Abstract
The purpose of this study is to know the
management of productive zakat for the economic empowerment of society in
LAZISNU Kudus. This study uses a qualitative approach and is described
descriptively. Data collection techniques used interviews, observation, and
documentation. While data analysis using data reduction, data display and
verification. From the results of the study concluded that the management of
productive zakat funds conducted by LAZISNU Kudus using the stages in
management science. The steps in the empowerment of productive zakat by LAZISNU
Kudus include data collection, supervision and supervision. There are two
obstacles facing LAZISNU, internal and external factors. Among the internal
factors are limited funds provided, lack of coordination, lack of adequate
human resources and administrative management that is still traditional. While
external factors include is still a lot of muzakki who pay zakat outside amil
institutions and mustahik less know management business.
Keywords: Productive Zakat, Economic
Empowerment, LAZISNU.
Pendahuluan
Permasalahan yang sering dihadapi oleh
negaranegara berkembang adalah masalah ekonomi, termasuk negara Indonesia saat
ini. Permasalahan ekonomi sering kali berdampak negatif terhadap kehidupan
sosial masyarakat seperti, kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan merupakan
permasalahan bagi setiap negara, golongan, sampai pada masing-masing individu
(Sanihah, 2014: 2). Pemerintah sebetulnya memiliki program-program yang telah
digulirkan dalam rangka menanggulangi bencana ini. Dan salah satu yang menjadi
alternatif program pemerintah sebagai sumber dana untuk mengatasi kemiskinan
adalah dengan penyaluran zakat. Zakat sangatlah mungkin menjadi alternatif
program pemerintah sebagai sumber dana untuk mengatasi kemiskinan. Pembentukan
modal tidak semata-mata dari pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam,
akan tetapi berasal dari sumbangan wajib orang kaya. Zakat juga berperan
penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penyediaan sarana
dan prasarana produksi.
Zakat merupakan salah satu pilar (rukun) dari
lima pilar yang membentuk Islam. Zakat adalah ibadah maaliah ijtima’iyyah yang
memiliki posisi yang strategis dan menentukan bagi pembangunan kesejahteraan
umat (Huda, 2015: 5). Sehingga zakat tidak hanya berfungsi sebagai ibadah yang
bersifat vertikal kepada Allah, namun zakat juga berfungsi sebagai wujud ibadah
yang bersifat horizontal. Zakat memiliki manfaat yang sangat penting dan
strategis dilihat dari sudut pandang ajaran Islam maupun dari aspek pembangunan
kesejahteraan umat. Kewajiban membayar zakat, secara sosiologis merupakan
manifestasi dari solidaritas sosial. Rasa kemanusiaan yang adil dan bertanggung
jawab, kepedulian untuk selalu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain
yang sedang mengalami kesusahan hidup.
Di Indonesia yang mayoritas penduduknya
bergama Islam sebenarnya memiliki potensi yang strategis dan sangat layak untuk
dikembangkan dalam menggerakkan perekonomian negara. Selain itu, konsep zakat
yang ditawarkan Islam menjanjikan dimensi kemaslahatan dan pengelolaan potensi
sumber daya ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Pendekatan transformatif dalam
pengembangan ekonomi Islam melalui gerakan zakat sebagai gerakan ekonomi yang
berlandaskan syari’ah Islam, merupakan aktualisasi operasional ekonomi Islam
dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Zakat merupakan wujud pilar
perekonomian Islam dalam menjalankan fungsinya untuk mengelola dan menyalurkan
dana umat kepada orang-orang yang berhak.
Hal yang sering dipertimbangkan di tengah
masyarakat kita adalah kepada siapa zakat harus diberikan. Lebih utama
disalurkan langsung oleh muzakki kepada mustahiq, atau sebaliknya melalui amil
zakat. Jika disalurkan kepada mustahiq, memang ada perasaan tenang karena
menyaksikan secara langsung zakatnnya tersebut telah disalurkan kepada mereka
yang dianggap berhak menerimanya. Tapi terkadang penyaluran langsung yang
dilakukan oleh muzakki tidak mengenai sasaran yang tepat. Terkadang orang sudah
merasa menyalurkan zakat kepada mustahiq, padahal ternyata yang menerimanya
bukan mustahiq yang sesungguhnya, seperti hanya karena kedekatan emosi maka ia
memberikan zakat kepadanya. Oleh karena itu, untuk menyalurkan zakat dari
muzakki untuk mustahiq diperlukan lembaga penyaluran zakat yang mempunyai tugas
khusus menjadi amil zakat yakni mengalokasikan, mendayagunakan, mengatur
masalah zakat, baik pengambilan maupun pendistribusiannya (Sanihah, 2014: 3).
Salah satunya lembaga yang memberdayakan
zakat adalah ormas Nahdhatul Ulama di Kabupaten Kudus dengan membentuk
organisasi zakat yaitu Lembaga Amal Zakat Infaq dan Sedekah Nahdhatul Ulama
(LAZISNU). LAZISNU Kudus merupakan salah satu departemen Nahdlatul Ulama (NU)
yang bertugas menghimpun, mengelola dan mentasharufkan zakat infaq dan sedekah
kepada mustahiq-nya. Mandat pengelolaan zakat infaq dan sedekah yang diberikan
kepada LAZISNU adalah segala hal untuk upaya pengumpulan zakat, infaq dan
sedekah yang kemudian menyalurkan kepada mustahiq. Sehingga fungsi LAZISNU itu
sendiri adalah perantara antara muzakki dengan mustahiq.
Kegiatan yang dilakukan LAZISNU adalah
meliputi penghimpunan dana zakat dan pendistribusian dana zakat. Dalam penghimpunan
dana zakat yang dilakukan LAZISNU dalam bentuk fundraising, yang meliputi
menemui langsung muzakki, dropbox, media sosial, penyelenggaraan penghimpunan
dalam bentuk event, mediasi para tokoh, menjalin relasi, dan sebagainya.
Sedangkan dalam aspek pendistribusian dana zakat, sejauh ini terdapat dua pola
penyaluran zakat, yaitu pola tradisional (konsumtif) dan pola penyaluran
produktif (pemberdayaan ekonomi) (Toriquddin, 2015: 63). Kajian ini akan
menganalisis peran zakat untuk pemberdayaan ekonomi umat yang dilakukan oleh
LAZISNU.
Pembahasan: Kajian Zakat
Menurut syariat, ada dua makna yang terkadung
dalam zakat, pertama, sebab dikeluarkannya zakat itu karena adanya proses
tumbuh kembang pada harta itu sendiri atau tumbuh kembang pada aspek pahala yang
menjadi semakin banyak dan subur disebabkan mengeluarkan zakat. Atau
keterkaitan adanya zakat itu semata-mata karena memiliki sifat tumbuh kembang
seperti zakat tijarah dan Zira’ah. Kedua, pensucian karena zakat adalah
pensucian atas kerusakan, kebakhilan jiwa, dan kotoran-kotoran lainnya,
sekaligus pensucian jiwa manusia dari dosa-dosanya.
Menurut UU No. 23 tahun 23 Tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang
muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai
dengan syariat Islam. Mathews and Tlemsani dalam Dogarawa menyebutkan zakat
merupakan bagian tertentu dari kekayaan yang ditentukan oleh Allah untuk
didistribusikan kepada kategori orang yang berhak menerimanya. Ini diwajibkannya
kepada orang yang memiliki kelebihan harta kepada orang yang kekurangan harta.
Zakat merupakan salah satu pilar (rukun) dari
lima pilar yang membentuk Islam. Zakat adalah ibadah maaliah ijtima’iyyah yang
memiliki posisi yang strategis dan menentukan bagi pembangunan kesejahteraan
umat. Zakat tidak hanya berfungsi sebagai suatu ibadah yang bersifat vertikal
kepada Allah (hablumminallah), namun zakat juga berfungsi sebagai wujud ibadah
yang bersifat horizontal (hablumminannas).
Zakat Produktif
Zakat produktif merupakan model
pendistribusian zakat yang dapat membuat para mustahiq menghasilkan sesuatu
secara terus menerus, dengan harta zakat yang telah diterima. Zakat produktif
adalah harta zakat yang diberikan kepada mustahiq tidak dihabiskan atau dikonsumsi
tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan
usaha tersebut mustahiq dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus menerus
(Toriquddin, 2015)
Untuk mencapai produktif, maka perlu adanya
pengelolaan. Pengelolaan berasal dari kata mengelola yang berarti mengendalikan
atau menyelenggarakan. Sedangkan tren pengelolaan berati proses melalukam
kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain, atau dapat juga
diartikan proses pemberian pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Jadi, pengelolaan menyangkut
proses suatu aktifitas. Dalam kaitannya dengan zakat, proses tersebut meliputi
sosialisasi zakat produktif, pengumpulan zakat, pendistribusian dan pendayagunaan
serta pengawasan. Dengan demikian pengelolaan zakat produktif adalah proses dan
pengorganisasian sosialisasi, pengumpulan, pendistribusian, dan pengawasan
dalam pelaksanaan zakat (Hasan, 2013: 17). Oleh sebab itu diperlukan empat
fungsi manajemen yang meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), penggerakan (actuanting), dan pengawasan (controlling).
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pemberdayaan ini dimaksudkan untuk berkuasa
atau mampu atas dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Pemberdayaan
masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk
memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri
sendiri (Wikipedia.com).
Kegiatan pemberdayaan terdiri dari dua
aktivitas yaitu pengumpulan dan pendistribusian zakat. Kegiatan pendistribusian
zakat, infaq, dan sedekah dikaitkan dengan atau dijabarkan ke dalam
bentuk-bentuk program pemberdayaan ekonomi para mustahiq. Bentuk-bentuk program
pemberdayaan tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk pendistribusian zakat.
Dalam hal ini, pendistribusian zakat dapat berbentuk zakat konsumtif (sembako)
atau dirupakan dalam bentuk uang tunai. Zakat juga dapat didistribusikan dalam
bentuk beasiswa pendidikan, pelatihan dan pembinaan, program adik asuh, sarana
dan prasarana, dan modal usaha produktif.
Zakat yang diberikan kepada mustahiq akan
berperan sebagai pendukung peningkatan ekonomi mereka apabila dikonsumsikan
pada kegiatan produktif. Pendayagunaan zakat produktif sesungguhnya mempunyai
konsep perencanaan dan pelaksanaan yang cermat seperti mengkaji penyebab
kemiskinan, ketidakadaan modal kerja, dan kekurangan lapangan kerja, dengan
adanya masalah tersebut maka perlu adanya perencanaan yang dapat mengembangkan
zakat bersifat produktif tersebut.
Pengembangan zakat bersifat produktif dengan
cara menjadikan dana zakat sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi
penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat menjalankan atau membiayai
kehidupannya secara konsisten. Dengan dana zakat tersebut fakir miskin akan
mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan usaha, mengembangkan usaha serta
mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk menabung.
Dana zakat untuk kegiatan produktif akan
lebih optimal bila dilaksanakan Lembaga Amil Zakat karena LAZ sebagai organisasi
yang terpercaya untuk pengalokasian, pendayagunaan, dan pendistribusian dana
zakat, mereka tidak memberikan zakat begitu saja melainkan mereka mendampingi,
memberikan pengarahan serta pelatihan agar dana zakat tersebut benar-benar
dijadikan modal kerja sehingga penerima zakat tersebut memperoleh pendapatan
yang layak dan mandiri.
Dengan berkembangnya usaha kecil menengah
dengan modal berasal dari zakat akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti
angka pengangguran bisa dikurangi, berkurangnya angka pengangguran akan
berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat terhadap suatu produk barang
ataupun jasa, meningkatnya daya beli masyarakat akan diikuti oleh pertumbuhan
produksi, pertumbuhan sektor produksi inilah yang akan menjadi salah satu
indikator adanya pertumbuhan ekonomi. Dengan gambaran tersebut, maka peranan
zakat sangat signifikan dalam kehidupan manusia. Dimana zakat merupakan suatu
penggerak atau motor yang berpotensi memberikan tunjangan kepada para
pedagangataupun profesi lain yang membutuhkan modal, yang tidak bisa didapatkan
dari jalan lain (Narullah, 2015: 11-12).
Salah satu bentuk usaha mengatasi kemiskinan
melalui pendistribusian zakat produktif yang merupakan program pemberdayaan
ekonomi. Penyaluran ini berbentuk bantuan modal (berbentuk uang tunai atau
barang) untuk berdagang dan peralatan untuk usaha dalam mencari nafkah hidup.
Pendistribusian zakat produktif ini diberikan
kepada aktifitas yang dapat menghasilkan manfaat dalam jangka panjang dan
melepaskan ketergantungan ekonomi masyarakat miskin dari bantuan pihak lain.
Penerima zakat produktif ini harus memenuhi tiga syarat; pertama, sudah
mempunyai usaha produktif yang layak. Kedua, bersedia menerima tugas pendamping
yang berfungsi sebagai pembimbing dan ketiga, bersedia menyampaikan laporan
usaha secara berkala setiap enam bulan (Yusuf, 2017).
Pendistribusian zakat produktif diberikan
kepada 8 golongan, diantaranya fakir, miskin, amil, riqab, muallaf, gharimin,
fisabilillah, dan ibnu sabil. Pendistribusian zakat produktif di LAZISNU Kudus
ditekankan kepada janda miskin. Dimana status sebagai janda miskin adalah
termasuk salah satu dalam 8 asnaf, yaitu miskin.
Sejarah LAZISNU Kudus
Lembaga Amal Zakat Infaq Sedekah Nahdlatul
Ulama (LAZISNU) Kudus merupakan salah satu departemen Nahdlatul Ulama (NU) yang
bertugas menghimpun, mengelola dan mentasharufkan zakat infaq dan sedekah
kepada mustahiq. Mandat pengelolaan zakat infaq dan sedekah yang diberikan
kepada LAZISNU adalah segala hal yang upaya pengumpulan zakat infaq dan sedekah
yang kemudian menyalurkan kepada mustahiq.
LAZISNU terbentuk pada akhir kepengurusan
PCNU Kudus era KH Chusnan periode 2008/2013 tepatnya Oktober 2013 dengan
menunjuk Sholichin sebagai Ketua dan Sya’roni Suyanto sebagai Direktur. Pada
tanggal 8 Desember 2013 PCNU mengadakan konferensi cabang NU Kudus yang
hasilnya mengamanatkan Sya’roni Suyanto menjadi Ketua. LAZISNU Kudus juga telah
mengantongi SK dari Pengurus Pusat LAZISNU. LAZISNU Kudus mendeklarasikan
namanya sebagai lembaga amal dan bukan lembaga amil. Hal ini berdasarkan
pengarahan dewan pengawas syari’ah dan para kiai di Kudus. Sejak mendapat SK
LAZISNU semakin giat melakukan penataan lembaga, penguatan jaringan dan
menentukan langkah maupun program kerja kedepan.
Pada bulan Juni 2014 SK kepengurusan LAZISNU
Kudus dibawah kepemimpinan Sya’roni Suyanto telah turun dari pimpinan pusat
LAZISNU. Keberadaan LAZISNU Kudus sangat berbeda dari ketentuan pusat. Dari
Namanya, Tahun 2015 sebagai tahun optimisme bagi pengurus LAZISNU Kudus guna
mewujudkan impian sebagai lembaga terpercaya dalam mengumpulkan,
mendistribusikan serta mendayagunakan dana zakat, infaq dan sedekah (ZIS).
Program-program utama LAZISNU yakni NU’Smart, NU’Preneur, NU’Skill dan NU’Care
secara perlahan terus digalakkan secara masif melalui bentukbentuk program yang
bersentuhan dengan kepentingan keumatan.
Untuk mengembangkan atau memaksimalkan
kinerja, LAZISNU Kudus membentu Jaringan Pengelola Zakat, Infak dan Sedekah
(JPZIS) salah satunya di Kecamatan Dawe dengan nama JPZIS LAZISNU Kecamatan Dawe
Kudus dengan memberikan SK Nomor 034/ LAZISNU/V/2016 dan mulai beroperasi pada
bulan Desember 2016.
LAZISNU merupakan salah satu departemen NU
yang bertugas menghimpun mengelola dan mentasahrufkan zakat, infaq dan sedekah
kepada mustahiq. Mandat pengelolaan zakat, infaq dan sedekah (ZIS) yang
diberikan kepada LAZISNU adalah segala hal upaya pengumpulan ZIS yang kemudian
menyalurkan kepada yang berhak (mustahiq).
Saat ini LAZISNU Kudus sudak eksis
menjalankan mandat yang diberikan oleh PCNU Kudus dengan mengacu pada ketentuan
yang disepakati oleh pengurus LAZISNU Kudus. Upaya menentukan acuan ini melalui
proses perencanaan strategis (strategic planning) lembaga dan pemrograman,
selanjutnya hasil perencanaan dan pemrograman menjadi landasan yang di sahkan
oleh LAZISNU Kudus untuk dilaksanakan dalam kurun waktu yang ditentukan
(LAZISNU, 2018).
Mekanisme Pengelolaan Zakat Produktif di
LAZISNU Kudus
Istilah pengelolaan berasal dari kata
mengelola yang berarti mengendalikan atau menyelenggarakan. Sedangkan tren
pengelolaan berarti proses melalukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan
tenaga orang lain, atau dapat juga diartikan proses pemberian pengawasan pada
semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.
Dalam kaitannya dengan zakat, proses tersebut meliputi perencanaan,
pengorganisasian dan pengawasan (Hasan, 2013: 17).
Kegiatan yang dilakukan LAZISNU adalah
meliputi penghimpunan dana zakat dan pendistribusian dana zakat. Dalam
penghimpunan dana zakat yang dilakukan LAZISNU dalam bentuk fundraising, yang
meliputi menemui langsung muzakki, dropbox, media sosial, penyelerenggaraan
penghimpunan dalam bentuk event, mediasi para tokoh, menjalin relasi, dan
sebagainya.
Table berikut adalah data pendistribusian
dana zakat dari tahun 2015-2017:
Tabel 1.
Pendistribusian Dana Zakat (2015-2017)
No
|
Tahun
|
Non
Produktif
|
Produktif
|
Jumlah
|
1
|
2015
|
Rp
26.121.600
|
Rp
8.000.000
|
Rp
34.121.600
|
2
|
2016
|
Rp
55.195.000
|
Rp
3.000.000
|
Rp58.195.000
|
3
|
2017
|
Rp
96.882.000
|
Rp
23.000.000
|
Rp
119.882.000
|
Sumber: Dokumen LAZISNU Kudus 2017
Berdasarkan data di atas, maka
pendistribusian zakat di LAZISNU Kudus lebih banyak diberikan kepada program
non produktif. Pada tahun 2015, penerima dana zakat produktif sebanyak 8 orang.
Pada tahun 2016 diketahui bahwa penerima dana zakat produktif turun menjadi 3
orang dan di tahun 2017 diketahui bahwa penerima dana zakat produktif meningkat
menjadi 23 orang. Jumlah keseluruhan dari tahun 2015-2017 bahwa penerima dana
zakat produktif sebesar 34 orang.
Mekanisme yang digunakan oleh LAZISNU Kudus
dalam pengelolaan dana zakat produktif yaitu, dari pihak LAZISNU bekerja sama
dengan ranting desa dalam pendistribusian dana zakat produktif. Mustahiq
tidak mendapatkan kwitansi atau tanda bukti penerimaan dana dan hanya dilakukan
pencatatan dari pihak ranting desa.
Pengelolaan zakat produktif dalam LAZISNU
Kudus dilakukan pendistribusiannya hanya secara langsung berupa uang tunai yang
diberikan kepada mustahiq penerima zakat yang dijadikan sebagai modal
usaha. Nominal dana zakat yang diberikan sesuai dengan kebutuhan mustahiq agar
memperoleh laba dari usaha tersebut.
Menurut Arif Mufraini dalam Siti Zalikha
menyebutkannya dengan istilah produktif tradisional, pendistribusian dalam
bentuk ini terdiri dari dua model yaitu (Zalikha, 2014: 308-309):
a.
Zakat yang diberikan berupa uang tunai atau ganti dari benda zakat yang
dijadikan sebagai modal usaha. Nominalnya disesuaikan dengan kebutuhan mustahiq
agar memperoleh laba dari usaha tersebut.
b. Zakat yang diberikan berupa barang-barang
yang bisa berkembang-biak atau alat utama kerja, seperti kambing, sapi, alat
cukur, mesin jahit dan lain-lain.
Zakat produktif harus diatur sedemikian rupa,
sehingga jangan sampai sasaran dari progam tidak tercapai. Pengelolaan dana
zakat produktif, pendistribusiannya pihak LAZISNU memperhatikan orang-orang
yang akan menerimanya, apakah dia termasuk orang-orang yang berhak menerima
zakat dari golongan fakir miskin, demikian juga termasuk orang-orang yang
mempunyai keinginan kuat untuk bekerja dan berusaha. Dalam kaitannya dengan
zakat produktif, proses tersebut harus meliputi perencanaan, pengorganisasian
dan pengawasan.
Dalam hal perencanaan (planning), LAZISNU
Kudus merencanakan suatu tindakan tentang apa saja yang akan dilaksanakan untuk
tercapainya program. Awal pemberian modal usaha kepada masyarakat, LAZISNU
Kudus melakukan survei ke lapangan dan melakukan sosialisasi program dengan
calon penerima untuk menyamakan persepsi dan program. Sedangkan dalam hal
pengorganisasian (organizing), LAZISNU Kudus bekerjasama dengan MWC dan ranting
di dalam wilayah kerja kecamatan-kecamatan. LAZISNU sebagai pemberi arahan
kepada MWC dan ranting, dimana MWC dan ranting sebagai pelaksana dari arahan
yang diberikan oleh LAZISNU. Dalam pengumpulan dana dilakukan oleh MWC dan
ranting kemudian diserahkan kepada LAZISNU sebesar 20% dari jumlah total yang
dikumpulkan masing-masing MWC dan ranting. Pihak MWC dan ranting juga melakukan
pendataan kepada semua mustahiq yang ada, kemudian direkomendasikan kepada
LAZISNU untuk diseleksi sebagai pertimbangan untuk mustahiq yang perlu
disantuni dana zakat produktif.
Dalam hal penggerakan (actuanting), setiap
MWC dan ranting melaksanakan tugas masing-masing dengan arahan dari LAZISNU
Kudus, diantaranya: (1) Pendataan data mustahiq, dengan dilanjutkan
penyeleksian calon penerima zakat produktif. (2) Setiap MWC dan ranting
memberikan hasil pengumpulan dana sebesar 20% yang akan diserahkan ke LAZISNU
Kudus. (3) Penyaluran modal untuk usaha produktif dilakukan di kantor LAZISNU
Kudus atau di lokasi kecamatan serta lokasi usaha mustahiq penerima zakat
produktif.
Pengawasan (controlling), kegiatan pengawasan
yang dilakukan secara berkelanjutan oleh LAZISNU Kudus untuk mengetahui
perkembangan usaha yang dikelola mustahiq. Dalam hal ini, pengelola LAZISNU
mengevaluasi kinerja mustahiq secara periodik. Pengawasan juga dilakukan untuk
mengamati potensi atau kemungkinan bertambahnya penduduk miskin (adanya
mustahiq baru). Sesuai dengan hasil wawancara dengan bapak Sya’roni Suyanto
selaku ketua LAZISNU Kudus, bahwa pengawasan dan evaluasi mencakup pengawasan
terhadap perkembangan usaha mustahiq, kendala yang dihadapi, dan tercapainya
target pemberdayaan dengan indikator terjadinya perubahan status dari mustahiq
menjadi muzakki.
Pengelolaan zakat produktif LAZISNU untuk
pemberdayaan masyarakat
Zakat produktif untuk pemberdayaan ekonomi
mustahiq yang dilakukan LAZISNU Kudus adalah dengan program zakat produktif.
Program ini diarahkan untuk membantu masyarakat dalam membangun perekonomian
guna menompang kebutuhan hidup sehari-hari dan juga meningkatkan taraf hidup.
Ini dilakukan agar kaum dhu’afa bisa diberdayakan dan tidak diberi santunan
atau zakat secara terus menerus. Selain itu harapan ada peningkatan dari
mustahiq menjadi muzakki.
Pemberdayaan ini dimaksudkan untuk berkuasa
atau mampu atas dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Pemberdayaan
masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk
memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri
sendiri (wikipwdia.com).
Kegiatan pemberdayaan tersebut dengan
memberikan dana zakat untuk usaha produktif supaya dapat memberikan semangat
kepada para mustaḥiq yang kekurangan modal usaha, sehingga dengan bantuan
tersebut dapat memberikan motivasi serta dapat membangkitkan semangat
masyarakat untuk berhasil.
Menurut Sartika dalam Nasrullah, dana zakat
untuk kegiatan produktif akan lebih optimal bila dilaksanakan oleh lembaga amil
sebagai organisasi yang terpercaya untuk pengalokasian, pendayagunaan, dan
pendistribusian dana zakat, mereka tidak memberikan zakat begitu saja melainkan
mereka mendampingi, memberikan pengarahan serta pelatihan agar dana zakat
tersebut benar-benar dijadikan modal kerja sehingga penerima zakat tersebut
memperoleh pendapatan yang layak dan mandiri (Nasrullah, 2015: 12).
Kegiatan pemberdayaan berikutnya adalah
pembinaan dan pendampingan. Pembinaan diarahkan pada aktivitas koordinasi dan
konsultasi. Koordinasi dan konsultasi difokuskan pada pengidentifikasian jenis
usaha yang sesuai dengan potensi mustahiq, perumusan strategi bisnis, model
pengelolaan usaha, managemen keuangan, managemen sumber daya manusia, hingga
membangun akses kelembaga pembiayaan. Dengan demikian para mustahiq dapat
mengambil keputusan yang lebih tepat terkait dengan rencana usaha yang akan
dirintis. Ketika usaha yang dirintis dan dikelola mustahiq beroperasi dan
menunjukkan perkembangan atau kemajuan usahanya. Pembinaan sendiri dilakukan
satu kali pada waktu sosialisasi penyerahan dana produktif di LAZSINU Kudus.
Seharusnya sosialisasi dilakukan setiap satu bulan sekali agar usaha mustahiq
dapat berkembang.
Kegiatan berikutnya adalah pendampingan,
kegiatan ini bertujuan untuk memberikan berbagai alternatif solusi berkenaan
dengan pengoperasian dan penyelesaian kendala usaha yang dihadapi oleh kelompok
usaha mustahiq. Dan kegiatan pemberdayaan yang terakhir yaitu kegiatan
pengawasan dan evaluasi kinerja mustahiq. Kegiatan pengawasan tidak dilakukan
setiap sebulan sekali. Evaluasi yang dilakukan LAZISNU Kudus tidak begitu
efisien, dikarenakan tidak dilakukan evaluasi secara rutin. Evaluasi dilakukan
oleh pengurus LAZISNU tanpa mengundang pengurus MWC, pengurus ranting dan
pengurus JPZIS.
Kegiatan pendataan, pembinaan, pendampingan
dan pengawasan tersebut diperlukan dalam penyaluran zakat secara produktif juga
dapat menghilangkan sifat bermalasmalasan dengan hanya mengharapkan bantuan
dari orang lain. Sehingga dapat menciptakan sebuah mata pencaharian yang akan
mengangkat kondisi ekonomi para mustaḥiq, sehingga diharapkan lambat laun
mereka akan dapat keluar dari jerat kemiskinan, lebih dari itu mereka dapat
mengembangkan usaha sehingga dapat menjadi seorang muzakki.
Dengan berkembangnya usaha kecil menengah
dengan modal berasal dari zakat akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti
angka pengangguran bisa dikurangi, berkurangnya angka pengangguran akan
berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat terhadap suatu produk barang
ataupun jasa, meningkatnya daya beli masyarakat akan diikuti oleh pertumbuhan
produksi, pertumbuhan sektor produksi inilah yang akan menjadi salah satu
indikator adanya pertumbuhan ekonomi. Dengan gambaran tersebut, maka peranan
zakat sangat signifikan dalam kehidupan manusia. Dimana zakat merupakan suatu
penggerak atau motor yang berpotensi memberikan tunjangan kepada para pedagang
ataupun profesi lain yang membutuhkan modal, yang tidak bisa didapatkan dari
jalan lain (Nasrullah, 2015: 12-13).
Bu Ngatmi adalah salah satu penerima zakat
produktif yang sedang berstatus janda, LAZISNU Kudus menyalurkan dana produktif
kepada masyarakat miskin dengan prioritas janda miskin yang mempunyai anak
banyak sehingga tidak mampu dalam perekonomian. Bantuan diberikan dalam bentuk
uang tunai sebagai modal usaha. Janda merupakan sosok perempuan yang tidak
bersuami, harus menanggung penderitaan secara fisik dan psikis, dan janda
memiliki fungsi dari dua sisi. Disatu sisi sebagai ibu atas keturunannya dan
sisi lain sebagai kepala keluarga menggantikan suaminya dimana dia harus
menghidupi keluarganya.
Pemberian dana zakat produktif yang ada di
LAZISNU Kudus memberikan kontribusi bagi usaha janda miskin, yaitu transformasi
mustahiq menjadi muzakki, peningkatan usaha janda miskin dan kemandiran
ekonomi. Transformasi menjadi muzakki dibutuhkan rentan waktu dan proses yang
panjang, dan biasanya bisa dikatakan muzakki jika penghasilanya sudah mencapai
nishab. Untuk peningkatan usaha janda miskin setelah mendapatkan dana zakat
produktif ini produksi lebih banyak dari sebelumnya. Selain itu kemandirian
ekonomi yakni para mustahiq mampu memenuhi kebutuhan pribadi dalam batas
mensejahterakan diri, tidak membutuhkan dan tidak bergantung pada orang lain
dalam menjalankan persoalan ekonomi.
Berdasarkan fakta yang ditemukan, maka
LAZISNU Kudus sudah menerapkan kegiatan pemberdayaan mustahiq dari mulai
pendataan, pembinaan dan pengawasan. Dikarenakan kurangnya karyawan di LAZISNU
Kudus, sehingga tidak adanya kegiatan pendampingan. Dalam menjalankan program
pemberdayaan zakat produktif ini ditujukan bagi pengembangan ekonomi mustahiq melalui
pemberian modal usaha. Tujuan dari pemberdayaan zakat produktif ini adalah
mentransformasikan dari mustahiq menjadi muzakki.
Kendala dan solusi yang dihadapi LAZISNU
Kudus
Penerapan pengelolaan zakat produktif ini
bukan berarti tanpa hambatan dan kendala. Pada praktiknya banyak ditemukan
kendala dan permasalahan, mulai dari kendala pengumpulan dana zakat dari
muzakki hingga pendistribusian serta pembinaan dan pendampingan sering kali
terdapat masalah.
Adapun faktor kendala yang dihadapi LAZISNU
Kudus ada dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Diantara faktor internal
yang menjadi kendala LAZISNU Kudus dalam memberikan dana zakat poduktif untuk
modal usaha janda miskin masih sangat kecil. Jumlah dana yang dapat diterima
oleh mustahiq maksimal sebesar Rp 1.000.000,-. Jumlah nominal tersebut dianggap
kurang dalam menambah modal untuk usaha mereka. Hal itu sebagaimana Bu Ngatmi
yang diberikan dana zakat produktif, dia merasa masih kurang untuk memenuhi
kebutuhan modal usahanya yang sedang berjalan.
Jumlah nominal yang masih terbatas tersebut
disebabkan oleh kurangnya kegiatan pengumpulan dana. Diharapkan LAZISNU
memaksimalkan kegiatan fundraising untuk menambah dana zakat yang terkumpul.
Factor internal lain adalah kurangnya
koordinasi. Koordinasi antara LAZISNU Kudus dengan ranting desa menjadi salah
satu faktor penghambat dalam pemberdayaan dana zakat produktif. Ranting desa
tidak memberikan laporan kepada LAZISNU Kudus secara berkala. Sehingga LAZISNU
tidak mempunyai data yang valid tentang kegiatan penerima dana zakat produktif.
Lemahnya koordinasi ini disebabkan oleh kurang intensnya koordinasi antara
LAZISNU Kudus dengan ranting desa. Kurangnya koordinasi berimbas pada
ketidakjelasan dalam menjalankan tugas masing-masing. Maka diharapkan antara
LAZISNU dan ranting desa meningkatkan koordinasi secara rutin sehingga dapat
memberikan laporan secara berkala.
Factor internal lain adalah kurangnya SDM
yang memadai dan juga pengelolaan administrasi yang masih tradisional. Hal ini
seperti yang disampaikan oleh Bapak Sya’roni, permasalahan internal yang
mendasar terdapat pada kurangnya SDM yang memadai. Kurangnya SDM ini berdampak
pada kurang optimalnya pengeloaan zakat produktif. Selain itu, LAZISNU Kudus
masih menggunakan cara administrasi yang tradisional yang hanya mencantumkan
pemasukan masuk di debit, pengeluaran masuk di kredit, kemudian saldo di akhir.
Hal ini dikarenakan LAZISNU Kudus belum menerapkan PSAK 109, yaitu standar
penghitungan akuntansi zakat yang dianjurkan oleh Pemerintah.
Diantara faktor eksternal adalah masih
banyaknya muzakki yang menunaikan zakatnya di luar lembaga amil. Menurut
Sartika dalam Nasrullah, dana zakat untuk kegiatan produktif akan lebih optimal
bila dilaksanakan oleh lembaga amil sebagai organisasi yang terpercaya untuk pengalokasian,
pendayagunaan, dan pendistribusian dana zakat, mereka tidak memberikan zakat
begitu saja melainkan mereka mendampingi, memberikan pengarahan serta pelatihan
agar dana zakat tersebut benar-benar dijadikan modal kerja sehingga penerima
zakat tersebut memperoleh pendapatan yang layak dan mandiri (Nasrullah, 2015:
12).
Dari teori diatas mengungkapkan bahwa dengan
adanya LAZISNU dapat menjadi wadah atau sarana untuk mencapai efisiensi dan
efektifitas, serta sasaran yang tepat dalam penggunaan dana zakat menurut skala
prioritas. Penyaluran melalui lembaga amil juga dapat digunakan untuk
kemaslahatan umat Islam secara umum yang memerlukan dana yang tidak sedikit.
Sehingga zakat diserahkan langsung dari muzakki kepada mustahiq, meskipun
secara hukum syari’ah adalah sah, akan tetapi tidak akan tepat sasaran,
terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan umat secara umum akan sulit
diwujudkan. Oleh karena itu, membayar zakat kepada lembaga amil adalah cara
yang efektif dikarenakan lembaga amil zakat mempunyai data mustahiq yang
membutuhkan santunan dana.
Factor eksternal lain adalah kurangnya
pengetahuan mustahiq tentang manajemen usaha. Banyak dari mustahiq yang belum
bisa memanaj usahanya dengan baik. Hal ini dikarenakan pendekatan dari pihak
LAZISNU Kudus dalam mengelola zakat produktif kurang maksimal. Permasalahan
tersebut dapat diatasi dengan penyaluran zakat produktif disertai bantuan
pendidikan. Hal tersebut menjadikan mustahiq memiliki kemampuan untuk lebih
meningkatkan pengetahuan (keilmuan) dalam mensejahterakan hidupnya yang
sebelumnya terkendala oleh pengetahuan dan modal usaha. Selain itu juga dapat
memberikan program kemitraan dengan kegiatan usaha yang telah beroperasi,
dengan tujuan untuk memberikan pemahaman kepada mustahiq mengenai pengetahuan
berwirausaha dan meningkatkan ketrampilan para mustahiq. Pengetahuan dan
ketrampilan tersebut kemudian dapat digunakan oleh para mustahiq untuk merintis
usaha secara mandiri.
Simpulan
Zakat produktif harus diatur sedemikian rupa,
sehingga jangan sampai sasaran dari progam tidak tercapai. Pengelolaan dana
zakat produktif, pendistribusiannya pihak LAZISNU memperhatikan orang-orang
yang akan menerimanya, apakah dia termasuk orang-orang yang berhak menerima
zakat dari golongan fakir miskin, demikian juga termasuk orang-orang yang
mempunyai keinginan kuat untuk bekerja dan berusaha. Kaitannya dengan zakat
produktif, proses tersebut harus meliputi perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengawasan.
Zakat produktif untuk pemberdayaan ekonomi
mustahiq yang dilakukan oleh LAZISNU Kudus dengan program zakat produktif,
dengan diarahkan untuk membantu masyarakat dalam membangun perekonomian guna
menompang kebutuhan hidup sehari-hari dan juga pengalokasian zakat produktif
dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup. Ini dilakukan agar kaum dhu’afa bisa
diberdayakan dan tidak diberi santunan atau zakat secara terus menerus. Selain
itu harapan ada peningkatan dari mustahiq menjadi muzakki. Adapun
langkah-langkah pemberdayaan, yaitu pendataan, pembinaan, pendampingan, dan
pengawasan
Penerapan pengelolaan zakat produktif ini
bukan berarti tanpa hambatan dan kendala. Pada praktiknya di lapangan banyak
ditemukan kendala dan permasalahan. Mulai dari kendala pengumpulan dana zakat
dari muzakki hingga pendistribusian serta pembinaan dan pendampingan sering
kali terdapat masalah. Adapun faktor kendala yang dihadapi LAZISNU ada dua,
yaitu faktor internal dan eksternal.
Daftar Pustaka
Achmad Syaiful Hidayat Anwar, Model
Pemberdayaan Ekonomi Mustahiq Melalui Zakat, JEAM Vol. XV, 2016.
Arief Mufraini, Akuntansi dan Manajemen
Zakat, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006.
Dzari’atus Sanihah, Pengelolaan Dana Zakat
(roduktif Untuk Pemberdayaan UMKM (Studi Kasus pada Rumah Zakat Kota Malang),
Jurnal, Malang, 2014.
Hasbi, Pedoman Zakat, Semarang, PT. Pustaka
Rizki Putra, Semarang, 2002.
Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, dan
Masalah, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2015.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemberdayaan_masyarakat diakses pada tanggal 05
maret 2018 pukul 09.25 WIB
Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram &
Dalil-Dalil Hukum, Gema Insani, Jakarta, t.th.
M. Yasir Yusuf, Zakat Produktif: Merubah
Mustahik Menjadi Muzakki, (Online). Tersedia:
http://www.baitulmal.acehprov.go.id/?p=2058 (13 November 2017)
Muhammad Syaikh, Fatwa-Fatwa Zakat, Darus
Sunnah Press, Jakarta, 2008.
Muhammad Hasan, Manajemen Zakat Model
Pengelolaan Yang efektif, Idea Press, Yogyakarta, 2011.
Narullah, Regulasi Zakat dan Penerapan Zakat
Produktif Sebagai Penunjang Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Pada Baitul
Mal Kabupaten Aceh Utara), Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 9 No. 1,
Aceh, 2015.
Nurul Huda dkk, Zakat: Perspektif Makro-Mikro
(Pendekatan Riset), Prenamedia Group, Jakarta, 2015.
Siti Zalikha, Pendistirbusian Zakat Produktif
Dalam Perspektif Islam, Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol. 15 No. 2, Bireuen,
2016.
Toriquddin Moh, Pengelolaan Zakat Produktif
di Rumah Zakat Kota Malang Perspektif Maqashid Al Syariah Ibnu ‘Asyur, di
Kabupaten Malang, Volume.16 No.1 Maret 2015.
Wahbah Al-Zuhaily, Zakat: Kajian Berbagai
Mazhab, Agus Effendi, Bahruddin Fannany terjemah, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2008.
Zaenal Mukarom, Manajemen Pelayanan Publik,
CV Pustaka Setia, Bandung, 2015.
****************************
Oleh: Ahmad Thoharul Anwar; Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
****************************