Skip to main content

Lembaga Amil Zakat


Lembaga Amil Zakat



Pendahuluan
Dalam perkonomian yang sedang membangun selalu ditandai dengan berbagai persoalan yang menyangkut aktivitas ekonomi, akan tetapi untuk mendapatkan suatu keinginan tidaklah mudah karena diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit. Begitu pun dalam hal masyarakat yang kurang mampu ingin mendapatkan suatu kebutuhan terutama kebutuhan primer yang harus terpenuhi belum tercapai. Dalam hal ini, Islam mengajarkan kepada kita untuk saling mengasihi dan berbuat kebaikan kepada setiap orang terutama yang sangat membutuhkan seperti fakir miskin dan anak yatim. Pengentasan kemiskinan, kesenjangan sosial, pengangguran dan kesenjangan ekonomi ( pendapatan ) merupakan beberapa contoh permasalahan yang dapat dipecahkan dengan zakat. 

Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang diajarkan sejak zaman Rasulullah Saw. Menurut sejarah, zakat telah berkembang seiring dengan laju perkembangan Islam itu sendiri. Gambaran tersebut meliputi perkembangan pemikiran zakat pada tatanan hukum Islam masyarakat Indonesia dalam kerangka modern. Salah satu yang berpengaruh besar terhadap zakat, adalah menyangkut aspek pengelolaannya. Selama ini pendayagunaan zakat masih tetap saja berkutat dalam bentuk konsumtif sehingga hasilnya kurang atau tidak menimbulkan dampak yang signifikan, yakni hanya bersifat sementara.

Realitas ini tidak bisa disalahkan, karena untuk memperoleh daya guna yang maksimal, agama tidak mengatur bagaimana seharusnya cara mengelola zakat yang baik dan benar. Namun demikian tidak seharusnya hanya berdiam diri saja dan tidak melakukan pemikiran kreatif, mengingat perkembangan zaman menjadi tuntutan untuk dapat menafsirkan dalil-dalil zakat agar bisa dikelola secara profesional.Fungsi zakat bukan hanya bagian dari ibadah, namun juga merupakan bagian dari tatanan ekonomi, sosial dan politik umat Islam. Keterkaitan negara dalam pengelolaan zakat tergantung kepada permasalahan dasar yang menjadikan zakat bagian dari hukum diyani yang bersifat qadha’i. 

Lembaga Amil Zakat merupakan lembaga yang mengatur, mengumpulkan, mendistribusikan zakat fitrah maupun zakat maal ( harta ) untuk dibagikan kepada orang yang membutuhkan seperti yang telah diatur dalam ajaran agama islam. Dengan adanya Lembaga Amil Zakat ( LAZ ) diharapkan mengurangi angka kemiskinan di masyarakat. Lembaga Amil Zakat pun telah mendistribusikan zakatnya dengan tepat sasaran tetapi belum sepenuhnya secara menyeluruh dalam artian masih ada kekeliruan atau kesalahan – kesalahan dalam hal teknis. Untuk itu, perlu adanya kerja sama antara pemerintah dengan LAZ demi memudahkan operasionalnya. 

Semakin pesatnya pertumbuhan ekonomi syariah di berbagai negara yang tengah mengalami krisis ekonomi dan keuangan, menjadikan ekonomi islam sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Menurut Ibnu Khaldun, dengan begitu pentingnya zakat, beliau mengatakan “ seorang tidak dianjurkan memakan atau menikmati hasil kerja sementara orang lain dalam keadaan lapar”. Dengan begitu pentingnya zakat dari zaman dahulu sampai sekarang maka zakat sebagai salah satu penyumbang bagi pemasukan negara, khususnya negara – negara islam di dunia. Indonesia sendiri dalam kurun waktu beberapa tahun yang lalu apabila dihitung – hitung dana zakat hampir menembus triliunan setiap tahunnya. Namun berbagai kendala dalam hal pengelolaannya masih menjadi masalah karena belum sepenuhnya menyeluruh kepada muzakki. Untuk itu tanpa adanya lembaga amil zakat yang mengerti prosedur dan penyalurannya maka tidak akan berhasil sesuai dengan apa yang telah direncanakan dengan baik.

Pembahasan
Di Indonesia, saat ini ada organisasi atau lembaga pengelola zakat. Keberadaan organisasi tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan yang dibentuk pemerintah atau lembaga yang didirikan oleh masyarakat.Adapun lembaga pengelolaan zakat tersebut adalah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ).[1]Semua pegiat zakat berharap, dengan adanya undang-undang ini ada perbaikan dari semua sektor. Bukan hanya perbaikan segi kelembagaan, tapi dari segi kesadaran masyarakat dalam menyalurkan zakat melalui lembaga juga meningkat. Dengan demikian penghimpunan zakat oleh pengelola zakat juga bertambah sehingga bermanfaat bagi masyarakat miskin.

Dengan melihat Islam muncul sebagai sistem nilai yang mewarnai perilaku ekonomi masyarakat, eksistensi zakat memiliki potensi strategis yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan pendapatan di Indonesia. Namun selama ini potensi zakat di Indonesia belum dikembangkan secara optimal dan belum dikelola secara profesional. Hal ini disebabkan belum efektifnya lembaga zakat yang menyangkut aspek pengumpulan administrasi, pendistribusian, monitoring serta evaluasinya. Dengan kata lain, sistem organsisasi dan manajemen pengelolaan zakat hingga kini dinilai masih bertaraf klasikal, bersifat konsumtif dan terkesan inefisiensi, sehingga kurang berdampak sosial yang berarti. Karenanya, peran pemerintah dalam mengatasi masalah zakat tersebut sangat penting keberadaanya, baik melalui Lembaga Amil Zakat baik di pusat maupun di daerah agar diharapkan pengelolaan zakat dapat optimal.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka tulisan ini secara khusus akan mengkaji problematika kelembagaan zakat. Masalah ini diangkat karena didasarkan pada kebutuhan terhadap suatu pengelolaan zakat sebagai sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat, terutama untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial. Karenanya, perlu adanya pengelolaan zakat melalui lembaga zakat secara profesional dan bertanggung jawab oleh masyarakat bersama pemerintah.

Dalam membahas permasalahan tersebut di atas, tahapan yang dilakukan, yaitu: pertama, menjelaskan terlebih dahulu apa itu lembaga zakat berdasarkan konteks fiqh, dengan rincian pengertian zakat, dasar hukum, kelembagaan dan pengelolaan zakat di masa Rasulullah Saw.Kedua, memfokuskan kelembagaan zakat berdasarkan undang-undang sebagai legislasi hukum Islam di Indonesia.Ketiga, pengelolaan zakat melalui lembaga zakat

Lembaga Zakat dalam Konteks Fiqih

Zakat menurut lughah (bahasa), berarti nama’ artinya kesuburan, thaharah yang artinya kesucian, barakah yang artinya keberkatan dan berarti juga tazkiyah tathhier yang berarti mensucikan. Dari segi bahasa, kata zakat bahasa Arab az-zakah, yang berarti: suci, bersih, tumbuh, berkembang, bertambah, subur, berkah, baik dan terpuji. merupakan masdar dari zaka yang berarti berkembang, tumbuh, bersih dan baik.

Menurut istilah fiqh Islam, zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, dengan aturan-aturan yang telah ditentukan di dalam syara’. Zakat merupakan pengambilan sebagian harta dari muslim untuk kesejahteraan muslim dan oleh orang muslim. Zakat merupakan penyerahan sebagian harta benda yang telah ditentukan oleh Allah kepada yang berhak menerimanya. Zakat diwajibkan dalam Alquran, hadis, dan ijma’ ulama.

Menurut Wahbah Zuhaily, zakat diwajibkan atas setiap muslim yang merdeka, yang memiliki satu nisab dari salah satu jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Nishabadalah “kadar yang ditentukan oleh syariat sebagai ukuran mengenai kewajiban mengeluarkan zakat”. Pengertian zakat menurut bahasa dan istilah mempunyai hubungan yang erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik.Disebut zakat dalam syari’at karena adanya pengertian etimologis, yaitu karena zakat dapat membersihkan atau mensucikan pelakunya dari dosa dan menunjukkan kebenaran imannya, karenanya zakat merupakan rukun Islam yang ketiga.

Zakat menempati kedudukan yang sangat mendasar dan fundamental dalam Islam. Begitu mendasarnya, sehingga perintah zakat dalam Alquran sering disertai dengan ancaman yang tegas, sebagaimana dijelaskan dalamsurat Taubah [9] ayat 34. Bahkan seringkali perintah membayar zakat diiringi dengan perintah mengerjakan sholat.Hal ini menegaskan adanya kaitan komplementer antara ibadah sholat dan zakat. Sholat berdimensi vertikal-ketuhanan, sementara zakat berdimensi horizontal-kemanusiaan. Zakat tidak hanya saja sebagai wujud kebaikan hati orang-orang kaya terhadap orang-orang miskin. Tetapi zakat merupakan hak Tuhan dan hak orang miskin yang terdapat dalam harta.

Dilihat dari segi kebahasaan, teks ayat-ayat tentang perintah zakat, sebagian besar dalam bentuk ‘amr (perintah) dengan menggunakan kata atu (tunaikan); yang bermakna: berketetapan, segera, sempurna sampai akhir, kemudahan, mengantar, dan seorang yang agung. Kata tersebut bermakna al-itha, suatu perintah untuk menunaikan atau membayarkan.Selain perintah untuk mengeluarkan zakat, Islam juga mengatur dengan tegas dan jelas tentang pemungutan dan pengelolaan harta zakat.

Dalam bidang pengelolaan zakat Rasulullah Saw. memberikan contoh dan petunjuk operasionalnya. Manajemen operasional yang bersifat teknis tersebut dapat dilihat pada pembagian struktur amil zakat, yang terdiri dari: (1) Katabah, petugas yang mencatat para wajib zakat, (2) Hasabah, petugas yang menaksir, menghitung zakat, (3) Jubah, petugas yang menarik, mengambil zakat dari para muzakki, (4) Khazanah, petugas yang menghimpun dan memelihara harta, dan (5) Qasamah, petugas yang menyalurkan zakat pada mustahiq (orang yang berhak menerima zakat).

Fungsi amil zakat adalah sebagai penghubung antara wajib zakat atau muzakki dan yang berhak menerima zakat. Amil zakat berkewajiban menyampaikan harta zakat yang diterimanya itu kepada yang berhak dengan cara yang lebih tepat dan terarah sesuai dengan tujuan disyariatkannya zakat itu. Di samping itu, amil zakat berfungsi dan bertugas dalam menentukan dan mengidentifikasi orang-orang yang terkena wajibzakat (muzakki), menetapkan kriteria harta benda yang wajib dizakati, menyeleksi jumlah para mustahiq zakat dan menetapkan jadwal pembayaran zakat bagi masing-masing muzakki serta menentukan kriteria penyaluran harta zakat bagi tiap-tiap mustahiq sesuai dengan kondisi masing-masing.

Lembaga Zakat dalam Konteks Undang-Undang

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan.

Sejak tahun 1999, zakat secara resmi masuk kedalam ranah hukum positif di Indonesia dengan keluarnya Undang-Undang RI No.38 tahun1999 tentang Pengelolaan Zakat. Kemudian direvisi dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat resmi diundangkan dan masuk dalam Lembaran Negera Republik Indonesia bernomor 115 setelah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 25 November 2011. Lahirnya UU Nomor 23 tahun 2011 menggantikan UU No. 38 tahun 1999 yang sebelumnya telah menjadi payung hukum pengelolaan zakat. Struktur dari Undang-Undang Pengelolaan Zakat ini terdiri dari 11 Bab dengan 47 Pasal. Tak lupa di dalamnya juga mencantumkan ketentuan pidana dan ketentuan peralihan.[2]

Secara eksplisit tujuan dari Undang-Undang Pengelolaan Zakat adalah untuk mendongkrak dayaguna dan hasilguna pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah di Indonesia. Karena itu pengelolaan zakat harus dilembagakan (formalisasi) sesuai dengan syariat Islam. Danharus memenuhi asas-asas amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilias sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efesiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat. Di samping itu, pengelolaan zakat juga bertujuan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

Dalam undang-undang sebelumnya antara Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dalam relasi sejajar, bahkan dalam situasi tertentu cenderung pada posisi saling berhadap-hadapan (vis a vis). Sehingga muncul dikotomi antara dua lembaga tersebut. BAZ seolah-olah milik pemerintah, sedang LAZ punya masyarakat. Keadaan semacam itu dinilai kurang kondusif sehingga potensi yang begitu besar terabaikan sehingga pengelolaan maupun pendistribusian tidak memiliki arah, dimana saja wilayah mustah}iq yang lebih krusial.

Dalam UU Nomor 23 tahun 2011 pasal 6 dan 7 ayat 1 dijelaskan,5 peran BAZNAS menjadi lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Fungsi BAZNAS disebutkan sebagai perencanaan, pelaksana, pengendalian baik dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Selain itu, pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. Jika kemampuan BAZNAS pada Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 memiliki kewenangan yang terbatas sehingga dari sisi pengumpulan maupun pendistribusian kalah jauh dengan LAZ. Akan tetapi dengan kewenangan yang diberikan sekarang BAZNAS akan sangat leluasa dengan memiliki hirarki dan jaringan hingga tingkat struktur yang paling bawah bawah.

Pengelolaan zakat pada saat menggunakan payung UU No 38 tahun 1999 dirasakan kurang optimal dan memiliki kelemahan dalam menjawab permasalahan zakat di tanah air. Selain itu pasal-pasal yang termaktub di dalamnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga butuh pembaruan. Karena itu di dalam UU Nomor 23 tahun 2011, pengelolaan lebih terintegrasi dan terarah dengan mengedepankan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan. Problem mendasar yang dihadapi pada rezim zakat terdahulu adalah adanya kesimpangsiuran siapa yang harus menjadi leading sector.Karenanya, menurut UU No. 23 Tahun 2011 tersebut, posisi negara merupakan regulator dan fasilitator, tetapi pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga yang diberi kewenangan secara mandiri sebagai lembaga nonstruktural. Dalam hal ini, BAZNAS tidak dapat diintervensi oleh pemerintah atau lembaga lain yang bersifat mandiri (independen).

Salah satu hal terpenting dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di antaranya adalah terkait dengan penguatan kelembagaan. Dalam undang-undang ini BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) disebutkan sebagai lembaga pemerintah non struktural yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah, secara teknis BAZNAS di bawah koordinasi kementerian agama. Jika pada Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 yang duduk di BAZNAS disebut sebagai pengurus, maka di dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, sebutannya tidak lagi sebagai pengurus, tapi anggota komisioner.

Karenanya, kehadiran Undang-Undang No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat tersebut merupakan kebutuhan akan pengaturan pengelolaan zakat yang komprehensip demi tercapainya tujuan tata kelola zakat yang baik di Indonesia. Sekaligusmerupakan jawaban dari keinginan masyarakat yang belum memperoleh manfaat secara signifikan atas pengelolaan zakat, baik bagi muzakki maupun mustahiq.

Disamping itu, kehadiran Undang-Undang No.23 Tahun 2011 tersebut juga berfungsi untuk menekan penyaluran dana zakat yang kurang tertata dan cenderung sporadis. Mengingat,  kecenderungan masing-masing organisasi pengelola zakat seperti berjalan sendiri-sendiri. Melihat kenyataan yang demikian itu, undang-undang pengelolaan zakat yang baru kini lebih memberikan kepastian dan tanggungjawab baru kepada sebuah lembaga yang dipandang mampu mengkoordinasikan kepentingan.Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelolaan zakat, terutama yang memiliki kekuatan hukum formalmemiliki beberapa keuntungan antara lain sebagai berikut :
a.   Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat;
b. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat daripada muzakki;
c.  Untuk mencapai efisien dan efektivitas serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat;
d. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami. Sebaliknya, jika zakat di serahkan langsung dari muzakki kepada mustahiq meskipun secara hukum syari’ah adalah sah, akan tetapi disamping akan terabaikannya hal-hal tersebut di atas, juga hikmah dan fungsi zakat terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan ummat akan sulit di wujudkan.

 Pegawai di Lembaga Amil Zakat

1.  Pertama: Laz pemerintah dimana pegawai yang bekerja mendapatkan gaji tetap dari kas negara, dan hal ini mungkin terjadi dalam lembaga-lembaga amil zakat milik pemerintah, pegawai semacam ini tidak berhak mendapatkan bagian dari pos amil zakatkarena negara telah menggajinya.

2. Kedua: Laz swasta yang bernaung di bawah yayasan-yayasan atau organisasi-organisasi sosial dengan izin dan pengawasan dari pemerintah, di mana dana lembaga-lembaga ini adalah dari para donatur, pegawai di Laz semacam ini termasuk ke dalam kriteria amil zakat berdasarkan alasan berikut:
a.       Bahwa ayat al-Qur`an menyebutkan kriteria amil zakat ke dalam golongan orang-orang yang berhak menerima zakat tanpa batasan dan pegawai di Laz swasta termasuk ke dalamnya.
b.      Bahwa kriteria amil zakat merupakan sebab diberikannya bagian zakat kepadanya, maka barang siapa yang memenuhi kriteria amil zakat,dia berhak mendapatkan bagian dari zakat sebagai upah dari pekerjaannya.
c.       Kebutuhan zakat kepada amil zakat dan tuntutan kondisi adanya Laz-laz swasta, karena keberadaan amil dan Laz tersebut adalah demi kemaslahatan zakat.

Sekalipun pegawai di lembaga amil zakat berhak menerima bagian dari pos amil zakat, namun hal itu perlu diperhatikan :
a.       Hendaknya pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai tersebut termasuk pekerjaan yang dibutuhkan
b.      Memperhatikan kadar gaji dengan menyesuaikan pekerjaan pegawai yang bersangkutan, ini merupakan tuntutan keadilan sehingga hak pegawai tersebut tidak dikurangi dan kemaslahatan lembaga juga bisa bertahan.


Pegawai Pengembang Harta Zakat

Diantara orang – orang yang bisa masuk ke dalam kriteria amil zakat adalah orang – orang yang bertugas mengembangkan harta zakat berdasarkan :

- Keumuman petunjuk kata amil zakat yang mencakup orang – orang yang bekerja mengembangkan harta zakat karena mereka menunaikan sebuah pekerjaan demi kemaslahatan zakat, yaitu pengembangannya.

Fungsi pengembangan dan penumbuhan zakat tidak lebih rendah dibandingkan dengan apa yang dinyatakan oleh para fuqaha berupa tugas – tugas yang menjadi wewenang amil zakat.

Apabila syarat – syarat yang dibutuhkan terwujud maka risiko terhadap kerugian harta relative minim, tidak ada hajat mendesak kepada harta tersebut yang menghalangi pengembangannya bahkan bisa jadi pengembagannya dapat memberikan manfaat kepada pos – pos zakat dalam skala besar.

 Apabila dilihat dari sejara  pendirian LAZ maka dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu : 

a.       LAZ yang berbasis masjid. 
LAZ didirikan dengan basis masjid seperti LAZ Rumah Amal Salman ( Masjid Salman ITB ); LAZ Al Azhar Peduli ( Masjid Al Azhar ); dan LAZ DPU-DT ( Masjid Da’arut Tauhid ). Pada Umumnya, pendirian LAZ ini sebagai akibat dari perkembangan dalam manajemen masjid dan kepercayaan masyarakat ( jamaah masjid ) khususnya berkaitan dengan pengelolaan keuangan masjid  ( dana ZIS oleh DKM masjid ). Selanjutnya adanya dana yang besar tersebut harus dikelola lebih professional melalui pendirian LAZ sebagai bentuk tanggung jawab pengelola dan untuk meningkatkan peran masjid kepada masyarakat, baik masyarakat sekitar masjid maupun masyarakat luas. 

b.      LAZ yang berbasis Ormas 
LAZ pada kelompok ini, didirikan dengan basis organisasi massa ( ormas ) seperti LAZ Pusat Zakat Ummat ( Ormas Persis), LAZ NU dan LAZ Muhammadiyah. Pada umumnya, LAZ didirikan dalam rangka dan menjadi media untuk meningkatkan peran organisasi massa bagi masyarakat, baik masyarakat anggota organisasi massa tersebut maupun masyarakat luas. 

c. LAZ berbasis Perusahaan ( Corporate ). 

LAZ didirikan dengan basis perusahaan seperti LAZ Baitul Maal Muttaqien ( PT. Telkom ); Baitul Maal Muammalat ( Bank Muammalat Indonesia ); Baitul Maal BRI; Baitul Maal Pupuk Kujang ( PT. Pupuk Kujang Cikampek ). Pada umumnya, LAZ ini sebagai bagiam dari program pertanggungjawaban sosial perusahaan ( CSR ). 

d.      LAZ berbasis sebagai Organisasi Pengumpul Zakat. 

LAZ ini didirikan dengan tujuan awal sebagai organisasi pengelola zakat ( OPZ ). Laz DALAM KATEGORI INI SEPERTI laz Rumah Zakat Indonesia, LAZ Dompet Dhuafa, LAZ Rumah Yatim Arrohman. Alasan pendirian LAZ ini sebagai bentuk pertisipasi masyarakat ( civil society ) berkaitan dengan pengelolaan dana ZIS yang professional.

Direktorat Jenderal Pajak menetapkan 20 Badan atau Lembaga sebagai penerima zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No PER-33/PJ/2011 yang berlaku sejak tanggal 11 November 2011. Pemerintah sebelumnya telah menerbitkan PP No 60/2010 tentang Zakat dan Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto. 

 "Badan atau Lembaga yang ditetapkan sebagai penerima zakat atau sumbangan meliputi satu Badan Amil Zakat Nasional, 15 Lembaga Amil Zakat (LAZ), tiga Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shaaqah (LAZIS) dan satu Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia," kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Dedi Rudaedi dalam siaran pers.  

Ke-20 Badan atau Lembaga penerima zakat atau sumbangan itu adalah sebagai berikut Badan Amil Zakat Nasional, LAZ Dompet Dhuafa Republika, LAZ Yayasan Amanah Takaful, LAZ Pos Keadilan Peduli Umat, LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat, LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah, LAZ Baitul Maal Hidayatullah, LAZ Persatuan Islam, LAZ Yayasan Baitul Mal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia Kemudian, LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat, LAZ Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia, LAZ Yayasan Baitul Maal wat Tamwil, LAZ Baituzzakah Pertamina, LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT), LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia, LAZIS Muhammadiyah.  "Berikutnya, LAZIS Nahdlatul Ulama (LAZIS NU), LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI), dan Lembaga /Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI)," Sementara itu masih ada beberapa pokok permasalahan zakat, di antaranya: 

Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya islam, akan tetapi kesadaran muzakki untuk berzakat masih kecil terbukti muzakki yang menyetorkan dana zakat di Baznas hanya sebagian kecil.2.      Pengelolaan zakat di Indonesia belum ideal, meskipun pengelolaan zakat di Indonesia sudah memiliki payung hukum. 

Dari pokok permasalahan yang di sebutkan, bahwa meskipun di Indonesia mayoritas penduduknya adalah muslim dengan potensi zakat yang bisa mencapai angka triliunan rupiah ternyata pada kenyataannya hanya sebagian kecil umat muslim yang mengumpulkan zakat. Hal ini mencerminkan bahwa kesadaran muzakki untuk mengeluarkan zakat masih minim. Meskipun beberapa muzakki ada yang mengeluarkan zakat secara individual akan tetapi jumlahnya belum tercatat secara resmi.

  
SOLUSI 
Hasil kajian yang dilakukan ADB (Asian Development Bank) dan Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) menyatakan, bahwa potensi pengumpulan dana zakat Indonesia dapat mencapai Rp 217 Triliun.Kalangan pakar berpendapat Pemberian Zakat, Infak dan Sedekah beberapa tahun belakangan menunjukkan peningkatan seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia. Zakat dinilai sebagai salah satu bentuk ibadah umat muslim, yang memberi dampak langsung pada pemerataan ekonomi Indonesia.
       Salah seorang pimpinan dari lembaga pengelola zakat, Rini Supri Hartanti dari Dompet Dhuafa mengatakan di Jakarta Kamis (18/7), potensi perkiraan pemberian zakat, infak dan sedekah (ZIS) di tanah air, jika di akumulasi pertahunnya dapat mencapai 217 triliun rupiah. Nilai sejumlah itu menurut Rini terwujud, salah satunya karena Indonesia sebagai negeri dengan penduduk muslim terbesar.Lebih lanjut ia mengatakan, “Sekarang yang perlu ditumbuhkan itu adalah kesadaran masyarakat untuk berzakat. Agar masyarakat percaya kita butuhkan sistem.Apabila kita dari lembaga zakat harus ada good governance (tata kelola yang baik), trasparansinya, akuntabel dan responsibility-nya,seperti itulah.”Pakar mengatakan, zakat perlu dimaknai memiliki peran sosial yang sama seperti pajak. Zakat menurut pakar merupakan satu-satunya rukun Islam yang tidak saja merupakan ibadah ritual semata, tetapi juga mempunyai dampak ekonomi dan sosial yang sangat luas. Zakat adalah kewajiban ekonomi yang wajib dipenuhi oleh umat muslim yang dibayarkan setiap tahun.Lebih lanjut, zakat merupakan solusi untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia adalah dengan meningkatkan pemberdayaan zakat terlebih dulu memantapkan pemahaman tentang konsep teoritik dan operasionalnya sebagai motivasi dalam upaya meningkatkan pelaksanaan dan pengamalan zakat. Terdapat beberapa hal dalam solusi zakat di Indonesia, di antaranya: 

1.      Sinergisitas: Antara Solusi dan Masalah 

Sinergisitas organisasi pengelola zakat di Indonesia merupakan kunci jawaban atas masalah ketidakefektifan pengelolaan dana zakat di Indonesia selama ini. Sinergitas tersebut akan menjadi salah satu cara untuk mewujudkan keberkahan zakat dalam kehidupan Umat Islam di Indonesia. Ada tiga tahapan penting dalam proses sinergisitas pengelolaan dana zakat di Indonesia. Tahap pertama adalah menentukan institusi yang menjadi simpul komunikasi dan koordinasi menuju sinergisitas organisasi pengelola zakat, tahap kedua adalah melakukan mapping potensi zakat yang ada di Indonesia dan melakukan distribusi tugas pengumpulan dana ziswaf sesuai dengan peta potensi yang ada, dan tahap ketiga adalah mapping program pemberdayaan dana ziswaf sesuai dengan tujuan dan target serta skala prioritas pemberdayaan dana ziswaf di Indonesia. 

2.      Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah
Pemerintah dapat mengambil peran dalam memulai membangun sinergisitas dengan menjadi institusi simpul koordinasi dan komunikasi organisasi pengelola zakat di Indonesia yang bersifat netral tanpa harus mengeliminasi atau mematikan peran dari LAZ yang ada. Keinginan pemerintah untuk mengamandemen UU No. 38/1999 untuk menyatukan pengelolaan zakat di bawah pemerintah patut diapresiasi, tetapi jangan sampai keinginan tersebut akan mengeliminasi dan mematikan peran LAZ yang sudah tumbuh dan berkembang saat ini. Oleh karena itu peran pemerintah dalam pengelolaan dana ziswaf di Indonesia harus sebatas sebagai mediator dan koordinator bagi organisasi pengelola zakat di Indonesia serta menjadi pengawas atas pengelolaan dana ziswaf di Indonesia. Sehingga tanggung jawab pemerintah hanya mengkoordinasi, mengkomunikasikan, dan melakukan mapping potensi zakat serta program pemberdayaan zakat agar sinergi dengan program-program pembangunan pemerintah untuk pengurangan kemiskinan, dan menjalankan fungsi pengawasan. 

3.      Kementrian Zakat dan Wakaf: Langkah Awal Sinergisitas
Selama ini BAZNAS yang berada langsung dibawah presiden akan kurang efektif jika menjalankan fungsi peran dan tanggung jawab pemerintah sebagai institusi yang mensinergikan organisasi pengelola zakat di Indonesia, karena BAZNAS/BAZDA adalah salah satu institusi pengumpul zakat yang dikelola pemerintah sehingga rentan egoisme kelembagaan akan masih tetap muncul dari organisasi pengelola zakat yang ada. Alternatif yang dapat diambil sebagai institusi yang dapat menjadi simpul koordinasi dan komunikasi untuk menciptakan sinergisitas pengelolaan dana ziswaf di Indonesia adalah dengan membentuk kementrian Zakat dan Wakaf yang berfungsi sebagai rumah bersama bagi seluruh organisasi pengelola zakat di Indonesia untuk bersinergi, baik yang dikelola oleh masyarakat (LAZ) maupun dikelola oleh pemerintah (BAZ). Kementrian Zakat dan Wakaf akan menjadi regulator, koordinator, dan pengawas dalam pengelolaan dana ziswaf di Indonesia. Pembentukan Kementrian Zakat dan Wakaf sebagai fungsi koordinator, regulator, dan pengawasan dalam pengelolaan dana ziswaf di Indonesia akan menjadi win-win solution bagi LAZ maupun BAZ untuk saling bersinergi dengan melepaskan egoisme kelembagaannya.



KESIMPULAN

Zakat adalah kewajiban ekonomi yang wajib dipenuhi oleh umat muslim yang dibayarkan setiap tahun.Lebih lanjut, zakat merupakan solusi untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia adalah dengan meningkatkan pemberdayaan zakat terlebih dulu memantapkan pemahaman tentang konsep teoritik dan operasionalnya sebagai motivasi dalam upaya meningkatkan pelaksanaan dan pengamalan zakat.Di Indonesia sendiri pengumpulan zakat per tahunnya dapat mencapai sekitar Rp 217 Triliun per tahun.Angka tersebut apabila digunakan dengan bijak maka setiap tahunnya angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan.Kalangan pakar berpendapat Pemberian Zakat, Infak dan Sedekah beberapa tahun belakangan menunjukkan peningkatan seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia. Zakat dinilai sebagai salah satu bentuk ibadah umat muslim, yang memberi dampak langsung pada pemerataan ekonomi Indonesia. Dari pengumpulan zakat tentunya harus ada lembaga yang mengatur, baik yang dibuat oleh instansi pemerintah maupun dari masyarakat/ ormas seperti Badan Amil Zakat ( BAZ ), Lembaga Amil Zakat ( LAZ ) dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ ).

Namun selama ini, potensi zakat di Indonesia belum dikembangkan secara optimal dan belum dikelola secara profesional. Hal ini disebabkan belum efektifnya lembaga zakat yang menyangkut aspek pengumpulan administrasi, pendistribusian, monitoring serta evaluasinya. Dengan kata lain, sistem organsisasi dan manajemen pengelolaan zakat hingga kini dinilai masih bertaraf klasikal, bersifat konsumtif dan terkesan inefisiensi, sehingga kurang berdampak sosial yang berarti. Karenanya, peran pemerintah dalam mengatasi masalah zakat tersebut sangat penting keberadaanya, baik melalui Lembaga Amil Zakat baik di pusat maupun di daerah agar diharapkan pengelolaan zakat dapat optimal.

  
DAFTAR PUSTAKA

Agustianto M dan Lutfi Rizki, “Fiqih Perencanaan Keuangan Syariah“, MudaMapan Publishing,Depok, 2010
Yuliadi Imamudin ,“Islamic Economic”, LPPI, Yogyakarta, 2001
Artikel Fiqih Hikkmah Al – Quran & Mutiara Hadits tentang amil zakat ( diakses tanggal 6 Januari 2017 )
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/11/12/19/lwfiuv-ini-dia-20-lembaga-resmi-penerima-zakat-versi-ditjen-pajak( Diakses tanggal 7 Januari 2017 )
Tim Penyusun Direktorat Pemberdayaan Zakat, Standar Operasional Prosedur Lembaga Pengelolaan Zakat  (Jakarta: Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, 2012)
Abdurrachman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial(Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001)
Undang-Undang  RI No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Lihat, Tim Penyusun Dirjen Pemberdaayaan Zakat, Standarisasi Amil Zakat di Indonesia; Menurut Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Jakarta: Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, 2012)
Sri, Nurleli, Rini Lestari & Heliana. 2012.”Membangun Kepercayaan Konsumen : Faktor Penting Pada Lembaga Amil Zakat Seluruh Indonesia”. Jurnal Keagaman ISSN 2089-3590



[1]Tim Penyusun Direktorat Pemberdayaan Zakat, Standar Operasional Prosedur Lembaga Pengelolaan Zakat(Jakarta: Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, 2012), h. 29.
[2]Undang-Undang  RI No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Lihat, Tim Penyusun Dirjen Pemberdaayaan Zakat, Standarisasi Amil Zakat di Indonesia; Menurut Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Jakarta: Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, 2012),h. 14.

*********************************
Kontributor: Gunawan Hadi Prastiono, Univ Negeri Jakarta. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com

Popular posts from this blog

Zakat di Masa Rasulullah, Sahabat dan Tabi'in

ZAKAT DI MASA RASULULLAH, SAHABAT DAN TABI’IN Oleh: Saprida, MHI;  Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Islam merupakan agama yang diturunkan kepada umat manusia untuk mengatur berbagai persoalan dan urusan kehidupan dunia dan untuk mempersiapkan kehidupan akhirat. Agama Islam dikenal sebagai agama yang kaffah (menyeluruh) karena setiap detail urusan manusia itu telah dibahas dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ketika seseorang sudah beragama Islam (Muslim), maka kewajiban baginya adalah melengkapi syarat menjadi muslim atau yang dikenal dengan Rukun Islam. Rukun Islam terbagi menjadi lima bagian yaitu membaca syahadat, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, menjalankan puasa dan menunaikan haji bagi orang yang mampu. Zakat adalah salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban bagi setiap individu (Mukallaf) yang memiliki harta untuk mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam zakat itu sendiri. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah s

Akibat Menunda Membayar Zakat

Akibat Menunda Membayar Zakat Mal  Pertanyaan: - Jika ada orang yang tidak membayar zakat selama beberapa tahun, apa yang harus dilakukan? Jika sekarang dia ingin bertaubat, apakah zakatnya menjadi gugur? - Jika saya memiliki piutang di tempat orang lain, sudah ditagih beberapa kali tapi tidak bisa bayar, dan bulan ini saya ingin membayar zakat senilai 2jt. Bolehkah saya sampaikan ke orang yang utang itu bahwa utangmu sudah lunas, krn ditutupi dg zakat saya.. shg sy tdk perlu mengeluarkan uang 2 jt. Mohon pencerahannya Jawab: Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du, Orang yang menunda pembayaran zakat, dia BERDOSA. Sehingga wajib bertaubat. Imam Ibnu Utsaimin ditanya tentang orang yang tidak bayar zakat selama 4 tahun. Jawaban Beliau, هذا الشخص آثم في تأخير الزكاة ؛ لأن الواجب على المرء أن يؤدي  الزكاة فور وجوبها ولا يؤخرها ؛ لأن الواجبات الأصل وجوب القيام بها فوراً ، وعلى هذا الشخص أن يتوب إلى الله عز وجل من هذه المعصية “Orang ini berdos

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1 1.   The Parable of Spending in Allah’s Cause: Tafseer Ibn Kathir Sadaqa (Voluntary Charity in the Way of Allah) Tafseer Ibn Kathir – QS Al-Baqarah: 261 “The parable of those who spend their wealth in the way of Allah is that of a grain (of corn); it grows seven ears, and each ear has a hundred grains. Allah gives manifold increase to whom He wills. And Allah is All-Sufficient for His creatures’ needs, All-Knower .” This is a parable that Allah made of the multiplication of rewards for those who spend in His cause, seeking His pleasure. Allah multiplies the good deed ten to seven hundred times . Allah said,  The parable of those who spend their wealth in the way of Allah. Sa`id bin Jubayr commented, “Meaning spending in Allah’s obedience” . Makhul said that the Ayah means, “Spending on Jihad, on horse stalls, weapons and so forth” . The parable in the Ayah is more impressive on the heart than merely mentioning th