Pertanyaan:
1. Zakat
Piutang (Uang yang dipinjamkan kepada orang lain).. Saya mempunyai piutang
pada salah seorang kawan, apakah saya harus menzakatinya
2. Bolehkah Zakat Untuk Pembangunan Masjid? Bolehkah zakat
digunakan untuk membangun masjid, melaksanakan firman Allah Ta’ala tentang
keadaan ahli zakat wa fi sabilillah ?
3. Hukum Mengalokasikan Zakat Harta Ke Negeri Lain. Apakah boleh mengirim
zakat kepada orang-orang yang berhak di negeri lain, yaitu negeri saya sendiri,
karena saya sekarang berdomisili sementara di Saudi Arabia ? Semoga Allah
senantiasa memberi berkah kepada Anda
4. Pajak Bukan Zakat. Banyak orang yang tidak mengeluarkan zakat dengan alasan negara
telah menarik pajak sebagai ganti zakat. Apakah ini cukup, apalagi negara tidak
mengumpulkan zakat dari warganya? Jika pajak ini tidak cukup, apakah harus
mengeluarkan zakat sendiri, ataukah bagaimana ?
5. Bolehkah Pajak Menggantikan Zakat?. Bagaimana pendapat Komite Fatwa tentang
seorang muslim yang telah menentukan zakatnya, bolehkah ia menggunakan zakat
itu untuk membayar pajak? Sah ataukah tidak.
6. Zakat Dibagikan Sendiri. Kepada siapakah zakat uang dis. rahkan? Apakah orang yang
mengeluarkan zakat boleh menyerahkannya sendiri kepada orang fakir dan miskin?
Ataukah dia menyerahkannya kepada penguasa, semisal baitul mal
Jawaban:
1. Jika
piutang milikmu berada pada orang-orang yang mudah membayar, kapanpun anda
memintanya dia akan meberikan kepadamu apa yang menjadi hakmu, maka anda harus
menzakatinya setiap kali genap setahun. Seolah-olah uang itu ada padamu,
padahal ada pada mereka sebagai amanat. Adapun jika orang yang memiliki utang
tersebut kesulitan sehingga tidak dapat membayarnya kepadamu, atau tidak
mengalami kesulitan tetapi mengulur-ngulur pembayaran dan anda tidak dapat
mengambil darinya, maka pendapat ulama yang shahih ialah bahwa anda tidak wajib
membayar zakatnya hingga anda menerimanya dari pihak pengutang yang
mengulur-ngulur pembayaran atau mengalami kesulitan tersebut.
Jika anda telah menerimanya, anda menunggu setahun dan membayar
zakat sesudah genap setahun sejak anda menerimanya. Jika anda menunaikan zakat
untuk setahun saja dari sekian tahun sebelumnya yang berada pada orang yang kesulitan
atau orang yang menunda-nunda pembayaran, maka tidak mengapa. Ini pendapat
sebagian ahli ilmu. Tetapi anda tidak wajib, melainkan pada masa yang akan
datang, sejak anda menerima harta tersebut dari orang yang kesulitan atau orang
yang menunda-nunda membayar utang, dan anda menunggu setahun. Setelah genap
setahun anda wajib menzakatinya. Inilah pendapat yang dipilih.
2. Syaikh
Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bolehkah zakat digunakan untuk
membangun masjid, melaksanakan firman Allah Ta’ala tentang keadaan ahli zakat wa
fi sabilillah ?
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ
لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ
قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ
السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [at-Taubah/9
: 60]
Sesungguhnya
pembangunan masjid tidak masuk dalam lingkup kandungan makna firman Allah
Subahanhu wa Ta’ala wa fi sabilillah karena makna yang dipaparkan oleh para
mufasir (ahli tafsir) sebagai tafsir dari ayat ini adalah jihad fi
sabilillah ; karena kalau kita katakan, Sesungguhnya yang dimaksud dari fi
sabilillah adalah semua yang mengarah kepada kebaikan maka pembatasan pada firmanNya.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ
لِلْفُقَرَاءِ
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir”
Menjadi
tidak ada gunannya, padahal sebuah pembatasan seperti yang diketahui adalah
penetapan hukum pada hal yang disebutkan dan menafikan selainnya. Apabila kita
katakan, Sesunnguhnya wa fi sabilillah adalah semua jalan kebaikan, maka ayat
itu menjadi tidak berguna, berkenaan dengan asal kata “innama” yang menunjukan
adanya pembatasan.
Kemudian,
sesungguhnya di dalam kebolehan pembelanjaan zakat untuk pembangunan masjid dan
jalan-jalan kebaikan lainnya terdapat penelantaran kebaikan ; karena sebagian
besar manusia dikalahkan oleh kekikiran dirinya. Apabila mereka melihat bahwa
pembangunan masjid dan jalan-jalan kebaikannya boleh dijadikan tujuan
penyaluran zakat, maka mereka akan menyalurkan zakat mereka ke sana, sedangkan
orang-orang fakir dan miskin tetap dihimpit kebutuhan selamanya.
3. Syaikh
Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apakah boleh mengirim zakat kepada
orang-orang yang berhak di negeri lain, yaitu negeri saya sendiri, karena saya
sekarang berdomisili sementara di Saudi Arabia ? Semoga Allah senantiasa
memberi berkah kepada Anda. Boleh hukumnya mengirimkan zakat harta ke negeri
lain berdasarkan pendapat yang benar, untuk sebuah maslahat yang jelas seperti
kemiskinan yang sangat memperihatinkan, kaum muslimin di negeri-negeri tersebut
sangat membutuhkannya dan lain-lain. Dan tidak boleh hukumnya jika dilakukan
dengan tujuan mengistimewakan negeri tertentu padahal di dalam negeri masih
banyak yang berhak menerimnya.
Cara mengetahui siapakah yang berhak dan yang tidak berhak adalah
sebagai berikut : Jika penduduk suatu negeri masih diragukan apakah berhak
menerima zakat ataukah tidak, sementara kerabat dia di negeri lain yang jauh
sudah jelas sangat membutuhkan dan sangat menantikan uluran tangan dan
perhatian, maka mereka tentunya lebih berhak. Menyalurkan zakat harta kepada
mereka merupakan satu bentuk menyambung tali silaturahim.
4. Beban
pajak yang diharuskan negara kepada rakyatnya TIDAK MENGGUGURKAN kewajiban
zakat dari orang yang memiliki harta yang sudah mencapai nishab dan sudah
setahun (dia memiliki harta itu). Orang ini wajib mengeluarkan zakat dan
membagikan kepada orang-orang yang berhak menurut syariat Islam, yaitu yang
disebutkan oleh Allah Suhhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ
لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ
قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ
السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang yang berhutang , untuk jalan Allah dan orang-orang
yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
Dan Allah Mahamengatahui lagi Mahabijaksana” [At-Taubah/9 : 60]
Wabillaahit
Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan
keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan
para sahabatnya.
5. Lajnah
Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Bagaimana pendapat Komite Fatwa
tentang seorang muslim yang telah menentukan zakatnya, bolehkah ia menggunakan
zakat itu untuk membayar pajak? Sah ataukah tidak. Pajak harta yang dibayarkan
si pemilik harta, tidak boleh dianggap zakat harta yang wajib dizakati. Akan
tetapi, ia wajib mengeluarkan zakat yang diwajibkan, dan menyerahkannya kepada
yang berhak secara syar’i, seperti yang telah dinashkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala dalam firmanNya.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ
لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ
قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ
السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang yang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah, dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Sebagai sesuatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [At-Taubah/9 : 60]
Wabillaahit
Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan
keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan
para sahabatnya.
Kepada siapakah zakat
uang diserahkan? Apakah orang yang mengeluarkan zakat boleh menyerahkannya
sendiri kepada orang fakir dan miskin? Ataukah dia menyerahkannya kepada
penguasa, semisal baitul mal?
6. Bagi
orang yang berzakat, disunnahkan membagikan sendiri zakatnya
kepada orang fakir dan orang lain yang berhak menerimanya, seperti yang
disebutkan dalam firman Allah Azza wa Jalla:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ
وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ
اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang
yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah;
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [at Taubah/9:60].
Jika zakat itu diminta
oleh penguasa, maka disyari’atkan untuk menyerahkan zakat itu
kepadanya, karena perbuatan itu termasuk taat dan mendengar dalam hal
yang ma’ruf. Dengan demikian, dia juga sudah terbebas dari beban
kewajiban, jika penguasanya muslim.
***************************
***************************
Kontributor: Syaikh Dr Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, (Ketua al Lajnatud Da-imatu lil Buhutsil Ilmiyyati wal Ifta`).
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF, e-mail: ustazsofyan@gmail.com.
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF, e-mail: ustazsofyan@gmail.com.