Keutamaan
Menunaikan Zakat
Segala puji bagi
Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga dan sahabatnya.
Para pembaca sekalian -yang semoga
senantiasa mendapat penjagaan Allah-, insya Allah dalam tulisan ini diketengahkan bahasan yang
cukup urgent karena
bahasan ini adalah bagian dari rukun Islam, yaitu mengenai zakat. Seluk beluk
zakat akan dipaparkan satu per satu dimulai dari keutamaan zakat, syarat zakat,
harta-harta yang dizakati dan siapakah yang berhak menerima zakat, juga
beberapa perincian lainnya yang dianggap penting untuk dibahas.
Zakat –secara bahasa- berarti “النّماء
والرّيع والزّيادة” berarti
bertambah atau tumbuh. Makna seperti dapat kita lihat dari perkataan ‘Ali bin
Abi Tholib,
العلم يزكو
بالإنفاق
“Ilmu itu semakin bertambah dengan
diinfakkan.”
Zakat secara bahasa juga berarti “الصّلاح”, yang lebih baik.
Sebagaimana dapat kita lihat pada firman Allah Ta’ala,
فَأَرَدْنَا
أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً
“Dan kami menghendaki, supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan
anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu” (QS. Al
Kahfi: 81).
Secara bahasa, zakat juga berarti “تطهير” mensucikan.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”
(QS. Asy Syams: 9). Zakat mensucikan seseorang dari sikap bakhil dan pelit.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
خُذْ مِنْ
أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka” (QS. At Taubah: 103).
Secara istilah syar’i, zakat berarti
penunaian kewajiban pada harta yang khusus, dengan cara yang khusus, dan
disyaratkan ketika dikeluarkan telah memenuhi haul (masa satu tahun) dan nishob (ukuran
minimal dikenai kewajiban zakat). Zakat pun kadang dimaksudkan untuk harta yang
dikeluarkan. Sedangkan muzakki adalah istilah untuk orang yang memiliki harta
dan mengeluarkan zakatnya.
Kita dapat mengambil pelajaran dari
definisi di atas bahwa zakat dapat disebut zakat karena pokok harta itu akan
tumbuh dengan bertambah barakah ketika dikeluarkan dan juga orang yang
mengeluarkan akan mendapatkan berkah dengan do’a dari orang yang berhak
menerima zakat tersebut. Harta lain yang tersisa juga akan bersih dari syubhat,
ditambah dengan terlepasnya dari kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan
harta tersebut.
Zakat disyari’atkan pada tahun kedua
hijriyah dekat dengan waktu disyari’atkannya puasa Ramadhan. Zakat ini merupakan
suatu kewajiban dan bagian dari rukun Islam. Hal ini tidak bisa diragukan lagi
karena telah terdapat berbagai dalil dari Al Qur’an, As Sunnah, dan ijma’ (kata
sepakat ulama).Dalil yang menyatakan wajibnya zakat di
antaranya terdapat dalam ayat,
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta
orang-orang yang ruku’” (QS. Al Baqarah: 43). Perintah zakat ini
berulang di dalam Al Qur’an dalam berbagai ayat sampai berulang hingga 32 kali. Begitu pula dalam hadits ditunjukkan
mengenai wajibnya melalui haditsd dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ
الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ،
وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah
(sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah
utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa
di bulan Ramadhan.”
Begitu juga dalam sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika memerintahkan pada Mu’adz yang ingin
berdakwah ke Yaman,
فَإِنْ هُمْ
أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً
فِى أَمْوَالِهِمْ ، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
“… Jika mereka telah mentaati engkau (untuk mentauhidkan Allah dan
menunaikan shalat ), maka ajarilah mereka sedekah (zakat) yang diwajibkan atas
mereka di mana zakat tersebut diambil dari orang-orang kaya di antara mereka
dan kemudian disebar kembali oleh orang miskin di antara mereka.”
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata,
“Zakat adalah suatu kepastian dalam
syari’at Islam, sehingga tidak perlu lagi kita bersusah payah mendatangkan
dalil-dalil untuk membuktikannya. Para ulama hanya berselisih pendapat dalam
hal perinciannya. Adapun hukum asalnya telah disepakati bahwa zakat itu WAJIB,
sehingga barang siapa yang mengingkarinya, ia menjadi kafir.”
Perlu diketahui bahwa istilah zakat dan
sedekah dalam syari’at Islam memiliki makna yang sama. Keduanya terbagi menjadi
dua: (1) WAJIB, dan (2) SUNAT. Adapun anggapan sebagian masyarakat bahwa zakat
adalah yang hukum, sedangkan sedekah adalah yang sunnah, maka itu adalah
anggapan yang tidak berdasarkan kepada dalil yang benar nan kuat.Ibnul ‘Arabi rahimahullah mengatakan,
“Zakat itu digunakan untuk istilah sedekah yang wajib, yang sunnah, untuk
nafkah, kewajiban dan pemaafan.”
Keutamaan Menunaikan Zakat
1. Menyempurnakan keislaman seorang
hamba. Zakat merupakan bagian dari rukun Islam yang lima. Apabila seseorang
melakukannya, maka keislamannya akan menjadi sempurna. Hal ini tidak diragukan
lagi merupakan suatu tujuan/hikmah yang amat agung dan setiap muslim pasti
selalu berusaha agar keislamannya menjadi sempurna.
2. Menunjukkan benarnya iman seseorang.
Sesungguhnya harta adalah sesuatu yang sangat dicintai oleh jiwa. Sesuatu yang
dicintai itu tidaklah dikeluarkan kecuali dengan mengharap balasan yang semisal
atau bahkan lebih dari yang dikeluarkan. Oleh karena itu, zakat disebut juga shadaqah
(yang berasal dari kata shiddiq yang berarti benar/jujur, -pen) karena zakat
akan menunjukkan benarnya iman muzakki (baca: orang yang mengeluarkan zakat)
yang mengharapkan ridha Allah dengan zakatnya tersebut.
3. Membuat keimanan seseorang menjadi
sempurna. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
لا يُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga dia mencintai
saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” Sebagaimana kita
mencintai jika ada saudara kita meringankan kesusahan kita, begitu juga
seharusnya kita suka untuk meringankan kesusahan saudara kita yang lain. Maka
pemberian seperti ini merupakan tanda kesempurnaan iman kita.
4. Sebab masuk surga.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ فِى
الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ
ظُهُورِهَافَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى
لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ
“Sesungguhnya di surga terdapat kamar yang luarnya dapat terlihat dari
dalamnya dan dalamnya dapat terlihat dari luarnya.” Kemudian ada seorang badui
berdiri lantas bertanya, “Kepada siapa (kamar tersebut) wahai Rasulullah?”
Beliau bersabda, “Bagi orang yang berkata baik, memberi makan (di antaranya
lewat zakat, pen), rajin berpuasa, shalat karena Allah di malam hari di saat
manusia sedang terlelap tidur.” Setiap kita tentu
saja ingin masuk surga.
5. Menjadikan masyarakat Islam
seperti keluarga besar (satu kesatuan). Karena dengan zakat, berarti yang kaya
menolong yang miskin dan orang yang berkecukupan akan menolong orang yang
kesulitan. Akhirnya setiap orang merasa seperti satu saudara. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَحْسِنْ
كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu” (QS. Al Qoshosh: 77)
6. Memadamkan kemarahan orang
miskin. Terkadang orang miskin menjadi marah karena melihat orang kaya hidup
mewah. OrangEd kaya dapat memakai kendaraan yang dia suka (dengan
berganti-ganti) atau tinggal di rumah mana saja yang dia mau. Tidak ragu lagi,
pasti akan timbul sesuatu (kemarahan, pen-) pada hati orang miskin. Apabila
orang kaya berderma pada mereka, maka padamlah kemarahan tersebut. Mereka akan
mengatakan,”Saudara-saudara kami ini mengetahui kami berada dalam kesusahan”.
Maka orang miskin tersebut akan suka dan timbul rasa cinta kepada orang kaya
yang berderma tadi.
7. Menghalangi berbagai bentuk
pencurian, pemaksaan, dan perampasan. Karena dengan zakat, sebagian kebutuhan
orang yang hidupnya dalam kemiskinan sudah terpenuhi, sehingga hal ini
menghalangi mereka untuk merampas harta orang-orang kaya atau berbuat jahat
kepada mereka.
8. Menyelamatkan seseorang dari
panasnya hari kiamat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ
امْرِئٍ فِى ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ
“Setiap orang akan berada di naungan amalan sedekahnya hingga ia
mendapatkan keputusan di tengah-tengah manusia.”
9. Seseorang akan lebih mengenal
hukum dan aturan Allah. Karena ia tidaklah menunaikan zakat sampai ia
mengetahui hukum zakat dan keadaan hartanya. Juga ia pasti telah mengetahui
nishob zakat tersebut dan orang yang berhak menerimanya serta hal-hal lain yang
urgent diketahui.
10. Menambah harta. Terkadang Allah
membuka pintu rizki dari harta yang dizakati. Sebagaimana terdapat dalam hadits
yang artinya,
مَا نَقَصَتْ
صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.”
11. Merupakan sebab turunnya banyak
kebaikan. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَمْ
يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ
وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا
“Tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka,
melainkan mereka akan dicegah dari mendapatkan hujan dari langit. Sekiranya
bukan karena binatang-binatang ternak, niscaya mereka tidak diberi hujan.”
12. Zakat akan meredam murka Allah.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
إِنَّ
الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَتَدْفَعُ مِيتَةَ السُّوءِ
“Sedekah itu dapat memamkan murka Allah dan mencegah dari keadaan mati
yang jelek.”
13. Dosa akan terampuni.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالصَّدَقَةُ
تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ
“Sedekah itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api.”
Hukum
Orang yang Enggan Menunaikan Zakat
Pertama: Orang yang mengingkari kewajiban zakat.
Kita sudah pahami bahwa zakat adalah bagian dari rukun Islam. Para ulama bersepakat (berijma’) bahwa siapa yang menentang dan mengingkari kewajiban zakat, maka ia telah KAFIR dan MURTAD dari Islam. Karena ini adalah perkara ma’lum minad diini bid darurah, yaitu sudah diketahui akan wajibnya. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Barangsiapa mengingkari kewajiban zakat di zaman ini, ia KAFIR berdasarkan kesepakatan para ulama.” Ibnu Hajar berkata, “Adapun hukum asal zakat adalah WAJIB. Siapa yang menentang hukum zakat ini, ia KAFIR.”
Kedua: Orang yang enggan menunaikan zakat dala rangka bakhil dan pelit.
Orang yang enggan menunaikan zakat dalam keadaan meyakini wajibnya, ia adalah orang fasik dan akan mendapatkan siksa yang pedih di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak (maksudnya harta apa saja yang dapat dinilai dengan uang/dana- karena dulu uang menggunakan dinar yaitu terbuat dari emas dan dirham terbuat dari perak) tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu (maksudnya harta/dana-pen)dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At Taubah: 34-35).
Di dalam beberapa hadits disebutkan ancaman bagi orang yang enggan menunaikan zakat. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمَ القِيَامَةِ صُفِحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ، فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ، فَيُكْوَى بِهَا جَبْهَتُهُ وَجَنْبُهُ وَظَهْرُهُ، كُلَّمَا بَرُدَتْ أُعِيْدَتْ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَان مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى الجَنَّةِ، وَإِمَّا إِلَى النَّارِ
“Siapa saja yang memiliki emas atau perak (maksudnya harta apa saja bentuknya-pen)tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.”
Diriwayatkan dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku datang menemui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang berlindung di bawah naungan Ka’bah. Beliau bersabda, ‘Merekalah orang-orang yang paling merugi, demi Rabb Pemilik Ka’bah’. Beliau mengucapkannya tiga kali. Abu Dzar berkata, “Aku pun menjadi sedih, aku menarik nafas lalu berkata, ‘Ini merupakan peristiwa yang buruk pada diriku. Aku bertanya, Siapakah mereka? Ayah dan ibuku menjadi tebusannya?’” Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الأَكْثَرُوْنَ أَمْوَالاً، إِلاَّ مَنْ قَالَ فِي عِبَادِ اللهِ هَكَذَا وَهَكَذَا وَقَلِيْلٌ مَا هُمْ مَا مِنْ رَجُلٍ يَمُوْتُ فَيَتْرُكُ غَنَمًا اَوْ إِبِلاً أَوْ بَقَرًا لاَ يُؤَدِّي زَكَاتَهَا إِلاَّ جَاءَتْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ أَعْظَمُ مَا تَكُوْنُ وَأَسْمَنُ حَتَّى تَطَأَهُ بِأَظْلاَفِهَا، وَتَنْطِحُهُ بِقُرُوْنِهَا، حَتَّى يَقْضِيَ اللهُ بَيْنَ النَّاسِ ثُمَّ تَعُوْدُ أُوْلاَهَا عَلىَ أُخْرَاهَا
“Orang-orang yang banyak hartanya! Kecuali yang menyedekahkannya kepada hamba-hamba Allah begini dan begini. Namun sangat sedikit mereka itu. Tidaklah seorang lelaki mati lalu ia meninggalkan kambing atau unta atau sapi yang tidak ia keluarkan zakatnya melainkan hewan-hewan itu akan datang kepadanya pada hari kiamat dalam bentuk yang sangat besar dan sangat gemuk lalu menginjaknya dengan kukunya dan menanduknya dengan tanduknya. Hingga Allah memutuskan perkara di antara manusia. Kemudian hewan yang paling depan menginjaknya kembali, begitu pula hewan yang paling belakang berlalu, begitulah seterusnya.”
Kecerobohan Kaum Muslimin Terkait Kewajiban Zakat
Meremehkan kewajiban zakat dan malas mengeluarkan zakat sesuai waktunya merupakan KEMUNGKARAN dan KEMAKSIATAN yang riil terjadi di tengah-tengah kaum muslimin. Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Zakat merupakan kewajiban kaum muslimin yang berkaitan dengan masalah harta. Merupakan kewajiban atas setiap kaum muslimin untuk menunaikan zakat ketika sudah tiba saatnya untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Kaum muslimin hendaknya menunaikan zakat ini dengan kerelaan hatinya, ikhlas dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala mengancam orang-orang yang tidak mau menunaikan zakat dengan ancaman yang mengerikan dalam firman-Nya,
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 180)
Allah Ta’ala juga memberikan ancaman,
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak (maksudnya harta apa saja bentuknya yang dapat dinilai dengan uang/dana-pen) dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah [9]: 34)
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ، لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا، إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ، فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ، فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ، كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ، فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ، فَيَرَى سَبِيلَهُ، إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِمَّا إِلَى النَّارِ
“Siapa saja yang memiliki harta ( yang berupa apa yang dapat dinilai dengan uang/dinar, dirham), namun tidak menunaikan haknya (kewajiban zakat, pent.), maka pada hari kiamat nanti akan dibuatkan lempengan (seterika) dari api neraka, lalu dipanaskan di dalam api neraka jahannam. Dengan lempengan tersebut, perut, dahi, dan punggungnya diseterika. Setiap kali seterika tersebut dingin, akan dipanaskan lagi dan dipakai lagi untuk menyeterika setiap hari, yang setara dengan lima puluh ribu tahun (di dunia), hingga perkaranya diputuskan. Setelah itu dia mengetahui jalannya, apakah ke surga atau ke neraka.” (HR. Muslim 987)
Waktu mengeluarkan zakat harta adalah ketika telah mencapai nisab dan haul, yaitu telah mencukupi kadar zakat dan telah mencapai satu tahun (hijriyah). Setiap telah mencapai nisab atau sudah mencapai setahun hijriyah, seorang muslim harus menzakatkan hartanya jika telah mencapai nishab. Dia wajib mencari orang-orang yang berhak menerima zakatnya atau menyerahkannya pada lembaga-lembaga yang mengelola penyaluran zakat . Mustahik (penerima zakat) yaitu delapan golongan yang telah Allah Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 60)
Inilah delapan golongan penerima zakat yang telah Allah Ta’ala tetapkan. Jika seseorang tidak memperhatikan hal ini, dan menyalurkan zakatnya kepada pihak yang tidak berhak menerima, maka dia tidak dianggap telah menunaikan zakat alias kewajiban zakat atas orang tersebut belum gugur.
Oleh karena itu, WAJIB atas setiap muslim untuk mempelajari ilmu yang berkaitan dengan zakat. Seorang muslim harus memahami tentang jenis harta apa saja yang terkena kewajiban zakat dalam syariat, sampai berapa mencapai nisab zakat, kapan dibebankan mengeluarkan zakat (mencapai haul), bagaimana perhitungan zakatnya (berapa persen), dan sebagainya. Jika dia tidak mengetahui dan kesulitan dalam memahami, hendaklah dia bertanya kepada orang yang berilmu (ulama atau ustadz), sehingga dia paham dan bisa menunaikan kewajiban zakat dengan benar sesuai ketentuan syariat. Karena tidak mungkin seseorang dapat menunaikan kewajiban zakat kecuali setelah dia memahami hukum-hukum berkaitan dengan kewajiban zakat.
Anjuran Membayar Zakat di Bulan Sya’ban
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, hendaknya seorang muslim benar-benar fokus untuk melakukan ibadah dan menebar kebaikan kepada sesama manusia. Salah satu cara menebar kebaikan adalah berusaha membayar zakat di bulan Sya’ban apabila memungkinkan. Bulan Sya’ban adalah tepat satu bulan sebelum Ramadhan, tujuan utamanya adalah agar orang miskin dan lemah bisa menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan tanpa harus terlalu pusing atau merasa susah dengan mencari makanan di bulan Ramadhan.
Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan,
روي عن بعض السلف أنهم كانوا إذا دخل شعبان أخرجوا زكاة أموالهم تقوية للضعيف والمسكين على صيام رمضان
“Diriwayatkan bahwa sebagian salaf mengeluarkan zakat harta mereka di bulan Sya’ban dengan tujuan agar kaum miskin dan dhu’afa mampu menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan.” [Fathul Baari 13/311].
Zakat harta atau zakat mal adalah zakat yang dikeluarkan sudah mencapai nisab dan haul (setiap tahun), sehingga apabila harta kita terus di atas nishab, maka kita bisa rutin mengeluarkan zakat tepat di bulan Sya’ban setiap tahun.
Dari ‘Aisyah, beliau berkata:
ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻳَﻘُﻮْﻝُ : ﻻَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﻓِﻲْ ﻣَﺎﻝٍ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺤُﻮْﻝَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﺤَﻮْﻝُ
Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, “Tidak ada zakat pada harta sampai harta itu berlalu setahun lamanya (mencapai haul-pen) [HR. Ibnu Majah, shahih]
Perhatikan bagaimana para ulama dan orang shalih sebelum kita yang benar-benar perhatian dengan orang miskin dan lemah. Orang miskin dalam keseharian mereka terkadang waktu habis untuk mencari uang untuk sekedar bisa makan dan menyambung hidup. Dengan adanya zakat dan sedekah di bulan sya’ban dan Ramadhan, diharapkan mereka bisa fokus puasa dan fokus beribadah di bulan Ramadhan. Memperhatikan orang miskin dan lemah adalah sebab turunnya pertolongan Allah bagi kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَبْغُوْنِي الضُّعَفَاءَ، فَإِنَّمَا تُرْزَقُوْنَ وَتُنْصَرُوْنَ بِضُعَفَائِكُمْ
“Carilah keridhaanku dengan berbuat baik kepada orang-orang lemah kalian, karena kalian diberi rezeki dan ditolong disebabkan orang-orang lemah kalian.” [Ash-Shahihah no. 779]
Orang yang fakir dan miskin do’a mereka lebih mustajab dan lebih ikhlas, berbeda dengan orang kaya yang terkadang sombong dan tidak ikhlas. Bisa jadi orang miskin tersebut mendo’akan kita ketika menolong dan memperhatikan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
Orang yang fakir dan miskin do’a mereka lebih mustajab dan lebih ikhlas, berbeda dengan orang kaya yang terkadang sombong dan tidak ikhlas. Bisa jadi orang miskin tersebut mendo’akan kita ketika menolong dan memperhatikan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنما ينصُر الله هذه الأمةَ بضعيفها: بدعوتِهم، وصلاتِهم، وإِخلاصهم
“Sesungguhnya Allah akan menolong umat ini dengan sebab orang-orang yang lemah dari mereka, yaitu dengan doa, shalat dan keikhlasan mereka.” [HR Nasa’i. 3179]
Bukan hanya zakat mal yang disarankan untuk dibayar, bahkan di bulan Ramadhan kita dianjurlan untuk banyak bersedekah untuk membantu saudara kita yang miskin dan kesusahan dan ini dicontohkan oleh suri teladan kita yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau samgat dermawan dan lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan
‘Aisyah berkata,
ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠّٰـﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﺟْﻮَﺩَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ، ﻭَﺃَﺟْﻮَﺩُ ﻣَﺎ ﻳَـﻜُﻮْﻥُ ﻓِـﻲْ ﺭَﻣَﻀَﺎ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan.” [HR. Bukhari & Muslim].
Hendaklah kita yakin bahwa apa yang kita zakatkan dan sedekahkan akan mendapat ganti dari Allah yang jauh lebih baik. Itulah iman kita kepada Allah dan hari akhir.
Allah berfirman,
Hendaklah kita yakin bahwa apa yang kita zakatkan dan sedekahkan akan mendapat ganti dari Allah yang jauh lebih baik. Itulah iman kita kepada Allah dan hari akhir.
Allah berfirman,
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)
Syarat-syarat Zakat
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam masalah kewajiban zakat. Syarat tersebut berkaitan dengan muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dan berkaitan dengan harta.
Syarat Pertama, berkaitan dengan muzakki: (1) Islam, dan (2) merdeka.
Adapun anak kecil dan orang gila –jika memiliki harta dan memenuhi syarat-syaratnya- masih tetap dikenai zakat yang nanti akan dikeluarkan oleh walinya. Pendapat ini adalah pendapat terkuat dan dipilih oleh mayoritas ulama.
Syarat Kedua, berkaitan dengan harta yang dikeluarkan: (1) harta tersebut dimiliki secara sempurna, (2) harta tersebut adalah harta yang berkembang, (3) harta tersebut telah mencapai nishob, (4) telah mencapai haul (harta tersebut bertahan selama setahun), (5) harta tersebut merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok. Berikut rincian dari syarat yang berkaitan dengan harta.
(1) Dimiliki secara sempurna.
Pemilik harta yang hakiki sebenarnya adalah Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan dalam sebuah ayat,
آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al Hadiid: 7).
Al Qurthubi menjelaskan, “Ayat ini merupakan dalil bahwa pada hakekatnya harta adalah milik Allah. Hamba tidaklah memiliki apa-apa melainkan apa yang Allah ridhoi. Siapa saja yang menginfakkan hartanya pada jalan Allah sebagaimana halnya seseorang yang mengeluarkan harta orang lain dengan seizinnya, maka ia akan mendapatkan pahala yang melimpah dan amat banyak.”
Al Qurthubi menjelaskan, “Ayat ini merupakan dalil bahwa pada hakekatnya harta adalah milik Allah. Hamba tidaklah memiliki apa-apa melainkan apa yang Allah ridhoi. Siapa saja yang menginfakkan hartanya pada jalan Allah sebagaimana halnya seseorang yang mengeluarkan harta orang lain dengan seizinnya, maka ia akan mendapatkan pahala yang melimpah dan amat banyak.”
Harta yang hakikatnya milik Allah ini telah dikuasakan pada manusia. Jadi manusia yang diberi harta saat ini dianggap sebagai pemegang amanat harta yang hakikatnya milik Allah. Sedangkan yang dimaksud dengan syarat di sini adalah harta tersebut adalah milik di tangan individu dan tidak berkaitan dengan hak orang lain, atau harta tersebut disalurkan atas pilihannya sendiri dan faedah dari harta tersebut dapat ia peroleh. Dari sini, apakah piutang itu terkena zakat? Pendapat yang tepat dalam hal ini, piutang bisa dirinci menjadi dua macam:
- Piutang yang diharapkan bisa dilunasi karena diutangkan pada orang yang mampu untuk mengembalikan. Piutang seperti ini dikenai zakat, ditunaikan segera dengan harta yang dimiliki oleh orang yang member utangan dan dikeluarkan setiap haul (setiap tahun).
- Piutang yang sulit diharapkan untuk dilunasi karena diutangkan pada orang yang sulit dalam melunasinya. Piutang seperti ini tidak dikenai zakat sampai piutang tersebut dilunasi.
(2) Termasuk harta yang berkembang.
Yang dimaksudkan di sini adalah harta tersebut mendatangkan keuntungan dan manfaat bagi si empunya atau harta itu sendiri berkembang dengan sendirinya. Oleh karena itu, para ulama membagi harta yang berkembang menjadi dua macam: (a) harta yang berkembang secara hakiki (kuantitas), seperti harta perdagangan dan hewan ternak hasil perkembangbiakan, (b) harta yang berkembang secara takdiri (kualitas).
Dalil dari syarat ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ صَدَقَةٌ فِى عَبْدِهِ وَلاَ فَرَسِهِ
“Seorang muslim tidak dikenai kewajiban zakat pada budak dan kudanya.”
Dari sini, maka tidak ada zakat pada harta yang disimpan untuk kebutuhan pokok semisal makanan yang disimpan, kendaraan, dan rumah.
(3) Telah mencapai nishab.
Nishob adalah ukuran minimal suatu harta dikenai zakat. Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ ، وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ ، وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ
“Tidak zakat bagi perak di bawah 5 uqiyah, tidak ada zakat bagi unta di bawah 5 ekor dan tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.”
Untuk masing-masing harta yang dikenai zakat, ada ketentuan nishob masing-masing yang nanti akan dijelaskan.
(4) Telah mencapai haul.
Artinya harta yang dikenai zakat telah mencapai masa satu tahun atau 12 bulan Hijriyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَيْسَ فِى مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ
“Dan tidak ada zakat pada harta hingga mencapai haul.”
Syarat ini berlaku bagi zakat pada mata uang dan hewan ternak. Sedangkan untuk zakat hasil pertanian tidak ada syarat haul. Zakat pertanian dikeluarkan setiap kali panen.
(5) Kelebihan dari kebutuhan pokok.
Harta yang merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok, itulah sebagai barometer seseorang itu dianggap mampu atau berkecukupan. Sedangkan harta yang masih dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok, maka seperti ini dikatakan tidak mampu. Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah apabila kebutuhan tersebut dikeluarkan, maka seseorang bisa jadi akan celaka, seperti nafkah, tempat tinggal, dan pakaian.
Harta yang Dikenai Zakat
Beberapa harta yang para ulama sepakat wajib dikenai zakat adalah:
- Atsman (Emas, Perak dan Mata uang (seperti Gaji, Saham, Uang Simpanan/Deposito, dll).
- Hewan ternak (unta, sapi, dan kambing).
- Pertanian dan buah-buahan (gandum, kurma, dan anggur).
*******************************