Seiring perkembangan zaman, jenis obyek zakat terus berkembang. Para ahli fiqih terus mengadakan pengkajian, melakukan ijtihad untuk menentukan harta-harta obyek zakat yang belum dikenal di zaman Rasulullah. Imam Syafi‟i, imam Maliki, imam Hambali dan imam Hanafi banyak memberikan tambahan harta obyek zakat. Pada zaman Umar bin Abdul Azis, sudah dikenal zakat penghasilan yaitu zakat dari upah karyawannya. Didin Hafidhuddin menjelaskan bahwa sektor-sektor ekonomi modern juga merupakan obyek zakat yang potensial. Misalnya penghasilan yang diperoleh dari keahlian, peternakan ayam, lebah, perkebunan, usaha-usaha properti, dan surat-surat berharga seperti saham, dan lainnya (Didin 2002, hal. 45).
Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa seluruh jenis harta apapun dibebani kewajiban zakat walaupun tidak ada contoh konkritnya di zaman Rasulullah, akan tetapi karena perkembangan ekonomi menjadi benda yang bernilai, maka harus dikeluarkan zakatnya. Berdasarkan qiyas, kaidah fiqhiyah dan maqasid syara‟ dalam perekonomian modern dewasa ini sumbersumber zakat itu antara lain adalah : a. Zakat Profesi b. Zakat Gaji
c. Investasi d. Zakat Madu dan Produk Hewani e. Zakat Perusahaan f. Zakat Saham dan Obligasi G. Zakat Hasil Bumi Atas Tanah yang Disewakan.
A. Zakat Profesi
Pengertian Profesi dan Zakat Profesi
Profesi atau profession, dalam terminologi Arab dikenal dengan istilah Al-mihn. Kalimat ini merupakan bentuk jama dari al-mihnah yang berarti pekerjaan atau pelayanan. Profesi secara istilah berarti suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keahlian, dan kepintaran. Yusuf Qardawi lebih jelas mengemukakan bahwa profesi adalah pekerjaan atau usaha yang menghasilkan uang atau kekayaan baik pekerjaan atau usaha itu dilakukan sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain, maupun dengan bergantung kepada orang lain, seperti pemerintah, perusahaan swasta, maupun dengan perorangan dengan memperoleh upah, gaji, atau honorium. Penghasilan yang diperoleh dari kerja sendiri itu, merupakan penghasilan proesional murni, seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, deseiner, advokat, seniman, penjahit, tenaga pengajar (guru, dosen, dan guru besar), konsultan, dan sejenisnya. Adapun hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dengan pihak lain adalah jenis-jenis pekerjaan seperti pegawai, buruh, dan sejenisnya. Hasil kerja ini meliputi upah dan gaji atau penghasilan-penghasilan tetap lainnya yang mempunyai nisab. Adapun zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (batas minimum untuk bisa berzakat). Contohnya adalah profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, seniman, dan lain-lain.
Secara kontekstual yang perlu mendapat perhatian adalah menyangkut zakat profesi. Menurut Yusuf Qardawi, diantara hal yang penting untuk mendapat perhatian kaum muslimin saat ini adalah penghasilan atau pendapatan yang diusahakan melalui keahliannya, baik yang dilakukan secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, pendapatan semacam ini dalam ushul fiqh disebut al-māl al-mustafād, semua pendapatan melalui kegiatan professional tersebut apabila telah sampai nishab wajib dikeluarkan zakatnya, yang menajadi dasar adalah ketentuan Al-Qur‟an yang menegaskan “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” (QS; Adz- Dzariyat:19). Zakat profesi ini sangat penting untuk disosialisasikan, mengingat pada masyarakat sekarang ini potensi zakat profesi tersebut volumenya cukup besar, terutama akibat berkembangnya beberapa profesi di tengah-tengah masyarakat dewasa ini seperti dokter, notaris, konsultan teknik, penasehat hukum/konsultan hukum/advokat, konsultan manajemen, akuntan, aktuaria dan lain-lain sebagainya (Qardawi 2007, hal. 461).
Hukum Zakat Profesi
Khusus mengenai zakat profesi ini dapat ditetapkan hukumnya berdasarkan perluasan cakupan makna lafaz yang terdapat dalam Firman Allah, Q.S. 2; 267, yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang telah kami keluarkan dari bumi untuk kamu.(Apa saja yang kamu usahakan) dalam ayat ini pada dasarnya bersifat umum, namun ulama kemudian membatasi pengertiannya terhadap beberapa jenis usaha atau harta yang wajib dizakatkan, yakni harta perdagangan, emas dan perak, hasil pertanian dan peternakan. Pengkhususan terhadap beberapa bentuk usaha dan harta ini tentu saja membatasi cakupan lafaz umum pada ayat tersebut sehingga tidak mencapai selain yang disebutkan tersebut. Untuk menetapkan hukum zakat profesi, lafaz umum tersebut mestilah dikembalikan kepada keumumannya sehingga cakupannya meluas meliputi segala usaha yang halal yang menghasilkan uang atau kekayaan bagi setiap muslim. Dengan demikian zakat profesi dapat ditetapkan hukumnya wajib berdasarkan keumuman ayat di atas.
Dasar hukum kedua mengenai zakat profesi ini adalah qias atau menyamakan zakat profesi dengan zakat-zakat yang lain seperti zakat hasil pertanian dan zakat emas dan perak. Allah telah mewajibkan untuk mengeluarkan zakat dari hasil pertaniannya bila mencapai nishab 5 wasaq (750 kg beras) sejumlah 5 atau 10 %. Logikanya bila untuk hasil pertanian saja sudah wajib zakat, tentu untuk profesi-profesi tertentu yang menghasilkan uang jauh melebihi pendapatan petani, juga wajib dikeluarkan zakatnya. Di samping qias kepada pertanian, secara khusus juga dapat dikiaskan terhadap sewaan. Yusuf Qardawi mengemukakan bahwa ulama kontemporer, seperti A. Rahman Hasan, Abu Zahrah, abdul Wahab Khalaf, menemukan adanya persamaan dari zakat profesi dengan zakat penyewaan yang dibicarakan Imam Ahmad Ibn Hanbal. Ahmad diketahui berpendapat tentang seseorang yang menyewakan rumahnya dan mendapatkan sewa yang cukup banyak. Orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerima sewa tersebut. Menurut Yusuf Qardawi, persamaan antara keduanya adalah dari segi kekayaan penghasilan, yaitu kekayaan yang diperoleh seorang muslim melalui bentuk usaha yang menghasilkan kekayaan. Karena profesi merupakan bentuk usaha yang menghasilkan kekayaan, sama dengan menyewakan sesuatu, wajib pula zakatnya sebagaimana wajibnya zakat hasil sewaan tersebut.
Dasar hukum yang lain adalah dengan melihat kepada tujuan disyariatkannya zakat, seperti untuk membersihkan dan mengembangkan harta, serta menolong para mustahiq (orang orang yang berhak menerima zakat). Juga sebagai cerminan rasa keadilan yang merupakan ciri utama ajaran Islam, yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan. (Qardawi 2007, hal. 477).
Nisab Zakat Profesi dan Cara Perhitungannya
Besar zakat penghasilan tergantung kepada sumber penghasilan itu sendiri, apabila penghasilan berasal dari pendapatan sebagai pegawai dan golongan profesi yang diperoleh dari pekerjan (penerima gaji) maka zakatnya sebesar seperempat puluh (2,5%). Sedangkan ukuran nishab yang paling tepat digunakan adalah pendapatan dalam setahun, yaitu apabila penghasilan pegawai dalam satu tahun mencapai nishab (setara dengan 85 gram emas) maka sudah wajib zakat. Untuk lebih memudahkan dan meringankan dalam pelaksanaannya, zakat dapat dibayarkan setiap kali menerima gaji. Apalagi dewasa ini sudah banyak Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dikelola secara profesional yang akan mengelola dan menyalurkan dana zakat secara profesional, sehingga manfaatnya akan lebih besar bagi pembangunan umat Islam.
Nisab zakat pendapatan/profesi mengambil rujukan kepada nisab zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras. Hal ini berarti bila harga beras adalah Rp 4.000/kg maka nisab zakat profesi adalah 520 dikalikan 4000 menjadi sebesar Rp 2.080.000. Namun mesti diperhatikan bahwa karena rujukannya pada zakat hasil pertanian yang dengan frekuensi panen sekali dalam setahun, maka pendapatan yang dibandingkan dengan nisab tersebut adalah pendapatan selama setahun.
Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini, ia berbeda dengan tanaman dan lebih dekat dengan emas dan perak. Oleh karena itu kadar zakat profesi yang diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5% dari seluruh penghasilan kotor. Hadits yang menyatakan kadar zakat emas dan perak adalah: “Bila engkau memiliki 20 dinar emas, dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya setengah dinar (2,5%)” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Baihaqi).
Menurut Yusuf Qardawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara:
1. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor secara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X 3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun.
2. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000) = Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun.
Perhitungan Zakat Profesi
Simulasi cara perhitungan menurut kaidah zakat profesi seperti di bawah ini :
Cara I (tidak memperhitungkan pengeluaran bulanan)
Gaji sebulan = Rp 2.000.000
Gaji setahun = Rp 24.000.000
gram emas = Rp 100.000
Nishab = Rp 85 gram
Harga nishab = Rp 8.500.000
Zakat Anda = Rp 600.000,-
Cara II (memperhitungkan pengeluaran bulanan)
Gaji sebulan = Rp 2.000.000
Gaji setahun = Rp 24.000.000
Pengeluaran bulanan = Rp 1.000.000
Pengeluaran setahun = Rp 12.000.000
Sisa pengeluaran setahun = Rp 24.000.000 – 12.000.000
= Rp 12.000.000
1 gram emas = Rp 100.000
Nishab = Rp 85 gram
Harga nishab = Rp 8.500.000
Zakat Anda = Rp 300.000,-
Berikut adalah beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai waktu pengeluaran dari zakat profesi:
a. Pendapat As-Syafi‟i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat
b. Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh,
kemudian pada masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat.
c. Pendapat ulama modern seperti Yusuf Qardawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan zakat pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen.
Pendapat Ulama tentang Hukum Zakat Profesi
Ulama Yang Mendukung Zakat Profesi Antara Lain :
a. Yusuf Qardawi
Yusuf Qardawi adalah salah satu icon yang paling mempopulerkan zakat profesi. Beliau membahas masalah ini dalam buku beliau Fiqh Zakat yang merupakan disertasi beliau di Universitas Al-Azhar. Sesungguhnya beliau bukan orang yang pertama kali membahas masalah ini. Jauh sebelumnya sudah ada tokoh-tokoh ulama seperti Abdurrahman Hasan,
Syeikh Muhammad Abu Zahrah, dan juga ulama besar lainnya seperti Abdul wahhab Khalaf. Namun karena kitab Fiqhuz-Zakah itulah maka sosok Yusuf Qardawi lebih dikenal sebagai
rujukan utama dalam masalah zakat profesi. Inti pemikiran beliau, bahwa penghasilan atau profesi wajib dikeluarkan zakatnya pada saat diterima, jika sampai pada nishab setelah
dikurangi hutang. Zakat profesi bisa dikeluarkan harian,
mingguan, atau bulanan.
b. Abdul Wahhab Khalaf dan Syeikh Abu Zahrah
Dalam kitab Fiqhuz Zakah, Yusuf Qardawi tegas menyebutkan bahwa pendapatnya yang mendukung zakat profesi bukan pendapat yang pertama. Sebelumnya sudah ada tokoh ulama Mesir yang mendukung zakat profesi, yaitu Abdul Wahhab Khalaf dan Abu Zahrah. Abdul Wahab adalah seorang ulama besar di Mesir (1888-1906), dikenal sebagai ahli hadits, ahli ushul fiqih dan juga ahli fiqih. Salah satu karya utama beliau adalah kitab Ushul Fiqih, Ahkam Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah,
Al-Waqfu wa Al-Mawarits, As-Siyasah Asy-Syar‟iyah dan juga dalam masalah tafsir, Nur min Al-Islam. Tokoh ulama lain yang disebut oleh Yusuf Qardawi adalah guru beliau
sendiri, yaitu Syeikh Muhammad Abu Zahrah (1898- 1974).
Beliau adalah sosok ulama yang terkenal dengan pemikirannya yang luas dan merdeka, serta banyak melakukan perjalanan ke luar negeri melihat realitas kehidupan manusia. Tulisan beliau tidak kurang dari 30 judul buku, salah satunya yang terbesar adalah Mukjizat Al-Kubra Al-Qur‟an. Buku ini merupakan mukaddimah dalam beliau mengarang tafsir Al-Qur‟an. Namun tafsir ini tidak sempat disempurnakan kerana beliau meninggal dunia terlebih dahulu. Buku lainnya adalah Tarikh Al-Madzahib Al-Islamiyah, Al-'Uqubah fi Al-Fiqh Al-Islami, Al-Jarimah fi Al-Fiqh Al-Islami.
c. Majelis Tarjih Muhammadiyah
Musyawarah Nasional Tarjih XXV yang berlangsung pada tanggal 3 – 6 Rabiul Akhir 1421 H bertepatan dengan tanggal 5 – 8 Juli 2000 M bertempat di Pondok Gede Jakarta Timur
dan dihadiri oleh anggota Tarjih Pusat. Lembaga ini pada intinya berpendapat bahwa Zakat Profesi hukumnya wajib. Sedangkan nisabnya setara dengan 85 gram emas 24 karat.
Ada pun kadarnya sebesar 2,5 % d. Majelis Ulama Indonesia (MUI), MUI memandang bahwa setiap pendapatan wajib dikeluarkanzakatnya, seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal. Baik pendapatan itu bersifat rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya. Bila syarat terpenuhi yaitu telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram, maka zakat wajib dikeluarkan. Kadar zakat penghasilan menurut MUI adalah 2,5%.
e. Didin Hafidhudin
Di Indonesia, salah satu icon zakat profesi yang cukup terkenal adalah Didin Hafidhuddin, sebagamana naskah disertasi doktor yang diajukannya. Guru Besar IPB dan Ketua Umum BAZNAS ini mencoba mendefinisikan profesi ialah setiap keahlian atau pekerjaan apapun yang halal, baik yang dilakukan sendiri maupun yang terkait dengan pihak lain, seperti seorang pegawai atau karyawan. Didin Hafidhuddin memberikan mekanisme pengambilan hukum zakat profesi dengan menggali pada teks Al-Qur‟an, dan dengan menggunakan metode qiyas. f. Quraisy Syihab. Quraisy Shihab juga termasuk yang menudukung wajibnya
zakat profesi. Hal itu bisa kita baca dari tulisannya antara lain: Menjawab pertanyaan 100 tentang keislaman yang patut anda ketahui.
Pendapat yang Menolak Zakat Profesi
Diantara ulama yang tidak setuju dengan adanya zakat profesi antara lain :
a. Wahbah Az-Zuhaili
Menurut beliau bahwa zakat itu ibadah mahdhah, dimana pelaksanaannya membutuh dalil-dalil yang qath‟i. Sehingga kita tidak boleh mengarang sendiri masalah zakat ini. Zakat profesi tidak pernah dikenal sebelumnya di dalam khazanah fiqih klasik, bahkan juga tidak pernah ada di masa Rasulullah SAW. dan para shahabat, sampai belasan abad kemudian. b. Syeikh Bin Baz, Ulama yang pernah menjadi mufti kerajaan Saudi Arabia ini pernah berfatwa : "Zakat gaji yang berupa uang, perlu diperinci: Bila gaji telah ia terima, lalu berlalu satu tahun dan telah mencapai satu nishab, maka wajib dizakati. Adapun bila gajinya kurang dari satu nishab atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia belanjakan sebelumnya, maka tidak wajib di zakati”.
c. Syeikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin
Pendapat serupa juga ditegaskan oleh Syeikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, salah seorang ulama di Kerajaan Saudi Arabia. Tentang zakat gaji bulanan hasil profesi. Apabila gaji bulanan yang diterima oleh seseorang setiap bulannya dinafkahkan untuk memenuhi hajatnya seingga tidak ada yang tersisa sampai bulan berikutnya, maka tidak ada zakatnya.
Karena diantara syarat wajibnya zakat pada suatu harta (uang) adalah sempurnanya haul yang harus dilewati oleh nishab harta (uang) itu. Jika seseorang menyimpan uangnya, misalnya setengah gajinya dinafkahkan dan setengahnya disimpan, maka wajib atasnya untuk mengeluarkan zakat harta (uang) yang disimpannya setiap kali sempurna haulnya.
d. Hai‟atu Kibaril Ulama
Fatwa serupa juga telah diedarkan oleh Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, berikut fatwanya:
Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa diantara harta yang wajib dizakati adalah emas dan perak (mata uang). Dan diantara syarat wajibnya zakat pada emas dan perak (uang) adalah berlalunya satu tahun sejak kepemilikan uang tersebut. Mengingat hal itu, maka zakat diwajibkan pada gaji pegawai yang berhasil ditabungkan dan telah mencapai satu nishab baik gaji itu sendiri telah mencapai satu nishab atau dengan digabungkan dengan uangnya yang lain dan telah berlalu satu tahun. Tidak dibenarkan untuk menyamakan gaji dengan hasil bumi karena persyaratan haul (berlalu satu tahun sejak kepemilikan uang) telah ditetapkan dalam dalil maka tidak boleh ada qiyas. Berdasarkan itu semua, maka zakat tidak wajib pada tabungan gaji pegawai hingga berlalu satu tahun (haul).
e. Dewan Hisbah Persis
Dewan Hisbah Persis tidak menerima keberadaan zakat profesi, karena zakat dalam pandangan mereka termasuk ibadah mahdhah. Yang mereka berlakukan adalah zakat jualbeli atau perdagangan.
f. Muktamar Zakat di Kuwait
Dalam Muktamar zakat pada tahun 1984 H di Kuwait, masalah zakat profesi telah dibahas pada saat itu, lalu para peserta membuat kesimpulan: “Zakat gaji dan profesi termasuk harta yang sangat potensial bagi kekuatan manusia untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti gaji pekerja dan pegawai, dokter, arsitek dan sebagainya". "Profesi jenis ini menurut mayoritas anggota muktamar tidak ada zakatnya ketika menerima gaji, namun digabungkan dengan hartaharta lain miliknya sehingga mencapai nishob dan haul lalu mengeluarkan zakat untuk semuanya ketika mencapai nishab". Adapun gaji yang diterima di tengah-tengah haul (setelah nishab) maka dizakati di akhir haul sekalipun belum sempurna satu tahun penuh. Dan gaji yang diterima sebelum nishob maka dimulai penghitungan haulnya sejak mencapai nishab lalu wajib mengeluarkan zakat ketika sudah mencapai haul. Adapun kadar zakatnya adalah 2,5% setiap tahun. (Qardawi 2007, hal. 460).
B. Zakat Gaji
Pengertian Gaji
Maksud gaji (salary) adalah upah kerja yang dibayar diwaktu yang tetap, dan di Indonesia biasanya gaji itu dibayar setiap bulan. Disamping gaji merupakan penghasilan tetap setiap bulan, seorang karyawan terkadang menerima honorium sebagai balas jasa terhadap suatu pekerjaan yang dilakukan diluar tugas pokoknya, misalnya seorang dosen PTN mengajar beberapa fakultas yang melebihi tugas pokok mengajarnya, ia berhak menerima honorium atas kelebihan jam kerjanya. Selain penghasilan gaji dan honorium yang bisa diterima oleh pengawas atau karyawan ada pula jenis penghasilan yang relative besar dan bersisa melebihi gaji resmi seorang pegawai negeri. Seperti pengacara, notaries, konsultan, akuntan, dokter spesialis dan profesi lainnya yang disebut white collar, ialah profesi modern yang tampaknya dengan mudah bisa mendatangkan penghasilan besar. Zakat penghasilan tersebut termasuk masalah ijtihad, yang perlu di kaji dengan skema menurut pandangan hukum syariah dengan memperhatikan hikmah zakat dan dalil-dalil syar‟i yang
berkaitan dengan masalah zakat. Semua macam penghasilan tersebut wajib terkenai zakat, berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 267. Maka jelaslah, bahwa semua macam penghasilan (gaji, honorium dan lain-lain) terkena wajib zakat, asal penghasilan tersebut telah melebihi kebutuhan pokok hidupnya dan keluarga berupa sandang, pangan, dan papan dan genap setahun pemilikannya, maka wajib dikeluarkan zakatnya 2,5 % dari seluruh penghasilan yang masih ada pada akhir tahun.
Syarat wajib zakat gaji
a. Islam
b. Merdeka milik sendiri
c. Hasil usaha yang baik sebagai sumber zakat
d. Cukup nisab
e. Cukup haul
Contoh menghitung zakat penghasilan dan gaji, honorium dan lain-lain : Rosyid adalah seorang dosen PTN golongan IV/b dengan masa kerja 20 tahun, dan keluarganya terdiri dari suamiistri dan 3 anak.
Penghasilan :
Gaji resmi dari PTN : Rp. 400.000
Honorium dari PTN : Rp. 25.000
Honorium dari beberapa PTS : Rp. 225.000
Honorium lain-lain : Rp. 50.000 + Rp. 700.000
Pengeluaran setiap bulan :
Penerimaan : Rp. 700.000
Pengeluaran : Rp. 450.000 – Sisa : Rp. 250.000
Setiap bulan, setahun 250.000 x 12 = 3.000.000. dan sisa setiap bulannya ditabanaskan/didepositokan di koperasi atau bank dengan bunga keuntungan 18 % setahun, maka zakatnya adalah 2,5% x 3.000.000, plus bunga. Bagi mereka yang mempunyai penghasilan cukup besar, seperti mereka yang mempunyai profesi modern (white collar), atau jabatan-jabatan yang basah, atau jabatan-jabatan rangkap yang penting maka penulis ingin menyarankan agar mereka mengeluarkan sebelum waktunya dengan secara ta‟jil, artinya mengeluarkan sebelum waktunya dengan cara memberi kuasa kepada bendaharawan di instansi yang bersangkutan dengan memotong 2,5 % atas take home pay nya atau setiap kali seorang menerima rezeki cukup melimpah, hendaknya sekaligus mengeluarkan 2,5 % dengan niat zakatnya.
C. Zakat Investasi
Pengertian Zakat Investasi
Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Diantara bentuk usaha yang masuk investasi adalah bangunan atau kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan, investasi pada ternak atau tambak dan lain-lain. Dilihat dari karakteristik investasi, biasanya modal tidak bergerak dan tidak terpengaruh terhadap hasil produksi maka zakat investasi lebih dekat ke zakat pertanian.Pendapat ini diikuti oleh ulama modern seperti Yusuf Qardawi, Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khalaf, Abdurahman Hasan, dan lain-lain. Dengan demikian zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 % atau 10%. 5 % untuk penghasilan kotor dan 10 untuk penghasilan bersih. (Ali 2003, hal. 50).
Berikut contoh harta yang termasuk investasi ini antara lain :
a. Rumah yang disewakan untuk kontrakan atau rumah kost. Hotel dan properti yang disewakan seperti untuk kantor, toko, showroom, pameran atau ruang pertemuan.
b. Kendaraan seperti angkot, taxi, bajaj, bus, perahu, kapal laut, truk bahkan peSAW.at terbang.
c. Pabrik dan industri yang memproduksi barang-barang.
d. Lembar-lembar saham yang nilainya akan bertambah.
e. Sepetak ladang yang disewakan.
f. Hewan-hewan yang diambil manfaatnya seperti kuda sebagai penarik, atau domba yang diambil bulunya.
Yang wajib dikeluarkan zakatnya bukan dari nilai investasi itu, tetapi pemasukan hasil dari investasi itu. Bila berbentuk rumah kontrakan, maka uang sewa kontrakan. Bila kendaraan yang disewakan, maka uang sewanya. Bila pabrik dan industri, maka nilai produknya. Bila saham, maka nilai pertambahannya atau keuntungannya. Karena itu pengeluaran zakatnya bukan dihitung berdasarkan perputaran tahun, tetapi berdasarkan pemasukan hasil. Kapan menerima uang masuk, maka dikeluarkan zakatnya. Harta investasi yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil pemasukan dari investasi itu setelah dikurangi dengan kebutuhan pokok. Ini adalah salah satu pendapat yang cocok diterapkan kepada mereka yang pemasukannya relative kecil, sedangkan kehidupannya sangat tergantung pada investasi ini. Jadi pengeluaran zakatnya bukan pemasukan kotor, tetapi setelah dikurangi dengan pengeluaran kebutuhan pokoknya.
Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa yang harus dikeluarkan zakatnya adalah pemasukan kotornya. Pendapat ini agaknya lebih cocok bagi pemilik investasi yang besar dan mendatangkan keuntungan berlimpah sehingga pemiliknya hidup berkecukupan. (Didin 2002, hal. 58). Nishab zakat investasi mengikuti nishab zakat pertanian, yaitu seharga 520 kg beras tiap panen. Bila harga 1 kg besar Rp. 2.500, maka 520 kg x Rp. 2.500,-. Hasilnya adalah Rp. 1.300.000,. Para ulama berpendapat bahwa nishab zakat investasi adalah jumlah penghasilan bersih selama setahun, meski pemasukan itu terjadi tiap waktu. Bila nilai total memasukan bersih setelah dikurangi dengan biaya operasional melebihi Rp. 1.300.000,-, wajib dikeluarkan zakatnya. Berdasarkan perbedaan penghitungan nishab oleh para ulama, maka waktu pembayarannnya pun dibedakan. Bila menganut pendapat pertama, maka zakatnya dikeluarkan saat menerima setoran. Dan bila menganut pendapat kedua, maka memayar zakatnya tiap satu tahun atau haul, yaitu hitungan tahun dalam sistem hijriyah.
Besar zakat yang harus dikeluarkan para ulama mengqiyaskan zakat investasi ini dengan zakat pertanian yaitu antara 5 % hingga 10 %. Contoh : Pak Haji Zaenal punya rumah kotrakan petak 8 pintu di daerah Cianjur. Harga kontrakan tiap pintu adalah Rp. 150.000,-. Jadi setiap bulan beliau menerima total uang kontrakan sebesar 8 x Rp. 150.000 = Rp. 1.200.000,-. Namun ini adalah pemasukan kotor. Sedangkan kehidupan Pak Haji Zaenal ini semata-mata menggantungkan dari hasil kontrakan. Beliau punya tanggungan nafkah keluarga yang kebutuhan pokoknya rata-rata tiap bulan Rp. 1.000.000,-. Jadi yang tersisa dari pemasukan hanya Rp. 200.000,-. Bila dikumpulkan dalam setahun, maka akan didapat Rp. Rp. 2.400.000,- dari pemasukan bersihnya. Angka ini sudah melewati nishab zakat investasi yang besarnya Rp. 1.300.000,-. Karena itu zakat yang harus dikeluarkan adalah 5% dari pemasukan bersih. Jadi besarnya zakat yang dikeluarkannya adalah dari setiap pemasukan bersih tiap bulan 5% x Rp. 200.000 = Rp. 20.000,-. Angka ini tidak terasa memberatkan bagi seorang Haji Zaenal yang bukan termasuk investor kaya.
Contoh lain: PT. Riska Prima memiliki 1000 armada taxi. Uang setoran bersih tiap taxi setelah dipotong biaya perawatan dan lain-lain adalah Rp. 100.000,- perhari. Separo dari armadanya masih berstatus hutang kredit. Sehingga uang setoran untuk ke- 500 armada itu digunakan untuk mencicil pembayaran. Maka dalam sehari pemasukan bersihnya adalah Rp. 100.000.000,- dikurangi Rp. 50.000.000 = Rp. 50.000.000,-. Zakat yang harus dikeluarkan adalah 5% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,- perhari. Dalam setahun akan terkumpul dana zakat dari PT Riska Prima uang zakat sebesar 365 x Rp. 2.500.000,- = Rp. 912.500.000,-. Jumlah yang lumayan besar ini tentu sangat berarti untuk mengentaskan kemiskinan umat Islam. Seandainya semua perusahaan taxi milik umat Islam menerapkan zakat dalam perusahaannya, banyak hal yang bisa dikerjakan.
Hukum Zakat Investasi
Investasi adalah penanaman modal atau uang dalam proses produksi dengan pembelian gedung gedung permesinan, bahan cadangan, penyelenggaraan ongkos, serta perkembanganya. Dengan demikian, cadangan modal diperbesar sejauh tidak perlu ada modal barang yang harus di ganti. Demikian menurut ensiklopedia dalam indonesia. Pada saat ini penanaman modal di laksanakan dalam berbagai bidang usaha, seperti perhotelan, perumahan, wisma, pabrik, transportasi pertokoan, dan lain-lain.
Dari pengertian di atas kendatipun penanaman modal (investasi) tersebut mendatangkan hasil, tetapi masih terdapat berbedaan pendapat para ulama.
1. Para ulama yang tidak mewajibkan zakat
Sebagian ulama memandang, bahwa investasi dalam bentuk gedung-gedung, pabrik dan sebagainya itu tidak dikenakan zakat, karena di masa Rasulullah, para sahabat tidak pernah menetapkan ketentuan hukumnya, kelompok ini berpegang kepada lahiriyah nash ( Al-Qur‟an dan As-Sunnah), Pendapat ini dianut Oleh Mazhab lahiriyah (Ibnu hazm) dalam zaman modern ini juga dianut oleh Syaukani dan Shahik hasan Khan.
2. Para ulama yang mewajibkan zakat
Sebagian ulama berpendapat, bahwa penanaman modal dalam berbagai bentuk kegiatan dikenakan zakatnya, karena hal itu merupakan kekayaan dan setiap kekayaan ada hak lain di dalamnya. Pendapat ini dianut oleh ulama-ulama mazhab maliki, Hambali, dan Mazhab Zaidiyah, Ulama-ulama Muatakhirin, seperti Abu Zahrah, Abd. Wahab Khallaf dan Abd, Rahman Hasan sependapat pula dengan pendapat yang kedua ini. (Ali 2003, hal 45).
Pada hakikatnya baik saham maupun obligasi (juga sertifikat bank) merupakan suatu bentuk penyimpanan harta yang potensial berkembang. Oleh karenanya masuk ke dalam kategori harta yang wajib dizakati, apabila telah mencapai nisabnya. Zakatnya sebesar 2,5% dari nilai kumulatif riil bukan nilai nominal yang tertulis pada saham pada saham atau obligasi tersebut, dan zakatnya dibayarkan setiap tahun.
Contoh:
Pak Tri memiliki 500.000 lembar saham PT. Wulan Permata, harga nominal Rp 5.000/lembar. Pada akhir tahun (tutup buku) tiap lembar mendapat deviden Rp 300,00 Total jumlah harta (saham) = 500.000 x Rp 5.300,00 = Rp 2.650.000.000,00.
Maka Zakat yang harus dikeluarkan Pak Tri = 2,5% x 2.650.000.000,00 = 66.750.000,00.
Jadi zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Diantara bentuk usaha yang masuk investasi adalah bangunan atau kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan, investasi pada ternak atau tambak, zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5% atau 10%. 5% untuk penghasilan kotor dan 10 untuk penghasilan bersih. Zakat ivestasi hukumnya wajib, karena hal itu merupakan kekayaan dan setiap kekayaan ada hak lain di dalamnya.
Demikian juga bangunan berupa gedung yang diinvestasikan atau digunakan untuk mendatangkan kekayaan serta keuntungan, maka dikeluarkan zakatnya. Menurut beberapa ulama mutakhir seperti Qardawi, hasil investasi gedung dan pabrik merupakan harta kekayaan yang juga harus dikeluarkan zakatnya. Nishab zakat investasi gedung dan pabrik adalah setara dengan 85 gr emas dan dikeluarkan setelah mencapai 1 tahun (haul). Sedangkan untuk kadarnya adalah 5 % - 10 % dengan catatan jika tidak diketahui hasil bersih dan biaya lain yang dikelurkan, maka kadarnya adalah 5 % dengan cara menghitung seluruh hasilnya. Tetapi jika diketahui hasil bersih setelah dikurangi biaya lain seperti gaji karyawan, pajak, ongkos perawatan, hutang dan lainnya, maka kadarnya adalah 10 % (Khalid 2007, hal. 68). ( Sumber: https://www.academia.edu/34025447/FIQIH_ZAKAT_SHODAQOH_DAN_WAKAF )
***************************
***************************
Kontributor: Saprida, MHI. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF.
Email: ustazsofyan@gmail.com
Email: ustazsofyan@gmail.com