Harta Thayyib: Halal Dzatnya dan Halal
Cara Mendapatkannya
Bismillah..
Sesungguhnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Al-Quran untuk dijadikan
panduan hidup manusia di muka bumi ini. Bahkan Allah tegaskan dalam
syariatnya, dengan diutusnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam Islam pondasi hukum yang paling fundamentalis adalah Halal dan Haram,
karena dua pokok hukum ini telah Nabi jelaskan dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh shahabat Nu’man bin Bashir radhiallahu ‘anhu,
bahwasanya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ
“Sesungguhnya
yang Halal itu jelas dan yang haram juga jelas..”
Seandainya
kita menulis daftar sesuatu yang dihalalkan oleh syariat Islam, tentu kita
tidak mampu menghitungnya. Dan berbeda halnya kita menulis daftar yang
diharamkan syariat, tentu tidak sebanyak daftar sesuatu yang dihalalkan
syariat, contohnya; harta riba, judi, anjing, babi, bangkai, khamr dst..
Namun
sayang, saat ini banyak manusia minim semangat menuntut ilmu. Sehingga hati dan
akalnya tertutup syubhat serta tidak mengetahui perkara-perkara yang halal
maupun yang haram. Dalam lanjutan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda;
وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ
مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ
وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ
Di
antara keduanya (halal dan haram) terdapat perkara-perkara yang syubhat
(samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut
terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan
siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara
yang diharamkan..”
Keberkahan
Pada Harta Thayyib Walaupun Sedikit
Perputaran
hidup manusia selalu terkait dengan apa yang mereka makan. Kemudian apa yang
mereka makan terkait dengan apa yang mereka usahakan..
Dalam
hadis diatas perkara halal dan haram sudah ditentukan syariat. Sehingga kaum
muslimin dituntut untuk mencari apapun yang dihalalkan Allah, dan menjauhi apa
yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا
رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّـهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ -١٧٢
Hai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya
kamu menyembah. (QS:
Al-Baqarah 72)
Dan
yang perlu digaris bawahi, Allah ‘Azza Wa Jalla hanya menerima dari
hambanya sesuatu yang Thayyib saja. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً
Sesungguhnya
Allah Ta’ala itu Maha Baik, tidaklah menerima kecuali yang baik.
Bahwasanya
diantara tanda amal yang Thayyib itu adalah ikhlas kepada Allah dan sesuai
dengan tuntutan syariah. Begitupun dengan harta thayyib yaitu halal secara
dzatnya dan halal dalam cara memperolehnya.
Syaikh
Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam kitab Syarah Arbain
Annawi-nya menjelaskan, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
menerima apapun dari seorang hamba kecuali yang thayyib, baik perkataan dan
amal perbuatan lainnya. Dan sebaliknya Dia akan menolak dan tidak menerima
sesuatu yg tidak thayyib. Dan diantara contohnya adalah orang yang
bersedekah dengan harta haram.
Untuk
itu harta yang thayyib akan menjadi berkah, sehingga walaupun sedikit Allah
akan melipatkan gandakannya semisal gunung. Dalam hadis shahih dijelaskan,
من تصدق بعدل تمرة من كسب طيب ولا يقبل الله إلا الطيب وإن الله
يتقبلها بيمينه ثم يربيها لصاحبه كما يربي أحدكم فلوه حتى تكون مثل الجبل
“Barang
siapa yang bersedekah dengan sebutir kurma dari yang thayyib, tidaklah Allah
menerimanya kecuali yang Thayyib. Maka tatkala Allah ta’ala menerima sedekah
dengan tangan kanannya, lalu menumbuhkannya sebagaimana kalian memelihara
anak kuda, sampai-sampai sedekah tersebut seumpama gunung (HR. Bukhari dan
Muslim).
Resiko
Harta Tidak Thayyib, Doapun Tertolak
Sekali
lagi kami tekankan, syarat sebuah harta thayyib ada dua: halal secara dzatnya
dan halal cara memperolehnya. Jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi
maka bisa dipastikan harta tersebut haram.
Diantara
konsekuensi harta haram, doapun bisa tertolak. Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu meriwayatkan dalam sebuah hadis,
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ
يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ
وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى
يُسْتَجَابُ لَهُ
Kemudian
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ada seseorang
melakukan perjalan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu. Dia menengadahkan
kedua tangannya ke langit seraya berkata : Yaa Robbku, Ya Robbku, padahal
makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan yang mengenyangkannya
dari sesuatu yang haram, maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan.
Subhanallah..kisah
diatas bisa kita renungkan. Dimana syarat-syarat terkabulnya doa hampir-hampir
saja terpenuhi, diantaranya orang tersebut dalam keadaan safar, tangannya
menengadah ke langit, lalu ia juga bertabaruk dengan nama Allah. Dalam sebuah
hadis Qudsi yang diriwayatkan dari Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu,
إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِىٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِى
مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
“Sesungguhnya
Rabb-mu Tabaraka wa Ta’ala adalah Maha Pemalu lagi Maha Mulia, Dia malu
terhadap hamba-Nya (yang berdoa dengan) mengangkat kedua tangannya kepada-Nya
kemudian Dia menolaknya dengan hampa“ (HR. Ibnu Majah, Syaikh Al-Albani
menshahihkannya dalam Shahih Ibnu Majah: 3131)
Namun
pada akhirnya musafir ini doanya tidak diijabahi Allah Ta’ala dikarenakan
makanannya haram, minumnya haram, pakaiannya haram.
**********************************
Kontributor: Abu Najmah Minanurrohman. Editor Ustaz Sofyan Kay Umar,MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com