Strategi Pengembangan Wakaf Produktif
A.
PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun terakhir ini, wacana pengembangan
wakaf secara produktif di negeri kita cukup intensif, baik dari kalangan
masyarakat maupun pemerintah. Hal ini dapat dimaklumi karena prinsip dari
ajaran wakaf itu sendiri berbasis pada upaya optimalisasi peran kelembagaan
Islam (Nazhir) untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sebagaimana
diketahui bahwa pada saat ini telah ada sedikit pergeseran definisi
wakaf kearah yang lebih fleksibel dan menguntungkan, yakni bahwa wakaf
diartikan sebagai perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Perkembangan yang perlu digarisbawahi
ialah kemungkinannya melakukan wakaf untuk jangka waktu tertentu,
misalnya satu atau dua tahun, dan tidak mesti untuk muabbad atau selamanya
sebagaimana yang lazim dipahami pada waktu yang lalu.
Harus diakui, berbagai upaya pengelolaan wakaf secara
produktif telah dilakukan, baik dari organisasi masa Islam, Nazhir, Perguruan
Tinggi, LSM, maupun pemerintah sendiri. Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaannya merupakan bukti bahwa pemerintah menggarap wakaf
secara serius sebagai payung hukum untuk mengembangkan perwakafan di masa
mendatang. Bahkan upaya pemerintah meregulasi peraturan terkait dengan masalah
tersebut masih terus dilakukan yang bertujuan memberdayakan lembaga-lembaga
keagamaan secara optimal untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat
banyak. Meski upaya pemerintah tersebut perlu didukung kerja sama, sinergi, dan
keseriusan semua pihak yang terkait (stake
holders) agar wakaf benar-benar berdampak positif bagi masyarakat.
Jika mencermati kekayaan wakaf yang kita miliki,
khususnya wakaf tanah yang memiliki luas lebih dari 2,7 milyar meter persegi,
sebenarnya kita dapat memberdayakannya secara lebih optimal. Jumlah tanah wakaf
yang apabila dikumpulkan menjadi satu melebihi luasnya kota Jakarta merupakan
potensi yang sungguh sangat besar. Tentu, tidak semua tanah wakaf harus
dikelola secara produktif, dalam arti harus menghasilkan uang, tetapi
setidaknya dari jumlah tersebut sekitar 10 persen dapat dikelola secara
produktif.
Oleh karena itu, upaya pengembangan wakaf harus
dilakukan dengan pola yang integratif dan terencana dengan baik, sehingga wakaf
dapat dikelola secara optimal dan memberi manfaat yang lebih luas bagi
kepentingan sosial. Dengan demikian yang dikelola secara produktif akan menjadi salah satu pilar yang perlu diperhitungkan dalam mengatasi
keterpurukan ekonomi masyarakat dana
jalan alternatif pengentasan kemiskinan.
B. Problematika Perwakafan di Indonesia
1. Kuatnya paham lama umat Islam dalam
pengelolaan wakaf, seperti adanya anggapan bahwa wakaf itu milik ALLAH semata
yang tidak boleh diubah/ganggu gugat. Atas pemahaman itu, banyak tokoh
masyarakat atau umat Islam tidak merekomendasikan wakaf dikelola secara
produktif. Selain itu, belum utuhnya pemahaman bahwa wakaf memiliki fungsi
sosial yang lebih luas dan tidak terbatas pada ibadah mahdhah.
2. Kurangnya sosialisasi secara lebih luas
terhadap paradigma baru untuk pengembangan wakaf secara produktif. Sosialisasi
massif dengan memasukkan wakaf sebagai bagian dari instrumen pengembangan
ekonomi umat menjadi aspek penting bagi pengembangan gagasan wakaf produktif. Dengan kurangnya pengetahuan masyarakat atas pentingnya pemberdayaan
wakaf untuk kesejahteraan umum menjadi problem yang harus dipecahkan bersama.
3. Belum mempunyai persepsi yang sama, peran dan
sinergi para pejabat teknis wakaf di daerah dengan para pihak terkait terhadap
upaya pemerintah pusat dalam upaya pengembangan wakaf. Para pejabat teknis
lebih banyak berkutat pada penanganan yang bersifat linier dibandingkan
memasarkan gagasan strategis dalam pengembangan wakaf yang lebih berwawasan
sosial.
4. Nazhir belum
profesional sehingga wakaf belum dikelola secara optimal. Posisi Nazhir
menempati peran sentral dalam mewujudkan tujuan wakaf yang ingin melestarikan
manfaat wakaf. Profesionalisme nazhir di Indonesia masih tergolong lemah.
Mayoritas dari mereka lebih karena faktor kepercayaan dari masyarakat,
sementara kompetensi minimal sebagai pengelola wakaf secara produktif belum
banyak dimiliki.
5. Lemahnya kemitraan
dan kerjasama antara stake holders
wakaf untuk menjalin kekuatan internal umat Islam dalam mengelola dan
mengembangkan wakaf secara produktif, sepeti organisasi massa Islam, kalangan
intelektual, LSM, tokoh agama, termasuk aparat pemerintah. Kemitraan mereka
lebih pada upaya-upaya yang masih bersifat artifisial yang belum menyentuh pada
aspek kerja sama konkrit, terencana dan massif.
6. Ekonomi global yang fluktuatif
akibat hancurnya ekonomi Negara adi kuasa (Amerika Serikat) sangat berpengaruh
terhadap pengembangan ekonomi dunia. Secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi mikro dan makro sebuah negara. Bahkan berdampak
pada aspek-aspek non ekonomi, khususnya politik.
7. Sedikit para
inisiator (promotor) dari umat Islam yang membuka akses kepada para investor
dari Timur Tengah yang memiliki dana yang melimpah. Banyaknya kekayaan wakaf
yang dimiliki oleh umat Islam Indonesia seharusnya menjadi daya tarik untuk
pengembangan secara lebih produktif dengan melibatkan para investor asing yang
memiliki perhatian terhadap pengembangan wakaf.
C. Beberapa Hal Sekitar Wakaf
Sebagaimana
diketahui bahwa pada saat ini telah ada sedikit pergeseran definisi
wakaf kearah yang lebih fleksibel dan menguntungkan, yakni bahwa wakaf
diartikan sebagai perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Perkembangan yang perlu
digarisbawahi ialah kemungkinanya melakukan wakaf untuk jangka waktu
tertentu, misalnya satu atau dua tahun, dan tidak mesti untuk muabbad atau
selamanya sebagaimana yang lazim dipahami pada waktu yang lalu.
Disamping
itu mengenai pengertian harta benda wakaf sendiri juga mengalami
pergeseran arti kearah yang lebih baik dan memudahkan, yakni bahwa harta
benda wakaf ialah harta benda yang diwakafkan oleh wakif, yang memiliki daya
tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nulai ekonomi
menurut syariah. Harta benda wakaf tersebut dapat
berupa harta benda tidak bergerak maupun yang bergerak. Harta benda tidak bergerak meliputi:
1.Hak atas
tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik
yang sudah maupun yang belum terdaftar.
2. Bangunan
atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana di atas
3. Tanaman atau benda lain yang
berkaitan dengan tanah
4. Hak milik
atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dan
5. Benda tidak
bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. (psl. 16 ayat 2 uu No. 41/2004 ttg Wakaf)
Sedangkan harta wakaf bergerak meliputi: Uang, Logam mulia, Surat berharga,
Kendaraan, Hak atas kekayaan intelektual, Hak sewa, dan Harta bergerak lain
sesuai ketentua syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(psl. 16 ayat 3 uu No. 41/2004 tentang Wakaf)
Kesemuanya
itu menunjukkan bahwa harta wakaf atau harta yang dapat diwakafkan itu tidak
hanya berupa tanah atau harta tidak bergerak lainnya, tetapi juga meliputi
harta-harta lain.
D. Langkah-langkah Operasional
1. Regulasi peraturan perundang-undangan wakaf;
Ditjen Bimas Islam terus melakukan regulasi di bidang
peraturan perundang-undangan wakaf. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, ada juga Peraturan Menteri Agama tentang Petunjuk Pelaksanaan Wakaf di Indonesia.
Dengan PMA tersebut diharapkan praktik wakaf dapat berjalan sebagaimana
mestinya untuk kepentingan kesejahteraan umum.
2. Sosialisasi peraturan per-UU wakaf dan paradigma baru wakaf;
Dalam rangka untuk memasyarakatkan peraturan
perundang-undangan wakaf dan paradigma baru wakaf di Indonesia, Ditjen Bimas
Islam melakukan sosialisasi melalui berbagai event lokal maupun nasional,
seperti: (1) Lokakarya perwakafan masyarakat kampus; (2) Sosialiasi Wakaf Tunai
di lingkungan BMT dan LKS; (3) Training manejemen pengelolaan wakaf di
lingkungan Nazhir, dan lain-lain. Sosialisasi tersebut dilakukan bertujuan
menginformasikan kepada masyarakat pada umumnya, dan kepada para aparat Negara
yang terkait dengan pengelolaan wakaf di Indonesia, sekaligus menjadikan media
massa sebagai mitra pemerintah dalam upaya pemberdayaan wakaf.
3. Sertifikasi, inventarisasi, dan advokasi harta benda wakaf;
Untuk menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf terkait
dengan pengamanan harta benda wakaf di Indonesia, Ditjen Bimas Islam menetapkan
berbagai kebijakan, yaitu:
a. Menyelesaikan
proses sertifikasi terhadap tanah-tanah wakaf di berbagai daerah yang belum
memiliki sertifkat wakaf. Sertifikasi terhadap tanah wakaf merupakan langkah
pengamanan asset-aset wakaf di Indonesia secara hukum dari berbagai kepentingan
di luar wakaf.
b. Inventarisasi harta benda
wakaf di seluruh Indonesia melalui system komputerisasi.
c. Melakukan pemetaan potensi harta benda wakaf, sehingga dapat
diketahui potensi yang dapat dikembangkan.
d. Melakukan advokasi, perlindungan dan penyelesaian sengketa tanah
wakaf dengan pihak-pihak ketiga.
4. Peningkatan kualitas Nazhir dan lembaga wakaf;
Nazhir dan lembaga pengelola wakaf sebagai ujung
tombak pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf diberikan motivasi dan
pembinaan dalam rangka meningkatkan profesionalisme manajemen, melalui berbagai
pelatihan dan orientasi. Kualitas Nazhir di Indonesia terus diberikan motivasi
dan arahan dalam rangka melakukan pembenahan, baik menyangkut kemampuan
manajerial maupun skill individu yang sangat menentukan dalam pemberdayaan wakaf
secara produktif.
5. Menfasilitasi jalinan kemitraan investasi wakaf produktif;
Sebagai motivator dan fasilitator, Ditjen Bimas Islam
memfasilitasi di berbagai event dalam rangka untuk menggalang kemitraan usaha
dengan para calon investor seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) di beberapa daerah dalam pemberdayaan wakaf
secara produktif. Aset-aset wakaf di Indonesia yang cukup besar sangat
potensial untuk dikembangkan dengan mengajak beberapa lembaga pihak ketiga yang
tertarik dalam pengembangan wakaf.
E. Peran Nazhir
dalam Pengembangan Wakaf
1. Nazhir (perseorangan, organisasi maupun badan
hukum) menempati posisi kunci dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf, bahkan dapat dikatakan berhasil tidaknya pengelolaan dan pengembangan
harta wakaf sangat tergantung kemampuan Nazhir yang bersangkutan.
2. Dengan Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU Wakaf, Dalam undang-undang tersebut diatur Nazhir
memiliki kewajiban meliputi:
a. mengadmistrasikan, mengelola, mengembangan,
mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
b. membuat laporan secara berkala kepada Menteri
Agama dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) mengenai kegiatan perwakafan.
F. Pengembangan Wakaf
1. Urgensi Pengembangan Harta Wakaf
Pengembangan harta wakaf merupakan hal baru
dalam perwakafan di Indonesia, mengingat wakaf selama pengelolaan masih
bersifat konvensional dan tradisional dan peruntukannya masih terbatas untuk
keperluan sarana peribadatan dan sosial keagamaan. Sehingga walaupun harta
wakaf berupa tanah yang jumlahnya cukup banyak namun belum dapat berkontribusi terhadap
peningkatan kesejahteraan umat. Dengan keluarnya Fatwa MUI Tahun 2002 yang membolehkan wakaf uang dan lahirnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf serta Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya, yang membuka
peluang wakaf benda bergerak, seperti: logam mulia, surat berharga, HAKI,
kendaraan dan juga uang.
Faktor yang mendorong perlunya pengembangan wakaf di
Indonesia, meliputi:
a. Kemajuan teknologi, faktor ini menyebabkan
proses pengaktifan tanah wakaf lebih baik bagi lahan-lahan sempit dari tanah
pemukiman yang ada di kota-kota khususnya, sehingga memungkinkan untuk membuat
bangunan dengan bentuk memanjang atau bertingkat-tingkat melebihi bangunan yang
ada sebelumnya.
b. Dalam kondisi seperti ini, tidaklah logis
membiarkan harta (tanah) wakaf yang kecil dengan manfaat yang sedikit.
Sementara di sisi lain bangunan yang ada di sekitarnya dibangun dengan puluhan
tingkat yang mencakar langit. Perbedaan yang mencolok ini, menuntut perlunya
pengembangan harta wakaf, terutama dengan pertimbangan bahwa pengembangan ini
bisa menjadikan manfaat wakaf dapat dilipat gandakan.
c. Masa tidur panjang yang dialami oleh umat
Islam telah menyebabkan kemunduran ekonomi. Untuk kembali mengaktifkan tanah
wakaf khususnya dan harta wakaf lainnya umumnya.
2. Pengembangan Wakaf Produktif
Apakah semua harta benda wakaf harus diberdayakan secara produktif? Tidak
semua harta benda wakaf harus diberdayakan secara produktif, tergantung situasi
dan kondisi yang ada. Namun menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
wakaf bahwa harta benda wakaf yang
memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efesien untuk kepentingan ibadah dan
untuk memajukan kesejahteraan umum. [4][9]
Katagori
|
Jenis Lokasi Tanah
|
Jenis Usaha
|
Pedesaan
|
Tanah persawahan
Tanah Perkebunan
|
Pertanian, tambak ikan, perkebunan, industri rumahan, tempat wisata
|
Tanah ladang/Padang rumput
|
Palawija, real estate, pertamanan, industri rumahan
|
|
Tanah rawa
|
Perikanan
|
|
Tanah Perbukitan
|
Tempat wisata, bangunan villa, industri rumahan, tempat penyulingan air
miniral, dll
|
|
Perkotaan
|
Tanah Pinggir Jalan Raya
|
|
- Dekat Jalan Protokol
|
Perkantoran, Pusat Perbelanjaan, apartemen, hotel/penginapan, gedung
pertemuan, dll
|
|
Dekat Jalan Utama
|
Perkantoran, pertokoan pusat perbelanjaan, rumah sakit,rumah makan,
sarana pendidikan, hotel / penginapan, apartemen, gedung pertemuan, apotek,
pom bensin, warnet, bengkel dll.
|
|
Dekat jalan TOL
|
Pom Bensin, bengkel, rumah makan,
warung, dll.
|
|
Dekat Jalan Lingkungan
|
Perumahan, klinik, apotek, sarana pendidikan, warung, warnet, jasa photo
copy, dll
|
|
Tanah Dekat/didalam perumahan
|
Sarana pendidikan, klinik, apotek, warung klontong, catering BMT, dll
|
|
Tanah dekat Keramaian (Pasar, terminal, stasiun, sekolah umum dll)
|
Pertokoan, rumah makan, bengkel, warung,
warnet, klinik, jasa penitipan, dll.
|
|
Tanah Pantai
|
Pinggir Laut
|
Tambak ikan, Obyek wisata, budi daya rumput laut, kerajinan tangan
|
Rawa Bakau
|
Perkebunan
|
Sumber : Pamplet Pemberdayaan Tanah Wakaf Secara Produktif (Upaya Pengembangan
Potensi Ekonomi Umat)
3. Strategi Pengembangan Wakaf
Hampir semua wakif yang menyerahkan tanahnya kepada
Nazhir tanpa menyertakan dana untuk membiayai operasional usaha produktif,
tentu saja menjadi persoalan yang cukup serius. Karena itu, diperlukan strategi
riil agar harta wakaf yang begitu banyak di seluruh provinsi di Indonesia dapat
segera diberdayakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat banyak. Strategi
riil dalam mengembangkan tanah-tanah wakaf produktif adalah :
a. Kemitraan
Nazhir harus menjalin kemitraan usaha dengan
pihak-pihak lain yang mempunyai modal dan ketertarikan usaha sesuai dengan
posisi tanah strategis yang ada dengan nilai komersialnya cukup tinggi. Jalinan
kerja sama ini dalam rangka menggerakkan seluruh potensi ekonomi yang dimiliki
oleh tanah-tanah wakaf tersebut. Sekali lagi harus ditekankan bahwa sistem
kerja sama dengan pihak ketiga tetap harus mengikuti sistem Syariah, baik
dengan cara musyarakah maupun mudharabah sebagaimana yang disebutkan
sebelumnya. Pihak-pihak ketiga itu adalah sebagai berikut:
1) Lembaga investasi usaha yang berbentuk
badan usaha non lembaga jasa keuangan. Lembaga ini bisa berasal dari lembaga
lain di luar wakaf, atau lembaga wakaf lainnya yang tertarik terhadap
pengembangan atas tanah wakaf yang dianggap strategis.
2) Investasi
perseorangan yang memiliki modal cukup. Modal yang akan ditanamkan berbentuk
saham kepemilikan sesuai dengan kadar nilai yang ada. Investasi perseorangan
ini bisa dilakukan lebih dari satu pihak dengan komposisi saham sesuai dengan
kadar yang ditanamkan.
3) Lembaga perbankan
syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya sebagai pihak yang memiliki dana
pinjaman. Dana pinjaman yang akan diberikan kepada pihak nazhir wakaf berbetuk
kredit dengan sistem bagi hasil setelah melalui studi kelayakan oleh pihak
bank.
4) Lembaga perbankan
Internasional yang cukup peduli dengan pengembangan tanah wakaf di Indonesia,
seperti Islamic Development Bank
(IDB).
5) Lembaga keuangan
dengan sistem pembangunan BOT (Build of
Transfer).
6) Lembaga penjamin
syariah sebagai pihak yang akan menjadi sandaran Nazhir apabila upaya
pemberdayaan tanah wakaf mengalami kerugian.
7) Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap pemberdayaan ekonomi umat, baik dalam
atau luar negeri.
Selain bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang
memiliki hubungan permodalan usaha, nazhir wakaf harus mensinergikan
program-program usahanya dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perguruan
Tinggi, Lembaga Konsultan Keuangan, Lembaga Arsitektur, Lembaga Manajemen
Nasional, Lembaga Konsultan Hukum dan lembaga lainnya.
b. Terbentuknya Undang-Undang Wakaf dan Badan Wakaf
Indonesia
Begitu pentingnya wakaf bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, maka untuk mendukung pengelolaan wakaf secara produktif Pemerintah
telah berhasil melahirkan Undang-undang Wakaf dan Peraturan
Pemerintah sebagai Pelaksanaannya. Undang-undang Wakaf dapat dikatakan
merupakan rumusan konsepsi Fiqih Wakaf baru di Indonesia yang
antara lain : meliputi benda yang diwakafkan (mauquf bih): peruntukan wakaf (mauquf
‘alaih); jenis harta yang boleh diwakafkan tidak terbatas benda tidak
bergerak (tanah dan bangunan) maupun benda bergerak, seperti saham, uang, logam
mulia, HAKI, kendaraan dan lain-lain serta diatur kewajiban dan hak Nazhir
wakaf, ini semua guna diatur untuk menunjang pengelolaan wakaf secara
produktif.
Undang-undang
Wakaf selain sebagai hukum formal yang menjadi landasan dalam pengembangan
wakaf, juga mengamarkan dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang mempunyai
kewajiban membina lembaga kenazhiran yang ada di tanah air, agar Nazhir yang
ada dapat berkembang. Pembinaan oleh BWI kepada para Nazhir diharapkan
terfokus terhadap usaha-usaha pengelolaan dan pengembangan harta wakaf,
tujuannya agar harta wakaf dapat berkontribusi terhadap peningkatan
kesejahteraan umat.
Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga yang
independen dan mempunyai peran strategis, diharapkan dapat membantu, baik dalam
pembiayaan, pembinaan maupun pengawasan dan peningkatkan kualitas Nazhir agar
para nazhir dapat melakukan pengelolaan wakaf secara produktif. Selain itu
diharapkan BWI dapat memfasiltasi upaya penggalangan dana khususnya dana dari
luar negeri.
Ada 4 faktor utama dalam pemberdayaan wakaf secara
produktif, yaitu: potensi ekonomi wakaf, nazhir profesional, manajemen
pengelolaan modern, pendayagunaan hasil. Adapun langkah – langkah yang harus
dilakukan menurut urutan prioritas dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Pemetaan potensi ekonomi tanah wakaf
Sebelum
pemberdayaan tanah wakaf
dilakukan, pemetaan potensi ekonomi
harus dibuat terlebih dahulu. Sejauh mana dan seberapa mungkin tanah
wakaf itu dapat diberdayakan dan
dikembangkan secara produktif? Faktor-faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam pemetaan potensi ekonomi adalah letak
geografis, seperti lokasi, dukungan masyarakat dan tokohnya, tinjauan pasar,
dukungan teknologi, dll. Jika dalam pemetaan disimpulkan bahwa tanah wakaf memiliki potensi ekonomi, maka langkah kedua
adalah studi kelayakan.
2. Pembuatan proposal studi kelayakan usaha
Studi kelayakan usaha dalam bentu proposal merupakan prasarat utama sebelum melakukan
aksi pemberdayaan tersebut dan dibuat
berdasarkan analisa lengkap dengan menggunakan SWOT (Strength, Weakness,
Oportunity, Threat) atau Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Ancaman. Isi
proposal paling tidak memuat beberapa
hal, yaitu latar belakang, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan
teknologis, aspek organisasi dan manajemen, aspek ekonomi dan keuangan(biaya
investasi, biaya operasi dan pemeliharaan, sumber pembiayaan, perkiraan pendapatan,
proyeksi laba-rugi,dll), dan kesimpulan – rekomendasi.
3. Menjalin kemitraan usaha
Setelah studi kelayakan usaha dibuat secara cermat,
hal yang perlu dipikirkan adalah mencari mitra usaha untuk pemberdayaan dan
pengembangan, baik dari perbankan syariah maupun investor usaha swasta.
4. SDM yang berkualitas
Rekrutmen dan
kesiapan Sumber Daya manusia (SDM) dalam usaha produktif adalah hal yang
mutlak. SDM yang profesional dan amanah harus dijadikan perhatian utama
Nazhir yang akan memberdayakan tanah
wakaf. Jika Nazhir tidak memiliki
kemampuan yang baik dalam usaha pengembangan, maka nazhir dapat mempercayakan kepada SDM yang memiliki kualitas baik dan moralitas tinggi dari berbagai
disiplin ilmu dan skill, seperti sarjana ekonomi, manajemen, komputer dan
lain-lain.
5. Manajemen Modern dan Profesional
Dalam pengembangan dan pengelolaan tanah wakaf secara
produktif diperlukan pola manajerial yang modern, transparan, profesional dan
akuntabel.
6. Penerapan sistem kontrol dan pengawasan
Agar pemberdayaan dan pengembangan wakaf produktif dapat berjalan dengan baik.
Kontrol dan pengawasan yang baik. Kontrol dan pengawasan dapat diterapkan dalam
lingkungan internal manajemen, maupun dari kalangan eksternal seperti
masyarakat, LSM, akademisi, akuntan publik dan lain sebagainya. Penerapan
kontrol dan pengawasan diharapkan agar tidak terjadi penyelewengan dan
penyalahgunaan tanah wakaf.
I. Penutup
Untuk mengoptimalkan potensi wakaf, dituntut kemampuan
dan kerja keras kita untuk mewujudkannya, terutama dalam upaya merubah
paradigma terhadap pengelolaan harta wakaf. Kesamaan persepsi dan cara
pendang terhadap pengembangan dan pemberdayaan wakaf produktif sangat penting
agar tumbuhnya dukungan masyarakat guna terwujudnya perekonomian masyarakat
yang kuat dan sejahtera.
Sumber Bacaan :
Departemen Agama RI, Pamplet Pemberdayaan Tanah Wakaf Secara Produktif (Upaya Pengembangan
Potensi Ekonomi Umat), (Jakarta: Dirjen Bimas Islam Direktorat Pemberdayaan
Wakaf, 2007)
----------------------------, Nazhir Profesional dan Amanah, (Jakarta:
Dirjend Bimas Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2008)
----------------------------, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004, (Jakarta:
Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara haji, 2005)
M. Ichsan Amir Mujahid, Strategi Nazhir Dalam Pengembangan
Wakaf Produktif, http://k2ichsan.blogspot.com/2012/06/strategi-nazhir-produktif-2.html, Diakses tanggal 05 Juni 2012
Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag,
Paradikma Baru Dalam Pengelolaan dan
Pemberdayaan Wakaf Produktif, http://www.walisongo.ac.id/view/?p=kolom&id=paradigma
_baru_pengelolaan _dan_pemberdayaan_wakaf_produktif_di_indonesia , Dikases tanggal 05 Juni 2012
Kementerian Agama RI, Model Pemberdayaan Wakaf
Produktif, (Jakarta: Dirjend Bimas Islam, 2010)
***************************
Konyributor: Eddy Khairani Z, S.Ag, M.Pd.I; Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com