Skip to main content

Rakus Harta


Rakus Harta


Jika engkau memiliki keluarga yang menyayangimu, punya teman dan tetangga yang baik, punya makanan untuk dimakan, punya atap untuk tinggal, punya kendaraan yang memadai, mampu ibadah sesukamu, badan dan fisik sehat, sesungguhnya kamu adalah orang yang kaya, namun tak sadar. Maka sedikit sekali orang yang bersyukur atas itu, sehingga sifat tamak dan rakus menutupi karunia yang Allah Ta’ala berikan.


Berbagai bentuk kekayaan yang Allah Ta’ala berikan justru dipakai dan dimanfaatkan untuk mencari yang lebih, dan terus berlomba memuaskan hawa nafsunya, tidak kenyang dengan hanya memiliki satu gunung emas, terus sifat tamak dan rakusnya mengejar gunung emas yang lainnya kalau perlu seluruh isi dunia dia dapatkan. Manusia tidak akan pernah puas terhadap apa yang sudah diperolehnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ، وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ
Sungguh, seandainya anak Adam memiliki satu lembah dari emas, niscaya ia sangat ingin mempunyai dua lembah (emas). Dan tidak akan ada yang memenuhi mulutnya kecuali tanah.’ Kemudian Allâh mengampuni orang yang bertaubat. (HR. Al-Bukhari, no. 6439 dan Muslim, no. 1048) Dari ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata,
 “Saya pernah mendengar Ibnu Zubair dalam khutbahnya di atas mimbar di Mekah berkata: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمََ كَانَ يَقُوْلُ: لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِيَ وَادِيًا مَلْأً مِنْ ذَهَبٍ، أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا، وَلَوْ أُعْطِيَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا، وَلَا يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ، وَيَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ.
Wahai manusia! Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh, seandainya anak Adam diberikan satu lembah yang penuh dengan emas, pasti dia akan ingin memiliki lembah yang kedua, dan jika seandainya dia sudah diberikan yang kedua, pasti dia ingin mempunyai yang ketiga. Tidak ada yang dapat menutup perut anak Adam kecuali tanah, dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat. (HR. Al-Bukhari, no. 6438)
Di hadits yang lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan dalam sabdanya,
 اِقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَلَا يَزْدَادُ النَّاسُ عَلَى الدُّنْيَا إِلَّا حِرْصًا، وَلَا يَزْدَادُوْنَ مِنَ اللهِ إِلَّا بُعْدًا Hari Kiamat semakin dekat, dan tidak bertambah (kemauan) manusia kepada dunia melainkan semakin rakus, dan tidak bertambah (kedekatan) mereka kepada Allah melainkan semakin jauh. (HR. Al-Hakim, IV/324)
Pada akhir zaman, orang-orang menjalankan ibadah sholat sekedar upacara keagamaan (ritual) atau gerakan-gerakan yang bersifat mekanis (amal) yang sesuai syarat dan rukun-rukunnya (ilmu), sebagaimana robot sesuai programnya. Mereka menjalankan sholat namun tetap melakukan maksiat, tetap melakukan perbuatan keji dan mungkar seperti mereka menjalankan sholat namun melakukan korupsi, memimpin tidak amanah atau memimpin tidak adil dan lain-lain.
Dari waktu ke waktu mereka semakin jauh dari Allah Ta’ala, semakin jauhnya manusia dari agama maka dunialah menjadi tempat tujuan, maka tidak heran semua bentuk kezaliman berujung pada saling berebutnya mereka dengan harta dunia, mereka berasumsi bahwa dengan harta semua bentuk urusan dunia mampu mereka selesaikan dan kuasai. Daripada Abu Hurairah r.a. Beliau berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda “Akan keluar pada akhir zaman orang-orang yang mencari keuntungan dunia dengan menjual agama. Mereka berpakaian di hadapan orang lain dengan pakaian yang dibuat daripada kulit kambing (berpura-pura zuhud dari dunia) untuk mendapat simpati orang ramai, dan perkataan mereka lebih manis daripada gula. Padahal hati mereka adalah hati serigala. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman kepada mereka “Apakah kamu tertipu dengan kelembutanKu? Ataukah kamu terlalu berani berbohong kepadaKu? Demi kebesaranKu, Aku bersumpah akan menurunkan suatu fitnah yang akan terjadi di kalangan mereka sendiri, sehingga orang yang alim (cendekiawan) pun akan menjadi bingung” (HR Tirmizi) 
Sungguh, seandainya anak Adam memiliki satu lembah dari emas, niscaya ia sangat ingin mempunyai dua lembah (emas). Dan tidak akan ada yang memenuhi mulutnya kecuali tanah.’ Kemudian Allâh mengampuni orang yang bertaubat. (HR. Al-Bukhari, no. 6439 dan Muslim, no. 1048) Dari ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata, “Saya pernah mendengar Ibnu Zubair dalam khutbahnya di atas mimbar di Mekah berkata:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمََ كَانَ يَقُوْلُ: لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِيَ وَادِيًا مَلْأً مِنْ ذَهَبٍ، أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا، وَلَوْ أُعْطِيَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا، وَلَا يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ، وَيَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ
Wahai manusia! Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh, seandainya anak Adam diberikan satu lembah yang penuh dengan emas, pasti dia akan ingin memiliki lembah yang kedua, dan jika seandainya dia sudah diberikan yang kedua, pasti dia ingin mempunyai yang ketiga. Tidak ada yang dapat menutup perut anak Adam kecuali tanah, dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat. (HR. Al-Bukhari, no. 6438) 
Di hadits yang lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan dalam sabdanya,
اِقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَلَا يَزْدَادُ النَّاسُ عَلَى الدُّنْيَا إِلَّا حِرْصًا، وَلَا يَزْدَادُوْنَ مِنَ اللهِ إِلَّا بُعْدًا 
Hari Kiamat semakin dekat, dan tidak bertambah (kemauan) manusia kepada dunia melainkan semakin rakus, dan tidak bertambah (kedekatan) mereka kepada Allah melainkan semakin jauh. (HR. Al-Hakim, IV/324) Pada akhir zaman, orang-orang menjalankan ibadah sholat sekedar upacara keagamaan (ritual) atau gerakan-gerakan yang bersifat mekanis (amal) yang sesuai syarat dan rukun-rukunnya (ilmu), sebagaimana robot sesuai programnya. Mereka menjalankan sholat namun tetap melakukan maksiat, tetap melakukan perbuatan keji dan mungkar seperti mereka menjalankan sholat namun melakukan korupsi, memimpin tidak amanah atau memimpin tidak adil dan lain-lain. 
Dari waktu ke waktu mereka semakin jauh dari Allah Ta’ala, semakin jauhnya manusia dari agama maka dunialah menjadi tempat tujuan, maka tidak heran semua bentuk kezaliman berujung pada saling berebutnya mereka dengan harta dunia, mereka berasumsi bahwa dengan harta semua bentuk urusan dunia mampu mereka selesaikan dan kuasai. Daripada Abu Hurairah r.a. Beliau berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda “Akan keluar pada akhir zaman orang-orang yang mencari keuntungan dunia dengan menjual agama. Mereka berpakaian di hadapan orang lain dengan pakaian yang dibuat daripada kulit kambing (berpura-pura zuhud dari dunia) untuk mendapat simpati orang ramai, dan perkataan mereka lebih manis daripada gula. Padahal hati mereka adalah hati serigala. 
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman kepada mereka “Apakah kamu tertipu dengan kelembutanKu? Ataukah kamu terlalu berani berbohong kepadaKu? Demi kebesaranKu, Aku bersumpah akan menurunkan suatu fitnah yang akan terjadi di kalangan mereka sendiri, sehingga orang yang alim (cendekiawan) pun akan menjadi bingung” (HR Tirmizi)
Manusia biasanya senang sekali dengan harta dunia. Karena terlalu senangnya, kadang sampai berlebihlebihan atau rakus dalam mendapatkannya. Nabi pernah berpesan kepada Hakim bin Hizam, Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu indah menggoda. Barang siapa yang tidak mengambilnya dengan rakus maka ia akan mendapati berkah. Barang siapa yang mengambilnya dengan rakus, maka ia tidak akan mendapati berkah; ia seperti orang makan yang tidak merasa kenyang (HR al-Bukhari).

Dalam kitab al-'Ilaj al-Qur'ani karya Muslih Muhammad dikisahkan, seorang laki-laki menemani Nabi Isa pergi ke suatu tempat. Di sebuah tepi sungai, mereka berhenti untuk beristirahat. Beliau lalu mengeluarkan tiga buah roti dan masing-masing makan satu. Setelah itu, beliau pergi ke sungai untuk minum. Saat kembali, ia tak melihat roti satunya lagi. Beliau bertanya, Siapa yang mengambil roti? Laki-laki itu menjawab, Tidak tahu. Mereka pun kembali meneruskan perjalanan.

Saat melihat seekor rusa dengan dua anaknya, beliau memanggil salah satunya lalu menyembelih dan memanggangnya, lalu memakannya. Selanjutnya, beliau berkata kepada rusa yang dipanggang, Bangkitlah (hiduplah) dengan izin Allah. Rusa itu pun bangkit, lalu beliau bertanya lagi, Demi Allah yang memperlihatkan ayat (mukjizat) ini kepadamu, siapa yang mengambil roti tadi? Laki-laki itu tetap menjawab, Tidak tahu.
Mereka pun meneruskan perjalanan hingga tiba di sebuah danau. Beliau lantas menggandeng tangan laki-laki itu dan mereka berjalan di atas air danau sampai di seberang. Kembali beliau bertanya, Demi Allah yang memperlihatkan ayat ini kepadamu, siapa yang mengambil roti itu? Ia tetap menjawab, Tidak tahu. Mereka pun meneruskan perjalanan hingga tiba di sebuah dataran rendah.

Beliau lalu mengumpulkan tanah, kemudian berkata, Jadilah emas, dengan izin Allah. Maka tanah itu pun berubah menjadi emas. Beliau lalu membaginya menjadi tiga bagian. Beliau berkata, Sepertiga untukku, sepertiga untukmu, dan sepertiga lagi untuk orang yang mengambil roti. Laki-laki itu sontak berkata, Akulah orang yang mengambil roti itu. Mengetahui itu, beliau pun berkata, Kalau begitu, semua emas ini untukmu. Mereka pun berpisah. Laki-laki itu pergi sendirian dan bertemu dua orang di sebuah daerah. Melihat emas yang cukup banyak, dua laki-laki asing itu bermaksud merampoknya. Namun, laki-laki yang membawa emas berkata, Kita bagi tiga saja. Sekarang, satu orang ke pasar untuk membeli makanan. Satu orang dari mereka pun bergegas ke pasar. Lalu, laki-laki yang membawa emas itu berkata, Untuk apa membagi emasnya dengannya, lebih baik untuk kita berdua saja. Jika dia datang, kita bunuh dia. Laki-laki yang ke pasar ternyata juga berpikir, Buat apa dibagi, lebih baik aku racuni saja makanan ini sehingga mereka mati. Setelah kembali, kedua laki-laki itu langsung membunuh laki-laki yang dari pasar. Kemudian, memakan makanan yang telah diracun sehingga mereka mati.

Tinggallah emas itu tergeletak di tanah. Nabi Isa yang melintas di tempat itu melihat mereka yang telah mati, lalu berkata, Inilah akibatnya terlalu rakus dengan dunia, waspadalah. Demikianlah bahaya dan akibat buruk dari rakus harta dunia. Nabi pun mewanti-wanti, Sesungguhnya dinar dan dirham telah membinasakan orang-orang sebelum kalian dan keduanya juga membinasakan kalian. (HR al-Bazzar).
Kita tak dilarang menyenangi harta karena itu adalah sarana untuk beribadah dan beramal saleh. Namun, kita dilarang rakus harta dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya, misalnya, dengan korupsi, mencuri, merampok, dan sejenisnya karena berbahaya dan buruk akibatnya. Wallahu a'lam.

Manusia biasanya senang sekali dengan harta dunia. Karena terlalu senangnya, kadang sampai berlebihlebihan atau rakus dalam mendapatkannya. Nabi pernah berpesan kepada Hakim bin Hizam, Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu indah menggoda. Barang siapa yang tidak mengambilnya dengan rakus maka ia akan mendapati berkah. Barang siapa yang mengambilnya dengan rakus, maka ia tidak akan mendapati berkah; ia seperti orang makan yang tidak merasa kenyang (HR al-Bukhari).

Dalam kitab al-'Ilaj al-Qur'ani karya Muslih Muhammad dikisahkan, seorang laki-laki menemani Nabi Isa pergi ke suatu tempat. Di sebuah tepi sungai, mereka berhenti untuk beristirahat. Beliau lalu mengeluarkan tiga buah roti dan masing-masing makan satu. Setelah itu, beliau pergi ke sungai untuk minum. Saat kembali, ia tak melihat roti satunya lagi. Beliau bertanya, Siapa yang mengambil roti? Laki-laki itu menjawab, Tidak tahu. Mereka pun kembali meneruskan perjalanan.

Saat melihat seekor rusa dengan dua anaknya, beliau memanggil salah satunya lalu menyembelih dan memanggangnya, lalu memakannya. Selanjutnya, beliau berkata kepada rusa yang dipanggang, Bangkitlah (hiduplah) dengan izin Allah. Rusa itu pun bangkit, lalu beliau bertanya lagi, Demi Allah yang memperlihatkan ayat (mukjizat) ini kepadamu, siapa yang mengambil roti tadi? Laki-laki itu tetap menjawab, Tidak tahu.
Mereka pun meneruskan perjalanan hingga tiba di sebuah danau. Beliau lantas menggandeng tangan laki-laki itu dan mereka berjalan di atas air danau sampai di seberang. Kembali beliau bertanya, Demi Allah yang memperlihatkan ayat ini kepadamu, siapa yang mengambil roti itu? Ia tetap menjawab, Tidak tahu. Mereka pun meneruskan perjalanan hingga tiba di sebuah dataran rendah.

Beliau lalu mengumpulkan tanah, kemudian berkata, Jadilah emas, dengan izin Allah. Maka tanah itu pun berubah menjadi emas. Beliau lalu membaginya menjadi tiga bagian. Beliau berkata, Sepertiga untukku, sepertiga untukmu, dan sepertiga lagi untuk orang yang mengambil roti. Laki-laki itu sontak berkata, Akulah orang yang mengambil roti itu. Mengetahui itu, beliau pun berkata, Kalau begitu, semua emas ini untukmu.

Mereka pun berpisah. Laki-laki itu pergi sendirian dan bertemu dua orang di sebuah daerah. Melihat emas yang cukup banyak, dua laki-laki asing itu bermaksud merampoknya. Namun, laki-laki yang membawa emas berkata, Kita bagi tiga saja. Sekarang, satu orang ke pasar untuk membeli makanan. Satu orang dari mereka pun bergegas ke pasar. Lalu, laki-laki yang membawa emas itu berkata, Untuk apa membagi emasnya dengannya, lebih baik untuk kita berdua saja. Jika dia datang, kita bunuh dia.

Laki-laki yang ke pasar ternyata juga berpikir, Buat apa dibagi, lebih baik aku racuni saja makanan ini sehingga mereka mati. Setelah kembali, kedua laki-laki itu langsung membunuh laki-laki yang dari pasar. Kemudian, memakan makanan yang telah diracun sehingga mereka mati.
Tinggallah emas itu tergeletak di tanah. Nabi Isa yang melintas di tempat itu melihat mereka yang telah mati, lalu berkata, Inilah akibatnya terlalu rakus dengan dunia, waspadalah. Demikianlah bahaya dan akibat buruk dari rakus harta dunia. Nabi pun mewanti-wanti, Sesungguhnya dinar dan dirham telah membinasakan orang-orang sebelum kalian dan keduanya juga membinasakan kalian. (HR al-Bazzar).

Kita tak dilarang menyenangi harta karena itu adalah sarana untuk beribadah dan beramal saleh. Namun, kita dilarang rakus harta dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya, misalnya, dengan korupsi, mencuri, merampok, dan sejenisnya karena berbahaya dan buruk akibatnya. 

Pada asalnya, harta tidaklah tercela. Allah bahkan menyebut harta sebagai “khair” (kebaikan) dalam Al-Quran.
 كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak (khair), berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 180)

Allah juga menyebutkan bahwa harta Allah jadikan sebagai “qiyâm”; atau sesuatu yang menopang kehidupan manusia. Allah berfirman,
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya (anak yatim yang belum baligh), harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan (qiyâman). (QS. An-Nisa [4]: 5)

As-Syaikh Sa’di –rahimahullah- berkata, “Allah melarang para wali untuk menyerahkan uang kepada mereka yang belum sempurna akalnya, khawatir mereka akan merusak dan menghancurkannya. Karena Allah menjadikan harta sebagai pokok kehidupan bagi hamba-hambanya baik dalam kemaslahatan agama atau dunianya.” (Tasîr al Karîm 1/164)

Kemaslahatan harta dalam urusan dunia sangat jelas. Adapun kemaslahatannya dalam urusan agama, maka ia juga sangat banyak. Banyak jenis ibadah yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan harta. Keterbatasan dalam harta bisa menjadi keterbatasan dalam beribadah. Dalam kendali dan pengaturan orang sholeh, harta adalah karunia terbaik yang mampu melesatkannya menjadi manusia mulia dan terhormat, baik dalam pandangan Allah, ataupun dalam pandangan manusia. Hubungan dengan Allah akan semakin kuat, karena dengan hartanya seseorang akan lebih leluasa dalam mencari ilmu dan lebih tenang saat beribadah. Begitupun hubungannya dengan sesama, ia akan dengan mudah mempererat hubungan persaudaraan dan pergaulan dengan hartanya seperti dengan banyak memberi hadiah, makanan dan lain sebagainya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ
Sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh orang shaleh.” (HR Bukhari dalam al Adab al Mufrad: 299, dishahihkan al Albani)
Dari sisi yang lain, Allah sering mengingatkan, bahwa harta adalah fitnah. Sebagaimana dengan sebab harta manusia bisa beribadah, dengan sebab harta pula manusia bisa dengan mudah berbuat kemungkaran. Inilah diantara hikmah mengapa Allah membatasi rizki-Nya kepada sebagian manusia. Agar manusia tidak melakukan perbuatan melampaui batas. Allah berfirman,

 وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS Asy-Syura [42]: 27)

Dengan harta biasanya manusia menjadi orang yang suka bermewah-mewahan. Dan, Allah mengabarkan kepada kita bahwa orang-orang yang hidup mewahlah yang selalu menjadi penentang para utusan Allah.
 وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ
 “Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” (QS Saba’ [34]: 34)

Disebabkan harta, perhelatan manusia di dunia dalam mengumpulkan pundi-pundi kehidupan menjadi begitu ketat. Manusia saling berlomba, saling mengejar, dan tidak jarang saling menjatuhkan demi memperebutkan “nasib” dunianya. Hidup menjadi ajang persaingan yang pemenangnya ditentukan oleh banyaknya harta dan kekayaan. Nasib baik dan keuntungan didasarkan pada perolehan materi semata.Kecenderungan inilah yang membuat manusia kerap lupa bahwa ada hak Allah yang harus ditunaikan dalam sikapnya terhadap harta. Padahal manusia tidak dibenarkan bersikap rakus, sombong dan berlebih-lebihan dengan harta. Harta merupakan karunia Allah yang seharusnya disyukuri dengan cara mengusahakan harta itu dari jalan yang halal dan membelanjakannya pada jalan yang juga diridhoi Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«مَا ذئبان جَائِعَانِ أُرسِلاَ في غَنَمٍ بأفسَدَ لها مِنْ حِرصِ المرء على المال والشَّرَف لدينهِ »
Tidaklah dua serigala lapar yang menghampiri seekor kambing lebih berbahaya baginya dari ambisi seseorang kepada harta dan kedudukan bagi agamanya” (HR Tirmidzi no. 2376, ia berkata: hasan shahih, Ahmad: 3/656)

Sebuah ilustrasi yang sangat mengena dari Rasulullah untuk menggambarkan rusaknya agama seorang manusia disebabkan karena ambisi terhadap harta benda dan kedudukan di dunia. Kerusakan agama yang ditimbulkannya tidak lebih besar dari bahaya yang mengancam seekor kambing yang didatangi dua serigala lapar dan siap menerkamnya.
Ibnu Rajab menjelaskan, orang yang berambisi terhadap harta ada dua jenis:

Pertama, orang yang sangat mencintai harta, semangat dalam mencarinya dengan cara yang mubah, namun ia berlebihan dalam mendapatkan dan mengusahakannya. Orang ini tercela dari sisi bahwa semua usahanya itu bisa jadi sebuah bentuk mensia-siakan hidup, padahal ia seharusnya bersungguh-sungguh itu dalam mendapatkan kenikmatan akhirat yang abadi. Orang yang berambisi ini malah mensia-siakannya untuk mencari rizki yang sesungguhnya terjamin dan sesuatu yang Allah bagi-bagikan, yang tidak datang kecuali seukuran dengan takdir Allah, harta yang kelak tidak akan mendatangkan manfaat baginya, ia akan tinggalkan semua itu, dengan tetap hisabnya akan berlaku atasnya.

Dikatakan kepada seorang ahli Hikmah, “Si fulan telah mengumpulkan harta.” lalu ia berkata, “Apakah ia juga mengumpulkan hari demi hari yang ia berinfak padanya?” dijawab, “tidak”
Seseorang berkata, “jika engkau di dunia lemah dalam berbuat kebaikan, maka apa yang kelak akan engkau perbuat di hari kiamat?”
Ibnu Mas’ud berkata, “Keyakinan itu adalah engkau tidak meridhai manusia dengan kemurkaan Allah, tidak memuji seseorang karena rizki Allah, tidak mencela seseorang atas sesuatu yang Allah tidak berikan kepadamu. Sesungguhnya rizki Allah tidak diraih dengan ambisi orang yang berambisi dan tidak akan tertolak karena bencinya orang yang benci. Allah dengan sifat adil dan ilmu-Nya menjadikan ruh (kehidupan yang hakiki) dan kebahagiaan terdapat pada sifat yakin dan ridha, menjadikan kesedihan dan gundah gulana pada sifar ragu dan kemurkaan.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada sahabatnya Hakim bin Hizam,
 « يَا حَكِيمُ ، إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرٌ حُلْوٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ ، وَكَانَ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ ، وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى »
Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini indah dan manis. Barangsiapa mengambilnya dengan keluasan jiwanya, ia akan diberkahi pada hartanya. Dan barangsiapa yang mengambilnya dengan tanpa berlebihan, maka perumpamaannya adalah seperti orang yang makan dan tidak pernah kenyang.” (HR Bukhari no: 1472, 2750, 3143, Muslim no: 1035)

Kedua, orang yang kondisinya lebih buruk dari jenis pertama. Ia adalah orang yang berambisi terhadap harta, hingga mengusahakannya dengan cara-cara yang diharamkan Allah dan menghalanginya untuk menunaikan kewajiban hartanya. Perutnya penuh dengan harta haram. Merasa harta yang dimilikinya adalah hasil dari seluruh usahanya, ia menjadi manusia yang sangat takut kehilangan hartanya. Ia jadi sangat kikir, malas bersedekah dan individualis. Ia terjerumus pada sikap kikir yang tercela. Padahal Allah berfirman,
وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr [59]: 9)
Dari Jabir bin Abdillah, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَاتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ
Peliharalah dirimu dari sifat kikir, karena sifat kikir telah membinasakan orang-orang sebelum kamu. Sifat itu telah menyuruh mereka memutuskan persaudaraan, maka mereka pun memutuskan persaudaraan. Sifat itu telah menyebabkan mereka saling membunuh dan menghalalkan perkara-perkara yang diharamkan (HR Muslim no: 6741) (Lihat Majmû Rasâ`il Ibnu RajabSyarh Hadîts Mâ Dzi`bâni Jâ`I’âni, Hal. 65 – 69)

Mudah-mudah Allah senantiasa menjaga kita semua dari fitnah harta yang merugikan. Amin.***Wallâhu a’lam bish-shawâb

**************************
Kontributor: Abu Miqdam, Fajar Kurnianto, Ust Raehanul Bahraen.Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc.  Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com

Popular posts from this blog

Zakat di Masa Rasulullah, Sahabat dan Tabi'in

ZAKAT DI MASA RASULULLAH, SAHABAT DAN TABI’IN Oleh: Saprida, MHI;  Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Islam merupakan agama yang diturunkan kepada umat manusia untuk mengatur berbagai persoalan dan urusan kehidupan dunia dan untuk mempersiapkan kehidupan akhirat. Agama Islam dikenal sebagai agama yang kaffah (menyeluruh) karena setiap detail urusan manusia itu telah dibahas dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ketika seseorang sudah beragama Islam (Muslim), maka kewajiban baginya adalah melengkapi syarat menjadi muslim atau yang dikenal dengan Rukun Islam. Rukun Islam terbagi menjadi lima bagian yaitu membaca syahadat, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, menjalankan puasa dan menunaikan haji bagi orang yang mampu. Zakat adalah salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban bagi setiap individu (Mukallaf) yang memiliki harta untuk mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam zakat itu sendiri. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah s

Isu-Isu dan Pertanyaan Tentang Zakat #1

Isu-isu dan Pertanyaan tentang Zakat #1 Pertanyaan: 1.    Bagaimana hukum meremehkan dan tak mau membayar kewajiban Zakat?. 2. Aku seorang Pemuda berusia 26 tahun, ayahku menginvestasikan harta bagi kami dalam suatu usaha mudharabah. Aku tidak mengetahui sebelumnya, baru sekarang diketahui. Ketika aku melihat perjanjian akad mudharabah, terdapat salah satu poin perjanjian: Investor harus mengeluarkan zakat hartanya sendiri. Pertanyaan saya, berapa jumlah kadar  zakat  yang wajib aku keluarkan, mengingat hal ini sudah berlangsung selama 24 tahun dan  zakatnya  belum dikeluarkan? Apakah  zakat  harus dikeluarkan dari modal mudharabah yang telah berjalan, atau bisa dari sumber lainnya mengingat saya sudah bekerja dan mempunyai gaji? 3. Bagaimana cara menghitung tunggakan Zakat selama beberapa tahun?. Saya memiliki tunggakan kewajiban, yaitu menunaikan zakat selama 3 tahun untuk harta sejumlah 20.000 Riyal Saudi.Berapakah jumlah zakat yang wajib saya tunaikan dalam Ri

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1 1.   The Parable of Spending in Allah’s Cause: Tafseer Ibn Kathir Sadaqa (Voluntary Charity in the Way of Allah) Tafseer Ibn Kathir – QS Al-Baqarah: 261 “The parable of those who spend their wealth in the way of Allah is that of a grain (of corn); it grows seven ears, and each ear has a hundred grains. Allah gives manifold increase to whom He wills. And Allah is All-Sufficient for His creatures’ needs, All-Knower .” This is a parable that Allah made of the multiplication of rewards for those who spend in His cause, seeking His pleasure. Allah multiplies the good deed ten to seven hundred times . Allah said,  The parable of those who spend their wealth in the way of Allah. Sa`id bin Jubayr commented, “Meaning spending in Allah’s obedience” . Makhul said that the Ayah means, “Spending on Jihad, on horse stalls, weapons and so forth” . The parable in the Ayah is more impressive on the heart than merely mentioning th