Skip to main content

Nishab Zakat


Nishab Zakat


Syekh Zakariya al-Anshari menjelaskan sedikit hikmah dari kewajiban zakat emas dan perak, beliau berkata:

وَالْمَعْنَى فِي ذَلِكَ أَنَّ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ مُعَدَّانِ لِلنَّمَاءِ كَالْمَاشِيَةِ السَّائِمَةِ (وَلَا) زَكَاةَ (فِي غَيْرِهِمَا مِنْ) سَائِرِ (الْجَوَاهِرِ) وَنَحْوِهَا كَيَاقُوتٍ وَفَيْرُوزَجَ وَلُؤْلُؤٍ وَمِسْكٍ وَعَنْبَرٍ لِأَنَّهَامُعَدَّةٌ لِلِاسْتِعْمَالِ كَالْمَاشِيَةِ الْعَامِلَةِ وَلِأَنَّ الْأَصْلَ عَدَمُ الزَّكَاةِ إلَّا فِيمَا أَثْبَتَهَا الشَّرْعُ فِيهِ

“Hikmah zakat wajib atas emas dan perak adalah sesungguhnya keduanya dipersiapkan untuk berkembang sebagaimana binatang ternak yang sâimah (tidak dipekerjakan). Selain dua barang itu, tidak ada kewajiban zakat atas barang-barang berharga (berupa logam atau sejenisnya) seperti yaqut, fairuz, intan, misik dan ‘ambar karena sesungguhnya barang-barang tersebut dipersiapkan untuk dipakai sebagaimana binatang ternak yang dipekerjakan, dan karena sesungguhnya hukum asal dalam syariat adalah tidak ada kewajiban zakat kecuali pada harta yang telah ditetapkan oleh syariat.” (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cetakan ketiga, 2000, jilid 5, halaman: 74)

Karena Islam memandang emas dan perak termasuk dari harta yang memiliki potensi berkembang sebagaimana binatang ternak, maka ia mewajibkan zakat atas keduanya bila telah mencapai nishab dan haul (satu tahun), baik berupa emas dan perak batangan, leburan, logam, bejana, suvenir, ukiran, dan lain sebagainya. Namun jika emas dan perak dipergunakan sebagai perhiasan yang halal seperti kalung, anting, dan gelang yang dipakai oleh para wanita, maka tidak ada kewajiban zakat atasnya kecuali menurut mazhab Hanafi.  (Ibn al’Abidin, Radd al-Mukhtar ‘ala ad-Dur al-Mukhtar, Beirut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, cetakan pertama, 2001, jilid 3, halaman: 227)

Sedangkan perhiasan emas dan perak yang dipergunakan secara haram, seperti perhiasan emas yang dipakai oleh orang laki-laki, atau perhiasan yang dikenakan melampaui batas kewajaran, wajib dizakati. Menurut sebagian ulama, batas kewajaran dalam menggunakan perhiasaan emas atau perak adalah apabila berat perhiasan yang dikenakan tidak melebihi 720 gram (200 mitsqal). (Syekh Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Syarh Ibn al-Qasim, Semarang, Toha Putra, cetakan ketiga, 2003, jilid 1, halaman: 273)

Kewajiban zakat emas dan perak ditemukan dasarnya pada hadits riwayat Abu Dawud rahimahullah:

فَإِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ ، وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَىْءٌ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا ، فَإِذَا كَانَتْ لَكَ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ ، فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ

“Jika engkau memiliki perak 200 dirham dan telah mencapai haul (satu tahun), maka darinya wajib zakat 5 dirham. Dan untuk emas, anda tidak wajib menzakatinya kecuali telah mencapai 20 dinar, maka darinya wajib zakat setengah dinar, lalu dalam setiap kelebihannya wajib dizakati sesuai prosentasenya.” (HR. Abu Dawud)

Dalam hadits ini ditegaskan bahwa zakat emas dan perak wajib dibayarkan ketika sudah mencapai nishab dan telah melewati masa haul. Dan dari hadits ini pula dapat pifahami bahwa ZAKAT YANG DIKELUARKAN ADALAH 2,5 PERSEN dari aset emas dan perak yang dimiliki. Sebab, 5 dirham adalah 2,5 persen dari 200 dirham, begitu pula setengah dinar adalah 2,5 persen dari 20 dinar. Hanya saja, dalam urusan konversi (perubahan dari satuan ke satuan yang lain, dalam hal ini dari satuan mitsqal ke satuan gram) emas dan perak, para ulama berbeda pendapat. Sehingga, dalam ukuran emas dan perak tertentu, menurut sebagian ulama wajib dizakati sebab telah mencapai nishab, sedangkan menurut ulama yang lain tidak wajib zakat sebab belum mencapai nishab. Di atas telah disampaikan bahwa nishab emas murni adalah 20 dinar/20 mitsqal sedangkan nishab perak murni adalah 200 dirham. Dan berikut ini adalah tabel nishab emas murni dan perak murni setelah disesuaikan dengan beberapa hasil konvensi para ulama:

Tabel Nishab Emas
(20 dinar/20 mitsqal)

No
Hasil konvensi
Menurut versi
1.
77,50 gram
Madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali
2.
107,75 gram
Madhab Hanafi
3.
85 gram
DR. Wahbah Zuhaily
4.
90,5 gram
Ali Mubarak
5.
84,62 gram
Qasim an-Nuri
6.
72 gram
Abdul Aziz Uyun
7.
80 gram
Majid al-Hamawi


Tabel Nishab Perak
(200 dirham)

No
Hasil konvensi
Menurut versi
1.
543,35 gram
Madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali
2.
752,66 gram
Madhab Hanafi
3.
595 gram
DR. Wahbah Zuhaily
4.
625 gram
Qasim an-Nuri
5.
504 gram
Abdul Aziz Uyun
6.
672 gram
Majid al-Hamawi dan kitab al-Fiqh al-Manhaji


Inilah penjelasan tentang dalil, nishab dan konvensi emas dan perak dalam kajian zakat. Insyaallah, selanjutnya akan dijelaskan tentang tata cara penghitungan zakat emas dan perak yang murni, campuran. Wallahua’lam.


Cara Mnghitunh Zakat Emas dan Perak yang murni dan Tak Murni
Emas dan perak masuk kategori harta yang wajib ditunaikan zakatnya lantaran keduanya memiliki potensi berkembang sebagaimana binatang ternak. Kewajiban itu jatuh ketika emas dan perak mencapai batas minimum wajib zakat (nishab) dan haul (satu tahun hijriah), baik berupa emas dan perak batangan, leburan, logam, bejana, suvenir, ukiran, dan lain sebagainya. 

Kecuali mazhab Hanafi, zakat emas dan perak tak wajib dikeluarkan ketika keduanya berupa perhiasan yang halal, seperti kalung, anting, dan gelang yang kenakan kaum wanita. Sebaliknya, bila emas atau perak itu berupa perhiasan tak sebagaimana mestinya (haram), kewajiban tersebut mejadi ada. Contoh praktik penggunaan perhiasan secara haram, antara lain pemakaian perhiasan emas atau perak oleh laki-laki atau pemakaian yang melampaui batas kewajaran (meskipun yang mengenakannya adalah perempuan). Sekarang, bagaimana cara menghitung zakat emas dan perak? Apa perbedaan antara yang murni dan yang tidak murni?

Sebelumnya, untuk memudahkan mengingat ukuran nishab emas dan perak murni, saya tampilkan lagi tabel nishab emas dan perak murni di bawah ini:

Tabel Nishab Emas
(20 dinar/20 mitsqal)

No
Hasil konvensi
Menurut versi
1.
77,50 gram
Madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali
2.
107,75 gram
Madhab Hanafi
3.
85 gram
DR. Wahbah Zuhaily
4.
90,5 gram
Ali Mubarak
5.
84,62 gram
Qasim an-Nuri
6.
72 gram
Abdul Aziz Uyun
7.
80 gram
Majid al-Hamawi

Tabel Nishab Perak
(200 dirham)

No
Hasil konvensi
Menurut versi
1.
543,35 gram
Madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali
2.
752,66 gram
Madhab Hanafi
3.
595 gram
DR. Wahbah Zuhaily
4.
625 gram
Qasim an-Nuri
5.
504 gram
Abdul Aziz Uyun
6.
672 gram
Majid al-Hamawidankitab al-Fiqh al-Manhaji



Cara Menghitung Emas dan Perak Murni

Maksud dari istilah emas murni adalah emas yang memiliki kadar seratus persen. Sementara emas campuran atau tidak murni adalah emas yang kadarnya kurang dari seratus persen (di bawah kadar 24 karat). 

Selayak rumus matematika pada umumnya dalam pehitungan persentase, cara menghitung zakat emas atau perak yang wajib dibayarkan adalah dengan rumus sebagai berikut:

            a = b x c 
            Keterangan:
            a : kadar zakat
            b : aset zakat
            c : persentase kadar zakat

Contoh: bila seseorang memiliki emas sebesar 100 gram, maka cara penghitungan zakatnya adalah:

            a = b x c

               = 100 x 2,5 %

               = 2,5 gram
Contoh lain: bila seseorang memiliki perak sebesar 700 gram, maka cara penghitungan zakatnya adalah:

            a = b x c

               = 700 x 2,5 %

               = 17,5 gram

Cara Menghitung Emas dan Perak Campuran

Penghitungan jumlah persentase zakat yang wajib dikeluarkan pada emas dan perak campuran sama dengan zakat emas dan perak murni. Karena beda jumlah kadar karatnya, perbedaannya terletak pada cara mengetahui ukuran nishabnya. Untuk mengetahui ukuran nishab emas atau perak yang tidak murni, maka cara mengetahuinya adalah dengan rumus berikut:

A = (b : c) x 24

Keterangan:
A : nishab emas bukan murni
b  : nishab emas murni
c  : karat emas bukan murni

Contoh: berapa nishab emas 22 karat dengan menggunakan hasil konversi madzab Syafi’i, Maliki dan Hanbali?


A  = (b : c) x 24

    = (77,50 gram : 22) x 24 

    = 3,5227 x 24
    = 84,5448 gram




Dengan demikian, ukuran nishab emas kadar 22 karat adalah 84,5448 gram menurut konversi madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali.

Contoh lain: bagiamana cara mengetahui ukuran nishab dan zakat perak yang tidak murni dengan menggunakan hasil konvensi madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali?

A  = (b : c) x 24

    = (543,35 gram : 22) x 24 

    = 24,70 x 24
    = 592,8 gram

Jadi, ukuran nishab perak kadar 22 karat adalah 592,8 gram menurut konvensi madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali. Sedangkan untuk selain madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali tinggal menyesuaikan dengan rumus di atas.

Setelah kita mengetahui kadar dan ukuran nishab emas dan perak yang tidak murni, maka selanjutnya tinggal dibayarkan 2,5 persen dari seluruh jumlah emas dan perak yang dimiliki jika memang sudah mencapai nishab dan haul (setahun hijriah). Wallahua’lam


Nishab Zakat Hewan Ternak
Seseorang bila memiliki binatang ternak, baik unta, sapi, atau kambing, mempunyai kemungkinan untuk kena wajib zakat. Kewajiban tersebut jatuh salah satunya bila jumlahnya telah mencapai nishab atau batas minumum wajib zakat. Berikut adalah daftar nishab masing-masing binatang ternak dengan detail jumlah zakat dan umur binatang ternak yang mesti dikeluarkan.

1.     Nishab dan Ukuran Zakat Unta

No.
Nishab
Zakat Yang Wajib Dikeluarkan
1.
5 ekor
1 ekor kambing umur 2 tahun, atau 1 ekor domba umur 1 tahun
2.
10 ekor
2 ekor kambing umur 2 tahun, atau 2 ekor domba umur 1 tahun
3.
15 ekor
3 ekor kambing umur 2 tahun, atau 3 ekor domba umur 1 tahun
4.
20 ekor
4 ekor kambing umur 2 tahun, atau 4 ekor domba umur 1 tahun
5.
25 ekor
1 ekor onta betina umur 1 tahun
6.
36 ekor
1 ekor onta betina umur 2 tahun
7.
46 ekor
1 ekor onta betina umur 3 tahun
8.
61 ekor
1 ekor onta betina umur 4 tahun
9.
76 ekor
2 ekor onta betina umur 2 tahun
10.
91 ekor
2 ekor onta betina umur 3 tahun
11.
121 ekor
3 ekor onta betina umur 2 tahun

Jika aset mencapai 140 ekor unta, maka cara menghitung ukuran zakatnya adalah, setiap kelipatan 40 ekor, zakatnya 1 ekor unta betina umur 2 tahun, dan setiap kelipatan 50 ekor, zakatnya 1 ekor unta betina umur 3 tahun.

Contoh:

a. Aset 140 ekor, zakatnya adalah 2 ekor unta betina umur 3 tahun dan 1 ekor unta betina umur 2 tahun. Sebab, 140 ekor terdiri dari 50 ekor x 2, dan 40 ekor x 1.

b. Aset 150 ekor, zakatnya adalah 3 unta betina umur 3 tahun. Sebab, 150 ekor terdiri dari 50 ekor x 3.

c. Aset 160 ekor, zakatnya adalah 4 ekor unta betina umur 2 tahun. Sebab, 160 ekor unta terdiri dari 40 ekor x 3.(Lihat Muhammad Nawawi ibn Umar, Qut al-Habib al-Gharib, Surabaya, al-Hidayah, halaman 102-103)

2. Nishab dan Ukuran Zakat Sapi

No.
Nishab
Zakat Yang Wajib Dikeluarkan
1.
30 ekor
1 ekor sapi umur 1 tahun
2.
40 ekor
1 ekor sapi umur 2 tahun

Setelah aset mencapai 60 ekor, maka setiap kelipatan 30, zakatnya 1 ekor sapi umur 1 tahun, dan setiap kelipatan 40, zakatnya 1 ekor sapi umur 2 tahun.

Contoh:

a. Aset 60 ekor sapi, zakatnya adalah 2 ekor sapi umur 1 tahun, sebab, 60 ekor terdiri dari 30 ekor x 2.

b. Aset 70 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor sapi umur 1 tahun dan 1 ekor sapi umur 2 tahun. Sebab, 70 ekor sapri terdiri dari 30 ekor dan 40 ekor sapi.

c. Aset 120 ekor sapi, zakatnya adalah 4 ekor sapi umur 1 tahun atau 3 ekor sapi umur 2 tahun. Sebab, 120 ekor terdiri dari 30 ekor x 4

Syarat dan Jenis Zakat Binatang Ternak

Di dalam fiqih, binatang ternak yang wajib dizakati hanya ada tiga macam, yaitu unta, sapi, dan kambing. Hal ini berdasarkan beberapa hadits yang menegaskan kewajiban zakat pada ketiga jenis binatang ternak tersebut. Mengapa hanya tiga macam binatang ini? Hikmah di baliknya antara lain karena banyaknya manfaat binatang-binatang tersebut bagi manusia; air susunya baik untuk kesehatan, mudah dikembang biakkan, dan lain sebagainya (Lihat An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Mesir, al-Muniriyah, jilid V, halaman: 321).

Zakat binatang ternak tidak diwajibkan pada selain tiga jenis binatang ternak tersebut, berdasarkan sabda baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassallam:

لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِى عَبْدِهِ وَلاَ فَرَسِهِ صَدَقَةٌ

“Bagi seorang muslim tidak menanggung beban zakat dari budak dan kudanya.” (HR. Muslim)

Begitu pula ayam, bebek, ikan dan lain sebagainya. Namun, bila selain tiga jenis binatang ternak tersebut diperdagangkan, maka dikenai kewajiban zakat perdagangan sesuai dengan ketentuan di dalam zakat tijarah (aset perdagangan).

Ketiga binatang ternak di atas wajib dizakati jika memenuhi empat syarat:

1. Mencapai nishab (batas minimum wajib zakat) seperti nishabnya sapi yang disebutkan di dalam satu riwayat hadits:

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ بَعَثَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْيَمَنِ فَأَمَرَنِي أَنْ آخُذَ مِنْ كُلِّ ثَلَاثِينَ بَقَرَةً تَبِيعًا أَوْ تَبِيعَةً وَمِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ مُسِنَّةً

“Dari Mu’adz ibn Jabal, ia berkata, ‘Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam mengutusku ke Yaman, kemudian beliau memerintahku untuk mengambil zakat dari setiap tiga puluh ekor unta, seekor unta berusia setahun, menginjak usia tahun keduanya, jantan atau betina, dan dari setiap empat puluh ekor unta, seekor unta berusia dua tahun,menginjak usia ketiga’.” (HR. At-Tirmidzi)

2. Melewati haul (setahun Hijriah) seperti sabda baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam:

وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

“Suatu harta tidak wajib dizakati kecuali telah melewati masa setahun.” (HR. Abu Dawud)

Syarat ketiga ini hanya berlaku bagi induknya saja. Sedangkan untuk anak-anak binatang tersebut, perhitungan haul-nya diikutkan pada induknya. Sehingga, jika induk sudah melewati setahun, maka anak-anaknya pun dihukumi haul, walaupun sebenarnya belum melewati setahun.

3. Digembalakan. Maksudnya, sepanjang tahun binatang ternak tersebut diberi makan dengan cara digembalakan di lahan umum atau lahan milik sendiri, tidak dengan dicarikan rumput. Dalam sebuah hadits disebutkan:

وَصَدَقَةُ الْغَنَمِ فِى سَائِمَتِهَاإِذَا كَانَتْ أَرْبَعِيْنَ إِلَى عِشْرِيْنَ وَمِائَةٍ شَاةٌ

“Zakat kambing yang digembalakan adalah satu ekor kambing ketika jumlahnya telah mencapai empat puluh sampai seratus dua puluh ekor.” (HR. Bukhari)

4. Tidak dipekerjakan, seperti untuk membajak sawah, mengangkut barang dan lain sebagainya. Di dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Imam an-Nawawi menjelaskan alasan binatang ternak yang dipekerjakan tidak wajib dizakati:

ولان العوامل والمعلوفة لا تقتنى للنماء فلم تجب فيها الزكاة كثياب البدن وأثاث الدار

“Karena sesungguhnya binatang ternak yang dipekerjakan dan binatang yang diberi makan dengan cara dicarikan rumput tidak semata-mata untuk dikembang-biakan, sehingga tidak wajib dizakati sebagaimana pakaian dan perabot rumah.” (An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Mesir, al-Muniriyah, jilid V, halaman: 323)

Jika seseorang memiliki unta, sapi atau kambing yang telah memenuhi keempat syarat di atas, maka wajib dizakati. Semua ini menurut pendapat mazhab Syafi’i. Sedangkan menurut pendapat mazhab Malikiyah, syarat ketiga (digembalakan) dan syarat keempat (tidak dipekerjakan) tidak menjadi pertimbangan. Sehingga, apabila ketiga binatang ternak tersebut telah mencapai nishab dan melewati masa setahun (haul), maka wajib dikeluarkan zakatnya. (Lihat Muhammad ibn Abdullah al-Kharasyi, Syarh Mukhtashar Khalil). Wallahu a’lam.

Emas dan perak masuk kategori harta yang wajib ditunaikan zakatnya lantaran keduanya memiliki potensi berkembang sebagaimana binatang ternak. Kewajiban itu jatuh ketika emas dan perak mencapai batas minimum wajib zakat (nishab) dan haul (satu tahun hijriah), baik berupa emas dan perak batangan, leburan, logam, bejana, suvenir, ukiran, dan lain sebagainya. 

Kecuali mazhab Hanafi, zakat emas dan perak tak wajib dikeluarkan ketika keduanya berupa perhiasan yang halal, seperti kalung, anting, dan gelang yang kenakan kaum wanita. Sebaliknya, bila emas atau perak itu berupa perhiasan tak sebagaimana mestinya (haram), kewajiban tersebut mejadi ada. Contoh praktik penggunaan perhiasan secara haram, antara lain pemakaian perhiasan emas atau perak oleh laki-laki atau pemakaian yang melampaui batas kewajaran (meskipun yang mengenakannya adalah perempuan). Sekarang, bagaimana cara menghitung zakat emas dan perak? Apa perbedaan antara yang murni dan yang tidak murni?

Sebelumnya, untuk memudahkan mengingat ukuran nishab emas dan perak murni, saya tampilkan lagi tabel nishab emas dan perak murni di bawah ini:


Tabel Nishab Emas
(20 dinar/20 mitsqal)

No
Hasil konvensi
Menurut versi
1.
77,50 gram
Madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali
2.
107,75 gram
Madhab Hanafi
3.
85 gram
DR. Wahbah Zuhaily
4.
90,5 gram
Ali Mubarak
5.
84,62 gram
Qasim an-Nuri
6.
72 gram
Abdul Aziz Uyun
7.
80 gram
Majid al-Hamawi


Tabel Nishab Perak
(200 dirham)

No
Hasil konvensi
Menurut versi
1.
543,35 gram
Madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali
2.
752,66 gram
Madhab Hanafi
3.
595 gram
DR. Wahbah Zuhaily
4.
625 gram
Qasim an-Nuri
5.
504 gram
Abdul Aziz Uyun
6.
672 gram
Majid al-Hamawidankitab al-Fiqh al-Manhaji



Cara Menghitung Emas dan Perak Murni

Maksud dari istilah emas murni adalah emas yang memiliki kadar seratus persen. Sementara emas campuran atau tidak murni adalah emas yang kadarnya kurang dari seratus persen (di bawah kadar 24 karat). 

Selayak rumus matematika pada umumnya dalam pehitungan persentase, cara menghitung zakat emas atau perak yang wajib dibayarkan adalah dengan rumus sebagai berikut:

            a = b x c 
            Keterangan:
            a : kadar zakat
            b : aset zakat
            c : persentase kadar zakat

Contoh: bila seseorang memiliki emas sebesar 100 gram, maka cara penghitungan zakatnya adalah:

            a = b x c

               = 100 x 2,5 %

               = 2,5 gram
Contoh lain: bila seseorang memiliki perak sebesar 700 gram, maka cara penghitungan zakatnya adalah:

            a = b x c

               = 700 x 2,5 %

               = 17,5 gram

Cara Menghitung Emas dan Perak Campuran

Penghitungan jumlah persentase zakat yang wajib dikeluarkan pada emas dan perak campuran sama dengan zakat emas dan perak murni. Karena beda jumlah kadar karatnya, perbedaannya terletak pada cara mengetahui ukuran nishabnya. 

Untuk mengetahui ukuran nishab emas atau perak yang tidak murni, maka cara mengetahuinya adalah dengan rumus berikut:

A = (b : c) x 24

Keterangan:
A : nishab emas bukan murni
b  : nishab emas murni
c  : karat emas bukan murni

Contoh: berapa nishab emas 22 karat dengan menggunakan hasil konversi madzab Syafi’i, Maliki dan Hanbali?

A  = (b : c) x 24

    = (77,50 gram : 22) x 24 

    = 3,5227 x 24
    = 84,5448 gram



Dengan demikian, ukuran nishab emas kadar 22 karat adalah 84,5448 gram menurut konversi madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali.

Contoh lain: bagiamana cara mengetahui ukuran nishab dan zakat perak yang tidak murni dengan menggunakan hasil konvensi madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali?

A  = (b : c) x 24

    = (543,35 gram : 22) x 24 

    = 24,70 x 24
    = 592,8 gram

Jadi, ukuran nishab perak kadar 22 karat adalah 592,8 gram menurut konvensi madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali. Sedangkan untuk selain madhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali tinggal menyesuaikan dengan rumus di atas.

Setelah kita mengetahui kadar dan ukuran nishab emas dan perak yang tidak murni, maka selanjutnya tinggal dibayarkan 2,5 persen dari seluruh jumlah emas dan perak yang dimiliki jika memang sudah mencapai nishab dan haul (setahun hijriah). Wallahua’lam

Syarat dan Jenis Zakat Binatang Ternak:
Di dalam fiqih, binatang ternak yang wajib dizakati hanya ada tiga macam, yaitu unta, sapi, dan kambing. Hal ini berdasarkan beberapa hadits yang menegaskan kewajiban zakat pada ketiga jenis binatang ternak tersebut. Mengapa hanya tiga macam binatang ini? Hikmah di baliknya antara lain karena banyaknya manfaat binatang-binatang tersebut bagi manusia; air susunya baik untuk kesehatan, mudah dikembang biakkan, dan lain sebagainya (Lihat An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Mesir, al-Muniriyah, jilid V, halaman: 321).

Zakat binatang ternak tidak diwajibkan pada selain tiga jenis binatang ternak tersebut, berdasarkan sabda baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassallam:

لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِى عَبْدِهِ وَلاَ فَرَسِهِ صَدَقَةٌ

“Bagi seorang muslim tidak menanggung beban zakat dari budak dan kudanya.” (HR. Muslim)

Begitu pula ayam, bebek, ikan dan lain sebagainya. Namun, bila selain tiga jenis binatang ternak tersebut diperdagangkan, maka dikenai kewajiban zakat perdagangan sesuai dengan ketentuan di dalam zakat tijarah (aset perdagangan).

Ketiga binatang ternak di atas wajib dizakati jika memenuhi empat syarat:

1. Mencapai nishab (batas minimum wajib zakat) seperti nishabnya sapi yang disebutkan di dalam satu riwayat hadits:

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ بَعَثَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْيَمَنِ فَأَمَرَنِي أَنْ آخُذَ مِنْ كُلِّ ثَلَاثِينَ بَقَرَةً تَبِيعًا أَوْ تَبِيعَةً وَمِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ مُسِنَّةً

“Dari Mu’adz ibn Jabal, ia berkata, ‘Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam mengutusku ke Yaman, kemudian beliau memerintahku untuk mengambil zakat dari setiap tiga puluh ekor unta, seekor unta berusia setahun, menginjak usia tahun keduanya, jantan atau betina, dan dari setiap empat puluh ekor unta, seekor unta berusia dua tahun,menginjak usia ketiga’.” (HR. At-Tirmidzi)

2. Melewati haul (setahun Hijriah) seperti sabda baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam:

وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

“Suatu harta tidak wajib dizakati kecuali telah melewati masa setahun.” (HR. Abu Dawud)

Syarat ketiga ini hanya berlaku bagi induknya saja. Sedangkan untuk anak-anak binatang tersebut, perhitungan haul-nya diikutkan pada induknya. Sehingga, jika induk sudah melewati setahun, maka anak-anaknya pun dihukumi haul, walaupun sebenarnya belum melewati setahun.

3. Digembalakan. Maksudnya, sepanjang tahun binatang ternak tersebut diberi makan dengan cara digembalakan di lahan umum atau lahan milik sendiri, tidak dengan dicarikan rumput. Dalam sebuah hadits disebutkan:

وَصَدَقَةُ الْغَنَمِ فِى سَائِمَتِهَاإِذَا كَانَتْ أَرْبَعِيْنَ إِلَى عِشْرِيْنَ وَمِائَةٍ شَاةٌ

“Zakat kambing yang digembalakan adalah satu ekor kambing ketika jumlahnya telah mencapai empat puluh sampai seratus dua puluh ekor.” (HR. Bukhari)

4. Tidak dipekerjakan, seperti untuk membajak sawah, mengangkut barang dan lain sebagainya. Di dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Imam an-Nawawi menjelaskan alasan binatang ternak yang dipekerjakan tidak wajib dizakati:

ولان العوامل والمعلوفة لا تقتنى للنماء فلم تجب فيها الزكاة كثياب البدن وأثاث الدار

“Karena sesungguhnya binatang ternak yang dipekerjakan dan binatang yang diberi makan dengan cara dicarikan rumput tidak semata-mata untuk dikembang-biakan, sehingga tidak wajib dizakati sebagaimana pakaian dan perabot rumah.” (An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Mesir, al-Muniriyah, jilid V, halaman: 323)

Jika seseorang memiliki unta, sapi atau kambing yang telah memenuhi keempat syarat di atas, maka wajib dizakati. Semua ini menurut pendapat mazhab Syafi’i. Sedangkan menurut pendapat mazhab Malikiyah, syarat ketiga (digembalakan) dan syarat keempat (tidak dipekerjakan) tidak menjadi pertimbangan. Sehingga, apabila ketiga binatang ternak tersebut telah mencapai nishab dan melewati masa setahun (haul), maka wajib dikeluarkan zakatnya. (Lihat Muhammad ibn Abdullah al-Kharasyi, Syarh Mukhtashar Khalil). Wallahu a’lam.

======================

Penulis:  Moh.Sibromulisi. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com


Popular posts from this blog

Zakat di Masa Rasulullah, Sahabat dan Tabi'in

ZAKAT DI MASA RASULULLAH, SAHABAT DAN TABI’IN Oleh: Saprida, MHI;  Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Islam merupakan agama yang diturunkan kepada umat manusia untuk mengatur berbagai persoalan dan urusan kehidupan dunia dan untuk mempersiapkan kehidupan akhirat. Agama Islam dikenal sebagai agama yang kaffah (menyeluruh) karena setiap detail urusan manusia itu telah dibahas dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ketika seseorang sudah beragama Islam (Muslim), maka kewajiban baginya adalah melengkapi syarat menjadi muslim atau yang dikenal dengan Rukun Islam. Rukun Islam terbagi menjadi lima bagian yaitu membaca syahadat, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, menjalankan puasa dan menunaikan haji bagi orang yang mampu. Zakat adalah salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban bagi setiap individu (Mukallaf) yang memiliki harta untuk mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam zakat itu sendiri. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah s

Akibat Menunda Membayar Zakat

Akibat Menunda Membayar Zakat Mal  Pertanyaan: - Jika ada orang yang tidak membayar zakat selama beberapa tahun, apa yang harus dilakukan? Jika sekarang dia ingin bertaubat, apakah zakatnya menjadi gugur? - Jika saya memiliki piutang di tempat orang lain, sudah ditagih beberapa kali tapi tidak bisa bayar, dan bulan ini saya ingin membayar zakat senilai 2jt. Bolehkah saya sampaikan ke orang yang utang itu bahwa utangmu sudah lunas, krn ditutupi dg zakat saya.. shg sy tdk perlu mengeluarkan uang 2 jt. Mohon pencerahannya Jawab: Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du, Orang yang menunda pembayaran zakat, dia BERDOSA. Sehingga wajib bertaubat. Imam Ibnu Utsaimin ditanya tentang orang yang tidak bayar zakat selama 4 tahun. Jawaban Beliau, هذا الشخص آثم في تأخير الزكاة ؛ لأن الواجب على المرء أن يؤدي  الزكاة فور وجوبها ولا يؤخرها ؛ لأن الواجبات الأصل وجوب القيام بها فوراً ، وعلى هذا الشخص أن يتوب إلى الله عز وجل من هذه المعصية “Orang ini berdos

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1 1.   The Parable of Spending in Allah’s Cause: Tafseer Ibn Kathir Sadaqa (Voluntary Charity in the Way of Allah) Tafseer Ibn Kathir – QS Al-Baqarah: 261 “The parable of those who spend their wealth in the way of Allah is that of a grain (of corn); it grows seven ears, and each ear has a hundred grains. Allah gives manifold increase to whom He wills. And Allah is All-Sufficient for His creatures’ needs, All-Knower .” This is a parable that Allah made of the multiplication of rewards for those who spend in His cause, seeking His pleasure. Allah multiplies the good deed ten to seven hundred times . Allah said,  The parable of those who spend their wealth in the way of Allah. Sa`id bin Jubayr commented, “Meaning spending in Allah’s obedience” . Makhul said that the Ayah means, “Spending on Jihad, on horse stalls, weapons and so forth” . The parable in the Ayah is more impressive on the heart than merely mentioning th