnya hanya
sedikit. Untuk orang-orang yang seperti ini kita perlu memberitahukan bahwa
para pengolok-olok sangat mungkin jauh dari keimanan, maka tak perlu
didengarkan. Sebagaimana sabda Rasulullah:
“Ketika ayat shadaqah turun,
kami berlomba-lomba, lalu datanglah seseorang dengan membawa shadaqah yang
banyak dan orang-orang berkata, ia orang yang pamer. Kemudian datanglah
seseorang lalu ia bershadaqah dengan satu sha’. Orang-orang berkata;
“Sesungguhnya Allah lebih kaya daripada satu sha’ ini”. Maka turunlah qur’an
surat At-Taubah ayat: “Orang-orang (munafik itu) yang mencela orang-orang
beriman yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang
tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya” (HR. Bukhari no.1326)
Di
samping itu kita pun harus mengingatkan orang-orang seperti ini agar tidak ragu
bersedekah sekalipun hanya dengan sejumlah nilai yang dianggap tak berharga
oleh orang lain, karena sedekah yang bernilai kecil tersebut jika diterima oleh
Allah maka akan membesar lebih daripada sebuah gunung:
“Tidak
seorangpun yang menyedekahkan hartanya yang halal dimana Allah menerimanya
dengan kananNya (dengan baik), walaupun sedekahnya itu hanya sebutir kurma.
Maka kurma tersebut akan bertambah besar di tangan Allah Yang Maha Pengasih,
sehingga menjadi lebih besar daripada gunung. Demikian Allah memelihara
sedekahmu, sebagaimana halnya kamu memelihara anak kambing dan unta (semakin
hari semakin besar).”
(HR. Muslim)
3.
Lebih merasa untung jika uang yang dimiliki ditabung
Ada
lagi orang yang malas bersedekah karena menganggap menabung jauh lebih
menguntungkan baginya daripada disedekahkan. “Bagaimana jika setelah menyedekahkan uang tersebut, lantas tiba-tiba
saya memerlukan uang sejumlah itu karena ada keluarga yang sakit atau hal buruk
lainnya? Bukankah lebih aman jika uang itu ditabungkan.”
Orang
seperti ini perlu disadarkan bahwa bisa jadi keluarganya yang sakit atau hal
buruk lainnya justru terjadi karena ia tak membentengi diri dan keluarganya
dengan sedekah. Sehingga Allah mengeluarkan ‘paksa’ uang yang seharusnya
menjadi hak orang lain tersebut dengan cara memberikan penyakit, kecelakaan,
dan lain-lainnya. Bukankah itulah kehebatan sedekah? Bisa menolak puluhan macam
bala bencana? Apakah ada tabungan di dunia ini yang dapat menolak bala layaknya
jaminan sedekah?
“Sedekah
dapat mencegah 70 macam bencana, yang paling ringan adalah penyakit kusta dan
supak.“ (HR. Thabrani). ”Bersegeralah
kalian untuk mengeluarkan sedekah, karena sungguh bencana tak dapat melewati
sedekah.“ (HR. Thabrani).
4.
Tidak percaya uang sedekah tersebut benar-benar sampai pada yang membutuhkan
Karena
banyaknya penipuan dan pihak-pihak yang kurang amanah dalam mengalirkan sedekah,
wajar bila ada orang yang enggan bersedekah karena khawatir sedekahnya tidak
betul-betul sampai pada yang membutuhkan. Apalagi ada pula orang peminta-minta
yang ternyata telah memiliki rumah, mobil, dan mengemis menjadi profesi
baginya, tentu hal ini amat memprihatinkan.
Oleh
sebab itu, orang seperti sangat perlu untuk bersedekah pada lembaga terpercaya
dan amanah, atau menyalurkan langsung pada orang-orang yang ia tahu persis amat
membutuhkan bantuan sedekahnya.
Sahabat,
demikianlah beberapa alasan orang enggan bersedekah sekaligus solusi untuk
mengatasinya. Semoga dapat bermanfaat, terutama jika kita memiliki keluarga dan
orang-orang terdekat yang berparadigma seperti yang diungkapkan di atas.
Wallaahualam. (SH)
Sedekah
Membuat Percaya diri
Sahabat,
tahukah bagaimana caranya menjadi percaya diri, terutama dalam bidang
finansial? Jangankan orang kecil, para pembesar berdasi dan selalu pakai jas
pun banyak yang tidak percaya diri secara finansial, selalu merasa masih
miskin, masih kurang harta, masih harus mengejar ini dan itu. Efek tidak
percaya diri tersebut amat besar, banyak orang membutuhkan ‘topeng’ agar merasa
pede. Topeng tersebut bisa dalam bentuk rumah mewah, lusinan kendaraan, pakaian
bermerek, sepatu mahal, padahal kesemuanya itu bisa jadi didapatkan dari hasil
berutang atau yang lebih buruk… Korupsi!
Sungguh
kekayaan sejati tidaklah muncul dari sikap penuh topeng seperti itu.
Sahabat, ada satu cara efektif untuk membangun rasa percaya diri bahwa diri kita sudah sejahtera, dan ajaibnya… Cara ini pun bisa membuat hati bahagia. Apakah cara efektif yang dimaksud? Yap, dengan bersedekah!
Sahabat, ada satu cara efektif untuk membangun rasa percaya diri bahwa diri kita sudah sejahtera, dan ajaibnya… Cara ini pun bisa membuat hati bahagia. Apakah cara efektif yang dimaksud? Yap, dengan bersedekah!
Menurut
peneliti bernama Michael Norton, seorang associate profesor bidang marketing di
Harvard Business School, hal tersebut terdengar seperti berlawanan dengan intuisi,
bagaimana mungkin bersedekah alias membagikan harta pada orang lain bisa
membuat diri merasa percaya diri khususnya secara finansial dan bahkan merasa
bahagia?
Namun
pada kenyataannya memang demikian. Penemuan itu dipresentasikan pada pertemuan
tahunan Society for Personality and Social Psychology di New
Orleans. Ternyata, kata Norton, memberikan uang kepada orang lain
meningkatkan perasaan yang disebut sebagai subjective wealth atau besarnya rasa
nyaman Anda. Selain itu, bersedekah juga meningkatkan kekuatan perasaan dari
pendonor dan hal itu membuat pemberinya merasa lebih berbahagia, sebab sedekah
tersebut mengisi perasaan lebih dalam tentang keinginan untuk merasa sejahtera.
Luar
biasa, ternyata secara psikologis, cara untuk percaya diri secara finansial
bukan dengan memperlihatkan pakaian branded, gadget termahal, atau bahkan
mengambil uang orang lain (korupsi) dan menimbun kekayaan. Melainkan dengan
berdonasi atau bersedekah.
Hasil
riset tersebut, menurut James Maddux, professor emeritus di Departemen
Psikologi George Mason University, ada kaitannya dengan temuan hasil penelitian
lainnya yang menunjukkan bahwa orang selalu mengukur dirinya dengan orang lain.
Hal
ini bisa lebih mudah dimengerti jika kita tahu apakah yang menjadi inti dari
bersedekah, yakni adanya rasa empati terhadap kesulitan orang lain.
Dengan
berempati pada kesulitan orang lain, kita akan sadar bahwa masalah yang sedang
kita hadapi ternyata bukan apa-apa. Ada orang yang masalahnya ribuan kali lebih
menyedihkan dan pelik dibanding diri kita. Perbandingan ini membuat perasaan
kita lebih bersyukur dan tumbuh rasa percaya diri serta bahagia. Sedangkan
orang yang pelit dan menahan-nahan hartanya biasanya merasakan sebaliknya.
“Dan
barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (QS. ath Thagabun : 16)
Sahabat,
selain menjadikan kita lebih percaya diri secara finansial, bersedekah juga
membuat kita akan lebih percaya Allah. Apa maksud dari percaya
Allah? Percaya kebenaran janji Allah mengenai sedekah. Bukankah Allah
menjanjikan banyak kebaikan bagi siapa saja yang bersedia menafkahkan harta di
jalanNya?
“Katakanlah:
‘Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di
antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)’. Dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah
Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba: 39)
Sahabat, bagi yang ingin lebih percaya diri dan percaya Allah, percayalah bahwa salah satu jawabannya adalah dengan bersedekah! (SH)
Referensi: Tempo[dot]co
Sedekah
Mempercepat Terkabulnya doa
ahabat,
adakah yang memiliki hajat namun belum terwujud? Padahal siang malam sudah
memanjatkan doa agar hajat tersebut dikabulkan Allah?
Memang
benar kita perlu bersabar ketika doa belum terkabul. Namun kita juga bisa
melakukan upaya yang sekiranya bisa mempercepat terkabulnya doa tersebut.
Ibarat
sedang memancing ikan, memang benar perlu bersabar menanti umpan dimakan ikan.
Akan tetapi kita juga bisa melakukan introspeksi atau evaluasi, mengapa umpan
kita lambat dimakan? Jangan-jangan umpan yang kita berikan kurang menarik bagi
ikan. Oleh sebab itu kita bisa mengganti dengan umpan yang lebih diminati ikan.
Dalam
berdoa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalaam memberitahukan kita cara agar
doa lebih cepat terkabul, yakni sebagai berikut: “Barangsiapa ingin doanya
terkabul dan dibebaskan dari kesulitannya hendaklah dia mengatasi
(menyelesaikan) kesulitan orang lain.” (HR. Ahmad)
Sungguh
luar biasa resep yang diberikan. Ketika kita ingin doa terkabul, harapan
terwujud, dan segala kesulitan sirna, ternyata caranya adalah dengan mengatasi
kesulitan orang lain terlebih dahulu.
Mungkin
selama ini kita sekadar berdoa saja, tak mau tahu dengan kondisi orang lain.
Lalu saat doa yang kita panjatkan tak jua terkabul, alih-alih introspeksi diri,
kita malah marah dan kecewa.
Berangkat
dari hadits di atas, semestinya kita mengevaluasi diri, jangan-jangan doa kita
tak dikabulkan Allah karena kita tak pernah mau menolong orang lain. Padahal
salah satu syarat datangnya pertolongan Allah adalah kerelaan kita menolong
orang lain: “Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu
menolong saudaranya”. (HR Muslim: 2699. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy
Shahih)
Bagaimana
cara menolong dan mengatasi kesulitan orang lain? Tentu saja salah satunya
adalah dengan bersedekah! Dan hal ini tak bisa dilakukan asal saja. Bahkan
sedekah pun memiliki tingkatan, sedekah terbaik misalnya, merupakan sedekah
yang kita berikan pada kerabat dekat, bukan yang kita berikan pada orang tak
dikenal yang meminta-minta di pinggir jalan.
Oleh
sebab itu, cobalah mencari tahu adakah keluarga atau kerabat yang sedang
menghadapi kesulitan, mungkin baru saja terkena PHK, bisnisnya bangkrut, memiliki
utang, atau mengalami sakit kritis yang memerlukan bantuan finansial. Jika ada,
prioritaskan mereka untuk dibantu terlebih dahulu.
”Sedekah
kepada orang miskin mendapatkan satu pahala, sedangkan sedekah kepada kerabat
mendapatkan dua pahala; pahala bersedekah dan pahala bersilaturahim.” (HR At-Tirmidzi).
Jika
memang tidak ada keluarga dan kerabat yang sedang mengalami kesulitan, cobalah
sedekahkan harta kita untuk membantu kesulitan tetangga dekat atau tetangga
jauh.
Ketika
orang-orang terdekat yang paling utama menerima bantuan dan sedekah kita sudah
diprioritaskan namun kita masih punya kelebihan harta, kita bisa
menginfakkannya untuk membantu kesulitan warga sekitar, misalnya dengan
mewakafkan tanah, kendaraan, bangunan, atau sumber pengairan, yang sekiranya
bisa meringankan kesusahan banyak orang. Sahabat, in syaa Allah hajat apapun
yang kita panjatkan dalam doa akan bisa Allah kabulkan selama hajat tersebut
berupa kebaikan dan bukan dalam bentuk maksiat. Maka, tugas kita hanyalah terus
berdoa, bersabar, dan mempercepat terkabulnya doa tersebut
Ketika Lelah Bersedekah
Tiap-tiap amalan makruf (kebajikan) adalah sedekah. Sesungguhnya
di antara amalan makruf ialah berjumpa kawan dengan wajah ceria (senyum) dan
mengurangi isi embermu untuk diisikan ke mangkuk kawanmu.” (HR. Ahmad).
Sahabat, yang dinamakan sedekah sebenarnya merupakan segala
bentuk kebaikan yang dapat kita lakukan untuk diri sendiri maupun orang lain. Berdzikir
tahlil, tahmid, dan tasbih adalah sedekah bagi setiap ruas tulang dan
persendian kita. Memberikan senyum dan wajah ceria pada saudara seiman
merupakan sedekah. Memberikan air adalah sedekah, menginfakkan harta adalah
sedekah, berhubungan suami istri pada pasangan halal adalah sedekah, membagikan
ilmu bermanfaat adalah sedekah, bahkan mencegah diri dari melakukan perbuatan
zalim pun merupakan sedekah.
Simaklah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam berikut
ini:
“Tiap muslim wajib bersedekah. Para sahabat bertanya,
“Bagaimana kalau dia tidak memiliki sesuatu?” Nabi Saw menjawab, “Bekerja
dengan ketrampilan tangannya untuk kemanfaatan bagi dirinya lalu bersedekah.”
Mereka bertanya lagi. Bagaimana kalau dia tidak mampu?”.Nabi menjawab:
“Menolong orang yang membutuhkan yang sedang teraniaya” Mereka bertanya: “Bagaimana
kalau dia tidak melakukannya?” Nabi menjawab: “Menyuruh berbuat ma’ruf.” Mereka
bertanya: “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?” Nabi Saw menjawab,
“Mencegah diri dari berbuat kejahatan itulah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lantas, pernahkah merasa lelah dalam bersedekah? Misalnya merasa
lelah memberikan senyuman pada orang lain, lelah menginfakkan harta, atau
bahkan lelah berdzikir? Sahabat, ketika kita merasa kekurangan tenaga dan
gairah lagi untuk bersedekah, sangat mungkin disebabkan oleh beberapa hal
berikut, semoga kita mau melakukan introspeksi diri:
1. Bersedekah karena riya’
Orang yang bersedekah karena mengharapkan pujian orang lain
sudah pasti merasa lelah yang amat sangat manakala perbuatan baiknya tidak
diapresiasi.
“Huh, udah capek-capek bantuin, menyumbang sekian banyak, tapi kok tidak ada yang berterimakasih pada saya!” Jika ingin merasa tidak lelah bersedekah, tentu saja yang paling utama adalah meluruskan dulu niat kita, bahwa sedekah yang kita berikan semata-mata untuk dilihat Allah, bukan makhluk!
“Huh, udah capek-capek bantuin, menyumbang sekian banyak, tapi kok tidak ada yang berterimakasih pada saya!” Jika ingin merasa tidak lelah bersedekah, tentu saja yang paling utama adalah meluruskan dulu niat kita, bahwa sedekah yang kita berikan semata-mata untuk dilihat Allah, bukan makhluk!
2. Bersedekah tanpa tahu ilmunya
Orang juga bisa merasa lelah bersedekah jika tidak tahu ilmunya.
Apa maksudnya?
Misalnya seseorang dengan gaji pas-pasan, karena semangat bersedekah, ia pun memberikan gajinya tersebut separuhnya untuk orang lain, demi meniru Umar bin Khattab. Akhirnya, istri dan anaknya terlunta-lunta, kelaparan, kedinginan, karena tidak dinafkahi. Padahal kita dan Umar radiyallahu ‘anhu sungguh berbeda, mulai dari tingkat keimanan sampai ke jumlah harta yang dimiliki.
Misalnya seseorang dengan gaji pas-pasan, karena semangat bersedekah, ia pun memberikan gajinya tersebut separuhnya untuk orang lain, demi meniru Umar bin Khattab. Akhirnya, istri dan anaknya terlunta-lunta, kelaparan, kedinginan, karena tidak dinafkahi. Padahal kita dan Umar radiyallahu ‘anhu sungguh berbeda, mulai dari tingkat keimanan sampai ke jumlah harta yang dimiliki.
Apalagi jika mengetahui ilmunya, bahwasanya sedekah yang paling
utama justru sedekah yang kita berikan pada orang-orang yang menjadi tanggungan
kita:
“Jika salah seorang di antaramu miskin, hendaklah dimulai dengan dirinya, jika ada kelebihan maka untuk keluarganya, jika ada kelebihan lagi untuk kerabatnya.” Atau beliau bersabda : “Untuk yang ada hubungan kekeluargaan dengannya. Kemudian apabila masih ada barulah untuk ini dan itu.” (HR. Ahmad dan Muslim)
“Jika salah seorang di antaramu miskin, hendaklah dimulai dengan dirinya, jika ada kelebihan maka untuk keluarganya, jika ada kelebihan lagi untuk kerabatnya.” Atau beliau bersabda : “Untuk yang ada hubungan kekeluargaan dengannya. Kemudian apabila masih ada barulah untuk ini dan itu.” (HR. Ahmad dan Muslim)
3. Bersedekah karena sekadar ikut-ikutan
Satu alasan lagi mengapa seseorang bisa merasa lelah dalam
bersedekah adalah karena sedekah yang dilakukannya hanyalah untuk ikut-ikutan.“Saya
sedekah karena diajak si Fulan, gengsi dong kalau tidak ikutan!” Sungguh perlu
meluruskan niat agar sedekah tak sekadar demi status semata.
4. Bersedekah untuk banyak orang tapi lupa memberi hak diri
sendiri dan orang terdekat
Banyak orang bersedekah untuk orang banyak, tapi sendirinya lupa
diri dan keluarga sendiri. Misalnya orang yang sering ceramah dan memberi
tausiyah, tapi sendirinya lupa mendengar atau membaca nasehat dan tausiyah dari
orang lain. Tak heran jika suatu saat ia merasa lelah bersedekah…Karena dirinya
sendiri kehabisan amunisi untuk berbagi. Apa yang bisa dibagikan jika kita
sendiri tidak punya? Sahabat, semoga kita bukan termasuk orang-orang yang lelah
bersedekah dikarenakan ketidaklurusan niat dalam beramal. Semoga kita termasuk
golongan yang tak pernah lelah melakukan amal kebaikan. Aamiin. (SH) (Sumber:
tabungwakaf.com)
********************
********************
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF.
Email: ustazsofyan@gmail.com
Email: ustazsofyan@gmail.com