Skip to main content

Sedekah Tak Akan Mengurangi Harta #5



Sedekah Tak Akan Mengurangi  Harta

#5

Berkah Sedekah
Ada sebuah kisah luar biasa yang semoga saja bisa menginspirasi kita untuk menyuburkan sedekah secara sembunyi-sembunyi, karena sangat mungkin sedekah tersebut bisa membawa keberkahan bagi diri kita maupun orang yang menerimanya. Sebagaimana kisah berikut ini:
Seorang pria merasa tergerak hatinya ketika mendengar hadits yang berbunyi, “Sedekah dengan sembunyi-sembunyi memadamkan kemurkaan Allah.” (HR Thabrani dengan sanad Hasan). Maka ia pun berniat mengumpulkan sejumlah uang untuk disedekahkan secara rahasia. Ia menyisihkan pendapatannya selama setahun sehingga berhasil mengumpulkan dinar yang cukup banyak. Malam itu ia keluar rumah dengan membawa sekantung besar berisi dinar, menggunakan pakaian hitam dan menutupi mukanya agar tak dikenali orang. Ia mencoba mencari seseorang yang kiranya tepat untuk diberikannya sedekah rahasia tersebut. Di tengah perjalanan, ia melihat seorang wanita tertidur di emperan jalan, maka dilemparkannya kantong berisi dinar itu ke arah sang wanita, dan ia pun lari terbirit-birit. Pria itu berharap dalam hatinya bahwa Allah meridhoi sedekah yang telah susah payah ia kumpulkan dan kemudian diberikannya secara rahasia untuk wanita di pinggir jalan itu. Hatinya terasa sungguh bahagia.
Keesokan paginya, desa itu dilanda kehebohan. Semalam seorang pria misterius melemparkan sekantung penuh uang dinar pada seorang wanita pelacur yang sedang menunggu pelanggan datang di pinggir jalan. Mendengar hal ini, tentu saja pria itu merasa amat sedih. Rupanya Allah tak menerima sedekah rahasianya. Sedekah yang susah payah ia kumpulkan selama setahun malah dinikmati oleh seorang pelacur.
Tak putus asa, pria itu pun mencoba menyisihkan lagi uang untuk bersedekah rahasia. Setahun kemudian, sejumlah besar uang berhasil kembali ia kumpulkan. Malam tiba, pria itu kembali keluar rumah dengan pakaian warna gelap dan penutup wajah sambil membawa sekantung penuh dinar. Kali ini ia berharap bisa menemukan seseorang yang tepat untuk menerima sedekahnya. Di tengah jalan ia melihat seorang kakek tua berjalan tertatih-tatih, pria itu pun merasa iba dan memberikan sekantung dinar nya untuk kakek tersebut sambil berkata, “Terimalah sedekah saya!”
Keesokan harinya, desa itu kembali gempar. Seorang kakek tua yang kaya raya dan terkenal pelit menerima sekantung penuh dinar dari pria misterius tadi malam. Tentu saja berita ini kembali menohok hati pria tersebut. Namun ia kembali berusaha mengumpulkan uang untuk sedekah rahasia selanjutnya, kali ini ia takkan salah beri sedekah lagi! Demikianlah azamnya. Setahun berlalu, pria itu kembali akan melakukan misi sedekah rahasianya. Malam itu dengan sekantung dinar di tangan, ia berharap kali ini bisa memberi sedekah pada seseorang yang tepat.
Di tengah jalan ia melihat seorang pria berjalan dengan tampang kusut dan gundah gulana. Ia pun tergerak hatinya untuk memberi sedekahnya pada pria tersebut. “Terimalah sedekahku ini.” Ucapnya pada pria bertampang kusut tersebut, kemudian lari terbirit-birit agar ia tak dikenali. Besok paginya, desa itu kembali heboh karena semalam seorang pencuri mendapatkan sekantung penuh dinar dari pria misterius. Mendengar hal tersebut, pria itu merasa lemas seketika, tiga tahun sudah ia mencoba mengamalkan sedekah rahasia, namun selalu salah sasaran. Apakah ia begitu busuknya hingga Allah tak menerima sedekahnya itu? Pria itu pun bermuram durja.
Puluhan tahun kemudian, tak terasa pria itu sudah tua renta, di usia senjanya ia kemudian mendengar ada dua orang ulama adik dan kakak, keduanya menjadi ulama besar dan mempunyai murid ribuan jumlahnya.
Kedua Ulama itu mulanya adalah anak yatim, ayah mereka wafat saat mereka masih kecil, lalu karena jatuh miskin maka ibunya akhirnya melacur untuk menghidupi diri dan anaknya, namun suatu malam ibunya bermunajat pada Allah: “Wahai Rabb, kuharamkan rezeki yang haram untuk anak-anakku, malam ini berilah aku rezeki Mu yang halal.” Lalu Ibu itu tertidur di emperan jalan, dan tiba-tiba saja ada seorang pria misterius bercadar yang melemparkan sekantung uang dinar emas padanya, maka sang Ibu gembira, bertobat, dan menyekolahkan anaknya dengan uang itu hingga kedua anaknya menjadi Ulama serta mempunyai murid ribuan banyaknya.
Mendengar kisah ini, pria tua renta itu pun meneteskan air mata. Ternyata sedekah yang ia lakukan bertahun-tahun sebelumnya dijaga oleh Allah hingga mampu mendidik anak-anak dari seorang pelacur menjadi ulama besar. Subhanallah.
Tak lama dari itu, ia mendapat kabar lainnya tentang sebuah rumah amal yang tak pernah sepi dikunjungi orang miskin, rumah amal itu selalu membagi-bagikan harta pada para fakir. Ternyata rumah amal itu didirikan oleh seorang tua renta kaya raya yang awalnya sangat kikir, namun suatu malam ia dihadiahi sekantung uang dinar emas oleh pria misterius, iapun malu dan bertobat, lalu menginfakkan seluruh hartanya untuk rumah amal tersebut.
Selanjutnya, sebuah kabar mengejutkan tentang seorang wali Allah yang baru saja wafat didengar pula oleh pria itu. Wali Allah ini dulunya adalah seorang perampok, suatu malam ia dilempari sekarung uang dinar oleh pria misterius, lalu ia bersyukur kepada Allah, beribadah dan beribadah, meninggalkan kehidupan duniawi, berpuasa dan bertahajud, sampai akhirnya menjadi orang yang Shaleh dan Mulia, bahkan wafat setelah banyak orang yang bertobat melalui perantaranya.
Pria tua renta itu pun menangis tersedu-sedu dan bersimpuh, betapa sedekah rahasianya selama tiga tahun berturut-turut itu tidak disia-siakan oleh Allah.
Sahabat, demikianlah dahsyatnya berkah sedekah yang diberikan secara sembunyi-sembunyi. Semoga kisah ini mampu menggerakkan hati kita untuk lebih semangat bersedekah, karena kita tak tahu keberkahan macam apa yang bisa kita peroleh dari tiap Rupiah yang kita nafkahkan di jalan Allah.
Dari Nabi saw., beliau bersabda: Seorang lelaki berkata: Sungguh aku akan mengeluarkan sedekah pada malam ini. Lalu ia keluar membawa sedekahnya dan jatuh ke tangan seorang wanita pezina. Pada pagi harinya, orang banyak membicarakan: Tadi malam, seorang wanita pezina mendapatkan sedekah. Lelaki itu mengucap: Ya Allah, hanya bagi-Mu segala puji, (sedekahku jatuh pada wanita pezina). Aku akan bersedekah lagi. Dia keluar membawa sedekahnya dan jatuh ke tangan orang kaya. Pada pagi harinya, orang banyak membicarakan: Sedekah diberikan kepada orang kaya. Orang itu mengucap: Ya Allah, hanya bagi-Mu segala puji, (sedekahku jatuh pada orang kaya). Aku akan bersedekah lagi. Kemudian ia keluar membawa sedekah dan jatuh ke tangan pencuri. Pada pagi harinya, orang banyak membicarakan: Sedekah diberikan kepada pencuri. Orang itu mengucap: Ya Allah, hanya bagi-Mu segala puji, sedekahku ternyata jatuh pada wanita pezina, pada orang kaya dan pada pencuri. Lalu ia didatangi (malaikat) dan dikatakan kepadanya: Sedekahmu benar-benar telah diterima. Boleh jadi wanita pezina itu akan menghentikan perbuatan zinanya, karena sedekahmu, orang kaya dapat mengambil pelajaran dan mau memberikan sebagian apa yang telah diberikan Allah kepadanya. Dan mungkin saja si pencuri menghentikan perbuatan mencurinya, karena sedekahmu. (Shahih Muslim No.1698)
Jangan pernah berhenti berbagi, karena Allah pun tak pernah berhenti memberi kita nikmatNya. Wallaahualam. (SH)

Memberi pinjaman Lebih Utama dari Sedekah
“Sedekah berpahala sepuluh kalinya, sedangkan memberi pinjaman berpahala delapan belas kalinya.”Rasulullah bertanya kepada Jibril, “Wahai Jibril, mengapa pinjaman lebih utama daripada sedekah?”Lalu Jibril menjawab, “Karena seorang peminta-minta, (terkadang) ia masih memiliki (harta), sedangkan orang yang meminta pinjaman, ia tidak akan meminta pinjaman kecuali karena kebutuhan.” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi)
Mungkin di antara kita ada yang belum mengetahui bahwa memberi pinjaman jauh lebih utama daripada bersedekah. Sebagaimana isi hadits di atas, memang benar terkadang orang meminta pinjaman dikarenakan benar-benar sedang membutuhkan bantuan dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan ketika kita memberi sedekah pada seseorang, bisa jadi sebenarnya orang tersebut sudah memperoleh sedekah dari yang lain, atau sedang tidak terlalu urgen memerlukannya karena masih memiliki simpanan.
Akan tetapi, tetap saja kita perlu selektif dalam memberi pinjaman, jangan sampai utang yang kita maksudkan untuk membantu, malah berefek sebaliknya, yakni justru menyuburkan karakter buruk seseorang yang terbiasa berutang.
Sudah menjadi rahasia umum, banyak orang di zaman sekarang ini berutang bukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melainkan untuk memenuhi gaya hidupnya yang tinggi. Oleh sebab itu dalam memberi pinjaman pun kita perlu memperhatikan poin-poin berikut ini:
1. Pastikan karakter si peminjam dapat dipercaya
Sesungguhnya ada orang-orang yang ketika berutang telah memancang niat untuk tidak membayarnya. Orang-orang yang seperti ini sebaiknya tidak diberikan pinjaman karena justru berdampak buruk untuk dirinya di dunia dan akhirat. “Tidaklah seseorang berutang dengan niatan tidak melunasinya, melainkan ia akan menghadap Allah dalam keadaan teranggap sebagai seorang pencuri.” (HR. Ibnu Majah dan al Baihaqi). Orang seperti ini justru perlu diberi peringatan agar tak menyepelekan utang-utangnya.
“Barang siapa mati dan memiliki tanggungan utang dinar ataupun dirham, maka ia akan dilunasi dengan pahala kebaikannya. Karena di akhirat tiada lagi manfaat dinar ataupun dirham.” (HR. Ibnu Majah)
2. Tidak mempersyaratkan penambahan dalam membayar atau pemberian hadiah
Jangan sampai pinjaman yang kita berikan mengandung unsur riba karena adanya syarat penambahan jumlah nominal atau pemberian hadiah ketika pelunasan.
“Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.”
Beda halnya jika si pemilik utang yang berinisiatif memberi hadiah sebagai ucapan terimakasih, asalkan hal ini tidak dijadikan syarat atau permintaan dari pemilik piutang.
3. Berniat membantu dan memudahkan kesulitan orang lain
Ada orang yang memberi pinjaman utang hanya karena merasa tidak enak kalau tidak memberikan, atau merasa terpaksa. Sungguh amat disayangkan. Padahal jika kita meminjamkan dengan niat melepas kesulitan orang lain, Allah mencintai hal-hal yang demikian dan sebagai balasannya Ia akan memudahkan segala urusan kita di dunia maupun akhirat.
Barangsiapa yang meringankan kesulitan seorang mukmin di dunia niscaya Allah akan meringankan kesulitannya di Akhirat dan barangsiapa yang mempermudah orang mukmin yang sedang dalam kesulitan niscaya Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan akhirat. (HR. Muslim, no.7028)
Sahabat, jelas bahwa memberi pinjaman bukanlah perkara muamalah yang bisa diremehkan, karena sesungguhnya nilainya bisa jauh lebih besar dibandingkan bersedekah dengan harta benda. Wallaahualam. (SH)
Naungan Sedekah
Pernahkah kita terjebak pada situasi hujan lebat, angin kencang, pohon tumbang, dan kilat menyambar, sementara kita tak menemukan satu tempat pun untuk berteduh atau bernaung sementara waktu? Tentu kondisi tersebut amat mencekam. Basah kuyup, kedinginan, ketakutan, bahkan jika sekadar menemukan halte kecil untuk bernaung pun akan sangat kita syukuri.
Atau sebaliknya, pernahkah Sahabat merasakan siang yang begitu terik, matahari membakar, namun sebuah payung untuk berlindung pun tak ada? Bayangan rimbun pohon untuk bernaung pun tak tampak. Sehingga kita akhirnya mengalami dehidrasi, kepala berkunang-kunang, badan lemas, dan rasanya memiliki sehelai kain untuk bernaung di bawahnya pun sudah merupakan sebuah nikmat yang dahsyat.
Mari kita sadari bahwa situasi seperti itu akan segera kita temui, yakni saat kiamat tiba dan seluruh manusia dibangkitkan di padang mahsyar untuk diadili. Takkan ada satu naungan pun di saat itu kecuali naungan Allah, dan setiap orang akan berada di bawah naungan sedekahnya masing-masing hingga jatuhnya penetapan keputusan.
Setiap orang berada di bawah naungan sedekahnya hingga manusia diadili (oleh pengadilan Allah),” atau beliau bersabda, “Hingga keputusan di antara manusia ditetapkan (oleh pengadilan Allah),” (HR. Ibnu Khuzaimah. Hadits shahih berdasarkan sanad muslim).
Bayangkanlah hari yang penuh huru-hara dan kegoncangan, setiap orang hanya mempedulikan urusannya masing-masing. Matahari akan terasa sangat dekat di ubun-ubun, bahkan manusia akan tenggelam dalam lautan keringatnya sendiri saking beratnya penantian di hari itu.
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Pada hari kiamat manusia akan berkeringat hingga mengalir sejauh tujuh puluh hasta, dan akan menenggelamkan mereka hingga mencapai telinga mereka,” (HR. Bukhari). Di saat itulah sedekah yang kita nafkahkan selama hidup di dunia ini akan berfungsi melindungi diri kita, yakni menjadi tempat bernaung di kala menanti keputusan pengadilan Allah.
Pertanyaannya, akan seberapa besarkah tempat naungan kita di hari kiamat tersebut? Apakah hanya selebar daun pisang? Sebesar halte bis? Ataukah seluas istana megah? Hanya kita yang bisa menentukannya, saat ini juga, selagi nyawa masih dikandung badan! Sudah seberapa besarkah jumlah sedekah yang kita keluarkan selama ini?
Apakah kita baru bersedekah 1% saja dari jumlah harta yang dimiliki, atau sudah 10% bahkan 50% dari total kekayaan yang Allah titipkan pada kita?
Banyak orang yang bangga telah bersedekah sekian milyar, padahal harta yang dimilikinya mencapai puluhan trilyun! Sebaliknya, ada orang yang begitu malu hanya mampu bersedekah sebuah roti, padahal harta yang dimilikinya memang hanya 2 buah roti. Sehingga nilai sedekah sebuah roti mampu mengungguli besarnya nilai sedekah sekian milyar Rupiah. Jelas bahwa SEDEKAH BUKANLAH MASALAH NILAI NOMINAL MELAINKAN NILAI JERIH PAYAH yang dikeluarkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu dirham bisa mengalahkan seratus ribu dirham.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana bisa demikian?” “Ada orang yang memiliki 2 dirham, kemudian dia sedekahkan satu dirham. Sementara itu ada orang yang memiliki banyak harta, kemudian dia mengambil seratus ribu dirham untuk sedekah.” (HR. Nasai dan dinilai hasan oleh Al-Albani)
Jadi sudah seberapa besarkah naungan sedekah yang akan kita dapatkan kelak di padang mahsyar? Selama masih diberi waktu dan harta untuk disedekahkan, marilah kita perbesar naungan untuk di hari kiamat kelak dengan merutinkan bersedekah! (SH)
Meredakan Murka Allah dengan sedekah  rahasia
“Ada empat hal yang menyebabkan kemurkaan Allah kepada hambaNya, yaitu: Penjual yang suka bersumpah, orang fakir yang sombong, orang lanjut usia yang berzina, dan pemimpin yang durhaka (jahat).” (HR. An Nasai dari Abu Hurairah).
Apakah kita pernah melakukan salah satu dari empat hal yang dapat memancing kemurkaan Allah sebagaimana tersebut pada hadits di atas? Misalnya bersumpah palsu hanya demi barang dagangan laku terjual. Mengatakan hal-hal yang baik saja tentang produk tersebut, padahal ada cacat dan keburukan pada barang dagangan tersebut. Sesungguhnya Allah murka pada penjual yang suka bersumpah palsu. Demikian juga seorang fakir yang sombong, yang mungkin saja merasa sudah menjadi ahli surga atas kefakirannya, sehingga berhak mengkafirkan orang lain atau menganggap selainnya adalah hamba Allah yang lebih buruk darinya. Astaghfirullah. Sungguh malang orang yang fakir di dunia maupun di akhirat. Allah murka pada orang seperti ini.
Selanjutnya, Allah pun murka pada seorang yang sudah lanjut usia tapi masih saja melakukan zina. Padahal semestinya bertambahnya umur membuat seseorang makin mendekat pada Allah dengan amalan-amalan shaleh, bukan malah masih berkubang dalam maksiat yang menjijikkan. Selain itu, Allah menjatuhkan murkanya pada seorang pemimpin yang berbuat durhaka (jahat), baik pemimpin suatu negeri, instansi, atau bahkan pemimpin di suatu kelompok kecil sekalipun. Tak sepatutnya seorang pemimpin berbuat kezaliman, karena pemimpin merupakan inspirasi bagi pengikutnya. Pemimpin yang durhaka dan bahkan menzalimi orang yang dipimpinnya tentu saja pantas mendapat murka Allah. Na’udzubillah min dzalik, semoga kita terjauh dari hal-hal tersebut.
Akan tetapi, Sahabat, ketahuilah bahwa sedekah secara sembunyi-sembunyi atau rahasia, ternyata mampu untuk meredakan kemurkaan Allah. Ini menjadi catatan penting bagi seorang yang berbuat dosa dan ingin bertaubat serta menghindarkan diri dari kemurkaan Allah, maka iringilah taubat tersebut dengan sedekah rahasia! “Sesungguhnya sedekah secara rahasia bisa meredam murka Rabb (Allah) tabaroka wa ta’ala.” (HR. ath-Thabrani)
Sedekah secara rahasia tentu saja dilakukan secara diam-diam tanpa diketahui seorang pun, ini berarti sedekah tersebut memang dimaksudkan untuk menarik perhatian Allah saja, tak ada maksud untuk pamer pada makhlukNya. Selain dapat meredam murka Allah, sedekah sembunyi-sembunyi ini juga bisa membuat sebagian kesalahan-kesalahan kita terhapus, terutama kesalahan atau dosa yang pernah kita lakukan terhadap Allah.
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Baqarah: 271). Oleh sebab itu, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah. Sekalipun kita melakukan perbuatan dosa yang membuatNya murka, namun rahmat Allah senantiasa mendahului kemurkaannya. Bahkan kita telah diajarkan cara untuk meredakan kemurkaanNya, subhanallah!
“Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR. Bukhari no. 6855 dan Muslim no. 2751)
Semoga kita terhindar dari perbuatan yang mendatangkan kemurkaan Allah, serta selalu menyibukkan diri dengan amalan-amalan tersembunyi yang tak diketahui makhluk, termasuklah melakukan sedekah rahasia. Dengan demikian, semoga Allah mengampuni sebagian besar kesalahan yang pernah kita lakukan. Aamiin. (SH)
Amalan yang Lebih Baik dari Sedekah Emas
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152)
Apakah bersedekah dengan emas dan perak merupakan satu amalan yang kecil nilainya? Tentu saja tidak! Lalu bagaimana dengan amalan berjihad di jalan Allah? Membunuh musuh atau terbunuh oleh musuh. Apakah hal tersebut adalah perkara sepele? Tentu saja tidak! Akan tetapi ternyata ada satu amalan yang terlihat ringan, padahal nilainya lebih besar daripada menginfakkan emas dan perak, juga lebih besar daripada membunuh musuh atau terbunuh saat berjihad di jalan Allah.
Rasulullah menyatakan amalan ini sebagai yang paling baik, paling suci, dan paling menaikkan derajat di sisi Allah. Amalan apakah itu?
”Maukah kuberitahukan kepadamu suatu amalan yang paling baik dan paling suci disi Tuhanmu, dan paling menaikan derajatmu, dan lebih baik bagimu daripada menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagimu daripada berjuang melawan musuh, kamu membunuh musuh atau musuh membunuhmu.” Para sahabat menjawab “Ya.”Sabda Rasulullah, “Dzikrullah.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Sungguh luar biasa nilai dzikrullah alias mengingat Allah. Jika kita menginfakkan emas dan perak, bisa saja dengan niat ingin dikatakan sebagai dermawan, dan niat riya’ ini menjadikan amalan tersebut tak ada nilainya di hadapan Allah.
Demikian pula ketika kita turut berjihad di medan perang, meski bertaruh nyawa, sangat mungkin niat bergeser agar dikatakan sebagai pemberani oleh kebanyakan manusia. Hanguslah pahala kebaikan yang diperoleh hanya karena bergesernya niat. Itu sebabnya dzikrullah bernilai tinggi dan suci, justru dikarenakan ia adalah aktivitas hati dan lisan dalam mengingat Allah. Itupun hendaknya dilakukan dengan suara lirih. Apakah yang bisa diharapkan oleh orang yang berdzikir mengingati Allah selain mencapai ridhoNya, serta untuk menenteramkan hatinya?
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran-191)
Orang-orang yang enggan berdzikir di kala duduk atau berbaring di suatu tempat, pastilah merupakan orang yang merugi. Bagaimana tidak? Bukankah dzikrullah merupakan amalan yang amat sederhana, tidak mengeluarkan biaya, tenaga, juga tak memerlukan waktu khusus, jika amalan sederhana ini saja tidak kita lakukan, bukankah kita amat merugi? “Barangsiapa duduk di suatu tempat, lalu tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, pastilah dia mendapatkan kerugian dari Allah, dan barangsiapa yang berbaring dalam suatu tempat lalu tidak berdzikir kepada Allah, pastilah mendapatkan kerugian dari Allah.” (HR. Abu Daud)
Bahkan jika dibandingkan antara orang yang hatinya terbiasa berdzikir dengan yang tidak, ibarat seorang yang hidup dengan sesosok mayat. Na’udzubillah, jangan sampai kita menjadi sesosok mayat hidup dikarenakan hati kita lalai dari mengingat Allah. “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan orang yang tidak berdzikir, adalah seumpama orang yang hidup dan mati.” (HR. Bukhari). Dan yang perlu digarisbawahi, berbeda dengan amalan shaleh lainnya, dzikrullah tidak mementingkan sebaik-baik amal, melainkan menyuruh kita untuk berdzikir sebanyak-banyaknya, terutama di kala pagi dan petang.
“Hai orang-orang yang beriman berdzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah di waktu pagi dan petang.” (QS. Al Ahzab: 41-42).  Dengan demikian marilah kita berdzikir sebanyak-banyaknya di setiap waktu, mengingat Allah baik di kala berdiri, duduk, maupun berbaring. Boleh saja kita seumur hidup tak mampu bersedekah dengan emas dan perak atau berjihad di medan perang, akan tetapi jangan sampai hari-hari kita terlalaikan dari dzikrullah. Aamiin yaa rabbal ‘alamiin. (SH)
Sedekah bukanlah Mesin Cuci atau Mesin Fotocopy
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula.” (HR. Muslim)
Sungguh menyenangkan mengetahui makin banyak umat Islam yang gemar bersedekah. Akan tetapi kita masih perlu mewaspadai soal tergelincirnya niat, jangan sampai sedekah malah diniatkan sebagai ‘mesin cuci’ atau ‘mesin fotokopi’! Apa yang dimaksud sedekah sebagai ‘mesin cuci’? Kita semua tentu sudah tak asing lagi dengan istilah korupsi, uang pelicin, amplop tak jelas asal-muasalnya, dan juga riba. Nah, ada sebagian orang yang memperlakukan sedekah seolah ‘mesin cuci’, yakni dapat membersihkan uang haram yang mereka peroleh.
Dengan mengeluarkan sedekah untuk kaum dhuafa dan anak yatim, mereka merasa dosa mendapatkan harta dari cara yang bathil akan bersih seketika. Benarkah demikian? Memang benar urusan diterima atau tidaknya suatu amalan merupakan hak Allah yang menentukan, akan tetapi kita juga tak boleh mengabaikan aturan syariat yang bersumber dari Quran dan hadits Rasulullah, karena nyatanya Rasulullah pernah menyatakan bahwa sedekah dari harta haram takkan diterima. “Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari harta haram.” (HR. Muslim no. 224). Dengan demikian, jelas bahwa sedekah bukanlah ‘mesin cuci’. Sebisa mungkin kita perlu menjauhi harta yang diperoleh dengan cara bathil ataupun tak jelas asal-usulnya. Jangan malah bergembira mendapat jatah uang ataupun fasilitas yang sebenarnya bukanlah hak kita.
Satu lagi niat yang perlu diwaspadai seputar sedekah adalah menjadikan sedekah sebagai ‘mesin fotokopi’. Apa maksudnya? Memang tepat sekali jika dikatakan sedekah tak hanya mendapat ganjaran pahala di akhirat, tapi juga akan diganti oleh Allah dengan jumlah nominal berkali-kali lipat di dunia. Namun hal ini bukan berarti kita boleh meniatkan sedekah sebagai mesin fotokopi yang bisa menggandakan uang!
Celakalah hamba dinar, dirham, qothifah dan khomishoh. Jika diberi, dia pun ridho. Namun jika tidak diberi, dia tidak ridho, dia akan celaka dan akan kembali binasa.” (HR. Bukhari. Catatan: Qothifah adalah sejenis pakaian yang memiliki beludru. Sedangkan khomishoh adalah pakaian yang berwarna hitam dan memiliki bintik-bintik merah. (I’aanatul Mustafid2/93)). Sungguh celaka jika niat sedekah kita hanyalah untuk mendapatkan ganti harta yang berlipat ganda. Bukankah segala amalan disandarkan pada niatnya? Ketika seseorang meniatkan sedekahnya agar mendapat ganti harta yang lebih banyak, ia akan lebih peka dan sensitif jika tak memperoleh apa yang sudah diperhitungkannya.
“Saya sudah sedekah satu juta Rupiah, seharusnya saya minimal dapat ganti sepuluh juta dong, tapi kok ini cuma dapat ganti satu setengah juta saja? Tahu begitu lebih baik tak usah sedekah banyak-banyak.” Memang benar ada orang yang langsung dibalas sepuluh kali lipat atau bahkan ratusan kali lipat dari jumlah sedekah yang ia keluarkan, dan hal ini sangat mungkin memotivasi kita untuk tidak pelit dalam menafkahkan harta di jalan Allah. Sayangnya, amalan dengan tujuan duniawi sangat mungkin hanya mendapatkan keuntungan di dunia saja: “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud : 15-16)
Padahal tanpa kita niatkan mendapat ganti berlipat ganda, Allah sudah pasti akan mengganti sedekah kita berkali lipat, jadi mengapa kita tak meniatkan sedekah untuk kebaikan akhirat saja?
Sedekah mungkin merupakan salah satu amalan yang berefek paling dahsyat baik di dunia maupun akhirat, akan tetapi semoga kita tak terjebak niat rendah hanya menjadikan sedekah semata-mata sarana untuk ‘mencuci dosa’ atau ‘menggandakan uang’ karena dengan demikian, kita takkan benar-benar dapat merasakan kelezatan bersedekah. (SH)
Sedekah Tanpa Uang
Banyak orang yang masih saja mengaitkan sedekah dengan sejumlah nominal uang, padahal Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam telah menjelaskan bahwa sedekah tak harus mengeluarkan uang atau harta benda lainnya. Jika sedekah hanya bisa diberikan dalam bentuk uang atau harta berharga, bagaimanakah cara orang miskin bersedekah? Sedangkan untuk makan saja mereka merasa sulit, apalagi memberi harta yang tak dimilikinya, tentu tak bisa dilakukan.
Hal ini pernah ditanyakan oleh sebagian Sahabat Rasulullah dari kaum fakir, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Rasulullah bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bersedekah? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah sedekah, tiap-tiap tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah.”
Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala.” (HR. Muslim no. 2376).
Subhanallah. Betapa banyak sedekah yang dapat dilakukan tanpa perlu mengeluarkan uang sepeser pun, sehingga tak ada alasan sama sekali untuk tidak bersedekah setiap harinya.
Berikut ini daftar perbuatan yang dapat bernilai sedekah:
1. Tersenyum dan berwajah ceria. Selain dapat membuat wajah terlihat lebih muda, tersenyum juga memiliki nilai sedekah jika memang diniatkan untuk bersedekah atau membahagiakan orang lain. “Senyummu terhadap saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tirmidzi, no. 1956). Oleh karena itu, jangan sekali-kali meremehkan senyuman atau wajah cerah ceria karena bisa jadi hal tersebut bernilai besar di hadapan Allah. “Janganlah engkau meremehkan kebaikan sekecil apapun, walaupun itu hanya berupa wajah ceria di hadapan saudaramu!” (HR. Muslim, no.2626)
2. Berdzikir
Memperbanyak ucapan takbir, tahmid, tahlil, tasbih, dan istighfar merupakan bentuk sedekah bagi persendian kita. Maka dzikir-dzikir tersebut dapat bernilai sedekah jika diniatkan demikian. “Sesungguhnya, setiap anak Adam diciptakan terdiri dari 360 persendian. Barangsiapa yang mengucapkan takbir, tahmid, tahlil, tasbih, dan istighfar kepada Alloh; menyingkirkan batu, duri, atau tulang yang menghalangi jalan manusia; dan beramar makruf nahi munkar; maka yang demikian itu dihitung setara dengan 360 persendian, karena sesungguhnya pada hari itu ia berjalan dalam keadaan menjauhkan dirinya dari api neraka.” (HR Muslim)
3. Mengucapkan salam
Jangan pernah pelit dalam mengucap salam, apalagi mempermainkannya dengan cara menyingkat ucapan salam menjadi suatu perkataan yang tak bermakna, terutama saat kita berkirim pesan elektronik. Betapa banyak orang yang menyingkat salam menjadi “Ass”, “Askum”, ataupun singkatan lainnya yang justru buruk artinya. Padahal mengucap dan menyebar salam pada sesama muslim merupakan sedekah yang luar biasa nilainya. “Ucapan salam terhadap hamba Allah adalah sedekah…” (HR Ahmad dan Al-Albani menshahihkannya dalam As-Silsilah Ash-Shahihah)
4. Menanam tanaman
Siapa yang senang bercocok tanam? Ketahuilah bahkan menanam tanaman pun ternyata bernilai sedekah, bahkan sekalipun buah dari tanaman itu dicuri atau dimakan burung dan hewan lainnya. “Tiada seorang Muslim yang menanam tanaman kecuali yang ia makan itu bernilai sedekah, yang dicuri bernilai sedekah, yang dimakan binatang buas bernilai sedekah dan yang dimakan burung juga bernilai sedekah. Begitu pula yang berkurang karena diminta oleh seseorang juga bernilai sedekah baginya.” (HR. Muslim)
5. Berkata yang baik
Sungguh Allah amat pemurah, bahkan sekedar berkata-kata yang baik pun bisa terhitung sedekah. Maka, mari biasakan memilih kata-kata yang baik dan menghindari ucapan kasar dan kotor sekalipun seluruh manusia di sekitar kita sudah terbiasa memenuhi mulutnya dengan perkataan buruk. “Perkataan yang baik adalah sedekah.” (HR Muslim)
6. Setiap langkah menuju shalat. Apa yang membuat kita malas melangkah menuju tempat shalat? Ketahuilah bahwa setiap langkah kita menuju shalat terhitung sebagai sedekah.
“Setiap langkah yang engkau ayunkan menuju shalat adalah sedekah.” (HR. Muslim)
7. Menyingkirkan duri atau penghalang di jalan umum
“Menyingkirkan duri di jalan juga sedekah.” (HR. Muslim)
Pernahkah melihat paku di tengah jalan? Atau ranting pohon yang menghalangi jalan? Jangan sungkan untuk menyingkirkan berbagai penghalang di jalan umum karena hal tersebut juga dapat bernilai sedekah.
8. Menyuruh kebaikan
Banyak yang malas mengajak orang lain berbuat kebaikan, padahal hal tersebut bernilai sedekah. Misalkan, mengajak seseorang untuk shalat, ikut pengajian, memakan makanan yang halal thoyib, menganjurkan seseorang menikah, dan lain sebagainya. “Menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah.” (HR. Muslim)
9. Mencegah kemungkaran. Ada pula yang sungkan menegur orang lain yang berbuat kemungkaran, misalnya ada seseorang merokok di ruangan yang sama dengan bayi dan anak-anak, suruhlah orang tersebut untuk mematikan rokoknya. Dengan demikian kita telah melakukan sedekah. Hal lainnya, mintalah kenalan kita yang suka berpakaian mini untuk memanjangkan rok dan bajunya agar lebih terlihat santun. Atau, hal-hal lainnya yang bersifat mencegah kemungkaran. “Mencegah kemungkaran adalah sedekah.” (HR. Muslim)
10. Berhubungan intim dengan pasangan hidup. Bahkan menyalurkan syahwat pada pasangan yang halal pun bernilai sedekah. Oleh sebab itu, tak ada alasan untuk berbuat zina yang merupakan perbuatan keji. Tentu saja tetap diperlukan adab-adab dalam berhubungan suami istri agar sama-sama memperoleh rahmat Allah. “dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah.” (HR. Muslim).
Demikianlah 10 contoh sedekah tanpa perlu mengeluarkan uang yang semoga saja dapat menginspirasi kita berbuat banyak kebaikan. Ternyata berbuat baik itu sederhana dan mudah dilakukan. Alangkah meruginya jika kita tetap saja menjadi manusia yang enggan bersedekah. Wallaahualam. (SH) (Sumber: tabungwakaf.com)
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com










Popular posts from this blog

Zakat di Masa Rasulullah, Sahabat dan Tabi'in

ZAKAT DI MASA RASULULLAH, SAHABAT DAN TABI’IN Oleh: Saprida, MHI;  Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Islam merupakan agama yang diturunkan kepada umat manusia untuk mengatur berbagai persoalan dan urusan kehidupan dunia dan untuk mempersiapkan kehidupan akhirat. Agama Islam dikenal sebagai agama yang kaffah (menyeluruh) karena setiap detail urusan manusia itu telah dibahas dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ketika seseorang sudah beragama Islam (Muslim), maka kewajiban baginya adalah melengkapi syarat menjadi muslim atau yang dikenal dengan Rukun Islam. Rukun Islam terbagi menjadi lima bagian yaitu membaca syahadat, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, menjalankan puasa dan menunaikan haji bagi orang yang mampu. Zakat adalah salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban bagi setiap individu (Mukallaf) yang memiliki harta untuk mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam zakat itu sendiri. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah s

Akibat Menunda Membayar Zakat

Akibat Menunda Membayar Zakat Mal  Pertanyaan: - Jika ada orang yang tidak membayar zakat selama beberapa tahun, apa yang harus dilakukan? Jika sekarang dia ingin bertaubat, apakah zakatnya menjadi gugur? - Jika saya memiliki piutang di tempat orang lain, sudah ditagih beberapa kali tapi tidak bisa bayar, dan bulan ini saya ingin membayar zakat senilai 2jt. Bolehkah saya sampaikan ke orang yang utang itu bahwa utangmu sudah lunas, krn ditutupi dg zakat saya.. shg sy tdk perlu mengeluarkan uang 2 jt. Mohon pencerahannya Jawab: Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du, Orang yang menunda pembayaran zakat, dia BERDOSA. Sehingga wajib bertaubat. Imam Ibnu Utsaimin ditanya tentang orang yang tidak bayar zakat selama 4 tahun. Jawaban Beliau, هذا الشخص آثم في تأخير الزكاة ؛ لأن الواجب على المرء أن يؤدي  الزكاة فور وجوبها ولا يؤخرها ؛ لأن الواجبات الأصل وجوب القيام بها فوراً ، وعلى هذا الشخص أن يتوب إلى الله عز وجل من هذه المعصية “Orang ini berdos

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1 1.   The Parable of Spending in Allah’s Cause: Tafseer Ibn Kathir Sadaqa (Voluntary Charity in the Way of Allah) Tafseer Ibn Kathir – QS Al-Baqarah: 261 “The parable of those who spend their wealth in the way of Allah is that of a grain (of corn); it grows seven ears, and each ear has a hundred grains. Allah gives manifold increase to whom He wills. And Allah is All-Sufficient for His creatures’ needs, All-Knower .” This is a parable that Allah made of the multiplication of rewards for those who spend in His cause, seeking His pleasure. Allah multiplies the good deed ten to seven hundred times . Allah said,  The parable of those who spend their wealth in the way of Allah. Sa`id bin Jubayr commented, “Meaning spending in Allah’s obedience” . Makhul said that the Ayah means, “Spending on Jihad, on horse stalls, weapons and so forth” . The parable in the Ayah is more impressive on the heart than merely mentioning th