Pertanyaan:
1. Apakah
Sedekah dan Zakat hanya dikeluarkan pada bulan Ramadhan?
2. Zakat Piutang (uang yang dipinjamkan kepada orang lain)
Jawaban (Oleh Syaikh Abdul Azizn bin Abdullah bin Baz):
1. Jika
piutang milikmu berada pada orang-orang yang mudah membayar, kapanpun anda memintanya
dia akan meberikan kepadamu apa yang menjadi hakmu, maka anda harus
menzakatinya setiap kali genap setahun. Seolah-olah uang itu ada padamu,
padahal ada pada mereka sebagai amanat. Adapun jika orang yang memiliki utang
tersebut kesulitan sehingga tidak dapat membayarnya kepadamu, atau tidak
mengalami kesulitan tetapi mengulur-ngulur pembayaran dan anda tidak dapat
mengambil darinya, maka pendapat ulama yang shahih ialah bahwa anda tidak wajib
membayar zakatnya hingga anda menerimanya dari pihak pengutang yang
mengulur-ngulur pembayaran atau mengalami kesulitan tersebut.
Jika anda telah menerimanya, anda menunggu setahun dan membayar
zakat sesudah genap setahun sejak anda menerimanya. Jika anda menunaikan zakat
untuk setahun saja dari sekian tahun sebelumnya yang berada pada orang yang
kesulitan atau orang yang menunda-nunda pembayaran, maka tidak mengapa. Ini
pendapat sebagian ahli ilmu. Tetapi anda tidak wajib, melainkan pada masa yang
akan datang, sejak anda menerima harta tersebut dari orang yang kesulitan atau
orang yang menunda-nunda membayar utang, dan anda menunggu setahun. Setelah
genap setahun anda wajib menzakatinya. Inilah pendapat yang dipilih.
2. “Sedekah tidak hanya pada bulan Ramadhan.
Amalan ini disunnahkan dan disyariatkan pada setiap waktu. Sedangkan zakat,
maka wajib dikeluarkan ketika harta itu telah genap setahun, tanpa harus
menunggu bulan Ramadhan, kecuali kalau Ramadhan sudah dekat. Misalnya, hartanya
akan genap setahun (menjadi miliknya) pada bulan Sya’ban, lalu dia menunggu
bulan Ramadhan untuk mengeluarkan zakat, ini tidak masalah. Namun, jika haulnya
(genap setahunnya) pada bulan Muharram, maka zakatnya tidak boleh ditunda
sampai Ramadhan. Namun, si pemilik harta, bisa juga mengeluarkan zakatnya lebih
awal, misalnya dibayarkan pada bulan Ramadhan, dua bulan sebelum genap setahun.
Memajukan waktu pembayaran zakat tidak masalah, akan tetapi menunda penyerahan
zakat dari waktu yang telah diwajibkan itu tidak boleh. Karena kewajiban yang
terkait dengan suatu sebab, maka kewajiban itu wajib dilaksanakan ketika apa
yang menjadi penyebabnya ada. Kemudian alasan lain, tidak ada seorang pun yang
bisa menjamin bahwa dia akan masih hidup sampai batas waktu yang direncanakan
untuk melaksanakan ibadahnya yang tertunda. Terkadang dia meninggal (sebelum
bisa melaksanakannya-pent), sehingga zakat masih menjadi tanggungannya
sementara para ahli waris terkadang tidak tahu bahwa si mayit masih memiliki
tanggungan zakat.[1]
Keistimewaan
bulan Ramadhan memang menggiurkan setiap insan yang beriman dengan hari Akhir.
Mungkin inilah sebabnya, sehingga sebagian orang yang terkena kewajiban zakat
menunda zakatnya, padahal mestinya tidak. Apalagi kalau melihat kepentingan
orang-orang yang berhak menerima zakat. Dan biasanya, mereka lebih membutuhkan
zakat di luar bulan Ramadhan, karena sedikit orang bershadaqah, berbeda dengan
pada bulan Ramadhan, banyak sekali orang-orang yang mau bershadaqah. Dan ini
memang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di luar
Ramadhan, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenal dermawan, dan ketika
Ramadhan tiba beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan lagi [2], sampai dikatakan : Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam lebih dermawan dibandingkan dengan angin yang bertiup.[3]
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَـكُوْنُ فِـيْ
رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ ، وَكَانَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ
يَلْقَاهُ فِـيْ كُـّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَـيُـدَارِسُهُ الْـقُـرْآنَ ،
فَلَرَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْـخَيْـرِ
مِنَ الِرّيْحِ الْـمُرْسَلَةِ
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dengan
kebaikan, dan lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril
Alaihissallam bertemu dengannya. Jibril menemuinya setiap malam Ramadhân untuk
menyimak bacaan al-Qur’annya. Sungguh, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
lebih dermawan daripada angin yang berhembus.”
3, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya
mempunyai piutang pada salah seorang kawan, apakah saya harus menzakatinya?
Jawaban
Jika piutang milikmu berada pada orang-orang yang mudah
membayar, kapanpun anda memintanya dia akan meberikan kepadamu apa yang menjadi
hakmu, maka anda harus menzakatinya setiap kali genap setahun. Seolah-olah uang
itu ada padamu, padahal ada pada mereka sebagai amanat. Adapun jika orang yang
memiliki utang tersebut kesulitan sehingga tidak dapat membayarnya kepadamu,
atau tidak mengalami kesulitan tetapi mengulur-ngulur pembayaran dan anda tidak
dapat mengambil darinya, maka pendapat ulama yang shahih ialah bahwa anda tidak
wajib membayar zakatnya hingga anda menerimanya dari pihak pengutang yang
mengulur-ngulur pembayaran atau mengalami kesulitan tersebut.
Jika anda telah menerimanya, anda menunggu setahun dan
membayar zakat sesudah genap setahun sejak anda menerimanya. Jika anda
menunaikan zakat untuk setahun saja dari sekian tahun sebelumnya yang berada
pada orang yang kesulitan atau orang yang menunda-nunda pembayaran, maka tidak
mengapa. Ini pendapat sebagian ahli ilmu. Tetapi anda tidak wajib, melainkan
pada masa yang akan datang, sejak anda menerima harta tersebut dari orang yang
kesulitan atau orang yang menunda-nunda membayar utang, dan anda menunggu
setahun. Setelah genap setahun anda wajib menzakatinya. Inilah pendapat yang
dipilih.
Notes:
[1] Majmû’ Fatâwâ wa
Rasâil, Syaikh Muhammad bin Shâlih al Utsaimin , 18/459. fatwa tentang larangan
menunda pembayaran zakat mal dari waktu wajibnya juga dikeluarkan oleh
lajnah Dâimah, 9/392-39
[2] Dikeluarkan oleh
al-Bukhâri dan Muslim
[3] HR al-Bukhâri,
no. 1902 dan Muslim