Skip to main content

Pemgelolaan Zakat pada BAZNAS



Pengelolaan Zakat Pada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)”


PENDAHULUAN

Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukan bagi mereka yang berhak menerimanya.Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat. Agar menjadi sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan social, perlu adanya pengelolaan zakat secara professional dan tanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzaki, mustahiq dan pengelola zakat tentang pengeloalaan zakat yang berasaskan iman dan taqwa. 

Di Indonesia Badan Amil Zakat sudah dilembagakan yaitu dinamakan BAZNAS. Sementara itu, terjadi perkembangan yang menarik di Indonesia bahwa pengelolaan zakat, kini memasuki era baru, yakni dikeluarkannya Undang-undang yang berkaitan dengannya, yakni Undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Undang-undang tersebut menyiratkan tentang perlunya BAZNAS dan LAZ meningkatkan kinerja sehingga menjadi amil zakat yang profesional,  amanah, terpercaya dan memiliki program kerja yang jelas dan terencana, sehingga mampu mengelola zakat, baik pengambilannya maupun pendistribusiannya dengan terarah yang kesemuanya itu dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan para mustahik. 

Pembahasan 

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional. Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagailembaga yang berwenangmelakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam UU tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Dengan demikian, BAZNAS bersama Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawal pengelolaan zakat yang berasaskan: syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan akuntabilitas. 

Selain menerima zakat, BAZNAS juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri. Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 

BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 7 UU No. 23 tahun 2011 Tentang Penggelola Zakat bahwasanya     dalam melaksanakan tugas, BAZNAS juga menyelenggarakan fungsi: 

1. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat

2. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. 

3. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan 

4. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

 Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. 

Secara Umum Pengelolaan Zakat diupayakan dapat menggunakan fungsi-fungsi manajemen modern yang meliputi; Perencanaan, pengorganisasian, Pelaksanaan dan pengarahan serta pengawasan.

Perencanaan meliputi; merumuskan rancang bangun organisasi, perencanaan program kerja yang terdiri dari: penghimpunan (fundraising), pengelolaan dan pendayagunaan. Pengorganisasian meliputi; kordinasi, tugas dan wewenang, penyusunan personalia, perencanaan personalia dan recruiting. Pelaksanaan dan pengarahan terdiri dari; pemberian motivasi, komunikasi, model galkepemimpinan, dan pemberian reward dan sangsi. Sedangkan pengawasan meliputi; Tujuan pengawasan, tipe pengawasan, tahap pengawasan serta kedudukan pengawas.

Prinsip pengelolaan zakat
Dalam pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus diikuti dan ditaati agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan, diantaranya :
1. Prinsip Keterbukaan, artinya dalam pengelolaan zakat hendaknya dilakukan secara  terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum. 
2. Prinsip Sukarela, artinya bahwa dalam pemungutan atau pengumpulan zakat hendaknya senantiasa berdasarkan pada prisip sukarela dari umat Islam yang menyerahkan harta zakatnya tanpa ada unsur pemaksaan atau cara-cara yang dianggap sebagai suatu pemaksaan. Meskipun pada dasarnya ummat Islam yang enggan membayar zakat harus mendapat sangsi sesuai perintah Allah. 
3. Prinsip Keterpaduan, artinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponen yang lainnya. 
4. Prefesionalisme, artinya dalam pengelolaan zakat harus dilakukan oleh mereka yang ahli dibidangnya., baik dalam administrasi, keuangan dan sebaginya.
5. Prinsip Kemandirian, prinsip ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari prinsip prefesionalisme, maka diharapkan lembaga-lembaga pengelola zakat dapat mandiri dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu menunggu bantuan dari pihak lain. 


Dalam literature zakat, baik literature klasik maupun modern, selalu ditemukan bahwa pengumpulan zakat adalah kewajiban pemerintah di negara Islam. Penguasa berkewajiban memaksa warga Negara yang beragama Islam dan mampu memabayar zakat atas harta kekayaannya yang telah mencapai haul dan nisab. Kewajiban membayar zakat ini diikuti dengan penerapan dan pelaksanaan pengelolaan zakat yang professional. Ketidakberhasilan ini disebabkan karena persoalan manajemen kelembagaannya. Olehnya itu perlunya penerapan prinsip-prinsip manajemen secara professional. Salah satu model pendayagunaan zakat dengan sistem Surplus zakat Budged. Yaitu zakat diserahkan muzakki kepada Amil, dana yang dikelola akan diberikan kepada mustahiq dalam bentuk uang tunai dan sertifikat. Dana yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat harus dibicarakan dan mendapat izin dari mustahiq yang menrimanya. Dana dalam bentuk uang cash akan digunakan sebagai pembiayaan pada perusahaan, dengan harapan perusahaan tersebut akan berkembang dan dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat ekonomi lemah termasuk mustahiq. Disamping itu perusahaan akan memberikan bagi hasil kepada mustahiq yang memiliki sertifikat pada perusahaan tersebut. Dari bagi hasil yang diterima mustahiq tersebut jika telah mencapai nishab dan haulnya diharapkan mustahiq tersebut dapat membayar zakat atau memberikan sadaqah. Tugas amil adalah membentu mustahiq dalam mengelola dana zakat dan selalu memberi pengarahanatau motivasi serta pembinaan sampai mustahiq dapat memanfaatkan dana yang dimiliki dengan baik. 

1.    Pengelolaan zakat melalui Sistem In Kind . Sistem In Kind diterapkan dengan meklanisme, dana zakat yang ada tidak dibagikan dalam bentuk uang atau sertifikat. Namun dana zakat diberikan dalam bentuk alat-alat produksi yang dibutuhkan oleh kaum ekonomi lemah yang ingin berusaha/produksi, baik mereka yang baru akan mulai usahanya maupun yang telah berusaha untuk pengembangan usaha 

2. Pengelolaan zakat melalui Sistem Revolving Fund. Model Revolving Fund adalah sistem pengelolaan zakat, dimana amil memberikan pinjaman dana zakat kepada mustahiq dalam bentuk pembiayaan qardhul Hasan. Tuga mustahiq adalah mengembalikan dana pinjaman tersebut kepada amil sebagian maupun sepenuhnya, tergantung pada kesepakatan awal. Model ini zakat akan dikelola secara bergulir dari mustahiq kemustahiq lainnya, jika mustahiq yang dipinjami tersebut telah mengembalikan sepenuhnya dana pinjaman. Salah satu tujuan model ini adalah untuk pemerataan pendapatan.

B.   Data Base Muzakki

Data base muzakki merupakan instrument pengelola zakat yang sangat penting dan harus dimiliki setiap  lembaga pengelola zakat. Data Base yang baik tentunya harus  memiliki data yang akurat, up to date, terintegrasi dengan data base nasional maupun lokal serta mudah diakses. Untuk memperbaiki kualitas pengelolaan data base muzakki ada beberapa hal yang harus diupayakan: 

1. Kerjasama antara Baznas(Badan Amil Zakat nasional)  dengan lembaga pemerintah dengan menggandeng Departemen keuangan untuk kerjasama pembuatan Nomor Pokok wajib Zakat (NPWZ) seiring dengan  Nomor Pokok wajib pajak (NPWP)
2.  Membuat data base muzakki nasional dan lokal  dengan menggunakan IT sehingga data base lebih akurat dan terintegrasi
3. Memberikan pelayanan kepada Muzakki dengan jalan:
a.       Proaktif  berkomunikasi dengan muzakki 
b.      Mendata keluhan muzakki 
c.       Memberi flow up keluhan muzakki 
d.    Memeberi feedback kepada muzakki baik dalam bentuk penghargaan atau informasi kegiatan dan laporan keuangan baik perorangan maupun publikasi

C.   Data Base Mustahik  Yaitu bagaimana pendataan mustahik dapat dilakukan untuk memberikan informasi bagi lembaga zakat. Data base ini memuat data secara lengkap berupa:

1.      Jumlah mustahik secara menyeluruh baik secara nasional maupun wilayah tertentu sesuai kebutuhan lembaga zakat.
2.      Data permasalah mustahik  tentang penyebab sebagai mustahik.
3.      Data potensi pengembangan mustahik.
4.      Data-data hambatan pengelolaan mustahik

D.  Pemberdayaan Mustahik

Dalam melakukan pemberdayaan mustahik ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain;
1.      Pengembangan Ekonomi
Dalam  melakukan pengembangan ekonomi, ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh lembaga zakat:
a.       Penyaluran modal
b.      Pembentukan Lembaga Keuangan
c.       Pembangunan Industri
d.      Penciptaan lapangan kerja
e.       Saham Fakir- Miskin
f.       Pembentukan organisasi
2.      Pembinaan SDM
a.       Program Beasiswa
b.      Diklat dan kursus keterampilan
c.       Membuat lembaga pendidikan (sekolah)
3.      Layanan Sosial
Yang dimaksud dengan layanan sosial adalah layanan yang diberikan kepada kalangan mustahiq dalam memenuhi kebutuhan mereka. Kebutuhan mustahiq sangat beragam, tergantung kondisi yang tengah dihadapi. Dari kebutuhan yang paling mendasar, seperti kebutuhan makan, pengobatan, bayar SPP dan tunggakannya, musibah, pelayanan mobil jenazah, angkutan gratis anak sekolah, biaya transport pulang kampung hingga bayar kontrakan dll.

Hikmah dan manfaat zakat

Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan manfaat yang demikian besar  dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat secara keseluruhan.Hikmah dan manfaat tersebut antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
1.      Pertama, sebagai perwujudan  keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlaq mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki sebagaimana dalam surah At-Taubah ayat 103 dan surah Ar-Ruum ayat 39.
2.      Kedua, zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin, kearah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan rasa iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan paramustahik, terutama fakir miskin yang bersifat komsumtif dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka, dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.

3.      Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
4.      Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki ummat Islam seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi, sekaligus untuk pengembangan kualitas sumberdaya manusia muslim. Hampir semua ulama sepakat bahwa orang yang menuntut ilmu berhak menerima zakat atas nama golongan fakir dan miskin maupun sabilillah.
5.       Kelima,Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta yang diamanahkan kepada kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
6.      Keenam, Meningkatkan pembangunan kesejahteraan , Zakat merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Menurut penulis zakat dapat dijadikan instrument fiskal sebagaimana dengan pajak karena sejarah aplikasi zakat serta potensi yang cukup besar. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi   harta apada satu tangan dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi sehingga terjadi keadilan dan pergerakan ekonomi.  
7.      Ketujuh, Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang beriman untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, juga berlomba-lomba menjadi muzakki. zakat yang dikelola dengan baik akan mampu membuka lapangan kerja dan usaha yang luas, sekaligus penguasaan asset-aset oleh umat Islam.
8.      Kedelapan, mengeluarkan zakat akan memberikan keberkahan dan pengembangan harta baik bagi orang yang berzakat maupun pengembangan ekonomi secara luas. Sebab dengan terdistribusinya harta secara adil akan dapat menggerakkan roda ekonomi sehingga produksi, komsumsi dan distribusi dapat bergerak yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Seiring dengan perintah Allah kepada umat Islam untuk membayarkan zakat, Islam mengatur dengan tegas dan jelas tentang pengelolaan harta zakat. Manajemen zakat yang ditawarkan oleh Islam dapat memberikan kepastian keberhasilan dana zakat sebagai dana umat Islam. Hal itu terlihat dalam Al-Qur’an bahwa Allah memerintahkan Rasul SAW untuk memungut zakat (QS. At-Taubah: 103). Di samping itu, surat At-Taubah ayat 60 dengan tegas dan jelas mengemukakan tentang yang berhak mendapatkan dana hasil zakat yang dikenal dengan kelompok delapan asnaf. Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa pengelolaan zakat, mulai dari memungut, menyimpan, dan tugas mendistribusikan harta zakat berada di bawah wewenang Rasul dan dalam konteks sekarang, zakat dikelola oleh pemerintah. Dalam operasional zakat, Rasul SAW telah mendelegasikan tugas tersebut dengan menunjuk amil zakat. Penunjukan amil memberikan pemahaman bahwa zakat bukan diurus oleh orang perorangan, tetapi dikelola secara profesional dan terorganisir. Amil yang mempunyai tanggungjawab terhadap tugasnya, memungut, menyimpan, dan mendistribusikan harta zakat kepada orang yang berhak menerimanya. Pada masa Rasul SAW, beliau mengangkat beberapa sahabat sebagai amil zakat. Aturan dalam At-Taubah ayat 103 dan tindakan Rasul saw tersebut mengandung makna bahwa harta zakat dikelola oleh pemerintah. Apalagi dalam Surat At-Taubah ayat 60, terdapat kata amil sebagai salah satu penerima zakat. Berdasarkan ketentuan dan bukti sejarah, dalam konteks kekinian, amiltersebut dapat berbentuk yayasan atau Badan Amil Zakat yang mendapatkan legalisasi dari pemerintah. Akhir-akhir ini di Indonesia, selain ada Lembaga Amil Zakat yang telah dibentuk pemerintah berupa BAZ mulai dari tingkat pusat sampai tingkat kelurahan, juga ada Badan Amil Zakat tingkat Nasional (BAZNAS). Dan pendayagunaan zakat sudah diarahkan untuk pemberian modal kerja, penanggulangan korban bencana, dan pembangunan fasilitas umum umat Islam. Apalagi dengan situasi dan kondisi sekarang banyak sekali lembaga atau yayasan yang peduli terhadap masalah-masalah ketidakberdayaan dan ketidakmampuan umat Islam. Ada beberapa program yang diperuntukkan juga bagi umat Islam yang tidak mampu seperti advokasi kebijakan publik, HAM, bantuan hukum, pemberdayaan perempuan. Semua program tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit, sementara itu pendanaannya tidak mungkin dibebankan kepada mereka. Berdasarkan kenyataan tersebut, muncul pertanyaan apakah dana dari zakat dapat digunakan untuk pelaksanaan pro-gram yayasan atau badan yang mengurus kepentingan umat Islam yang tak mampu secara finansial, akses, ataupun pengetahuan. Mereka dengan segala keterbatasannya juga harus dibantu. Program tersebut pun memerlukan dana operasional, bahkan mereka yang membantu pun perlu dana. Pada satu sisi, penerima zakat telah ditetapkan secara tegas dan jelas, yang sebagian orang memahami tidak mungkin keluar dari aturan tersebut.
Apabila asnaf yang ditetapkan dalam surat At-Taubah ayat 60 tersebut dipahami secara tekstual, ada asnaf yang tidak dapat diaplikasikan sekarang, yaitu riqab. Riqab adalah budak Muslim yang telah dijanjikan untuk merdeka kalau ia telah membeli dirinya. Begitu juga dengan fuqara’, masakin, dan gharimin. Pemahaman tekstual akan menyebabkan tujuan zakat tidak tercapai, karena pemberian dana zakat kepada yang bersangkutan sifatnya hanya charity. Masalah krisis ekonomi yang dihadapi sebagian umat Islam yang memerlukan bukan hanya bagaimana kebutuhan dasarnya terpenuhi. Akan tetapi bagaimana mengatasi krisis tersebut dengan mengatasi penyebab munculnya krisis. Dengan demikian, untuk pencapaian tujuan zakat dan hikmah pewajiban zakat, maka pemahaman kontekstual dan komprehensif terhadap delapan asnaf penerima zakat perlu dilakukan, sehingga kelompok yang berhak mendapatkan dana zakat dapat menerima haknya
.
Agar LPZ dapat berdaya guna, maka pengelolaan atau manajemennya harus berjalan dengan baik. Kualitas manajemen suatu organisasi pengelola zakat  harus dapat diukur. Untuk itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat ukurnya.
Pertama, amanah. Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua sistem yang dibangun.
Kedua, sikap profesional. Sifat amanah belumlah cukup. Harus diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya.
Ketiga, transparan. Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu sistem kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi juga akan melibatkan pihak eksternal. Dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisasi.

Ketiga kata kunci ini dapat diimplementasikan apabila didukung oleh penerapan prinsip-prinsip operasionalnya. Prinsip-prinsip operasionalisasi LPZ antara lain.

Pertama, kita harus melihat aspek kelembagaan. Dari aspek kelembagaan, sebuah LPZ seharusnya memperhatikan berbagai faktor, yaitu : visi dan misi, kedudukan dan sifat lembaga, legalitas dan struktur organisasi, dan  aliansi strategis.
Kedua, aspek sumber daya manusia (SDM). SDM merupakan aset yang paling berharga. Sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi amil zakat harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk itu perlu diperhatikan faktor perubahan paradigma bahwa amil zakat adalah sebuah profesi dengan kualifikasi SDM yang khusus.
Ketiga, aspek sistem pengelolaan. LPZ harus memiliki sistem pengelolaan yang baik, unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah : LPZ harus memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas, memakai IT, manajemen terbuka; mempunyai activity plan; mempunyai lending commite; memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan; diaudit; publikasi; perbaikan terus menerus.
Setelah prinsip-prinsip operasional  kita pahami, kita melangkah lebih jauh untuk mengetahui bagaimana agar pengelolaan zakat dapat berjalan optimal. Untuk itu, perlu dilakukan sinergi dengan berbagai stakeholderPertama, para pembayar zakat (muzakki). Jika LPZ ingin eksis, maka ia harus mampu membangun kepercayaan para muzakki. Banyak cara yang bisa digunakan untuk mencapainya, antara lain: memberikan progress report berkala, mengundangmuzakki ke tempat mustahik, selalu menjalin komunikasi melalui media cetak, silaturahmi, dan lain-lain. Kedua, para amil. Amil adalah faktor kunci keberhasilan LPZ. Untuk itu, LPZ harus mampu merekrut para amil yang amanah dan profesional. 

Pengelolaan zakat oleh amil zakat telah dicontohkan sejak zaman Rasulullah saw., pengelolaan dan pendistribusian zakat dilakukan secara melembaga dan terstruktur dengan baik. Dalam konteks ke-Indonesiaan hal itu tercermin dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, di mana dalam Undang-undang tersebut mengatur dengan cukup terperinci mengenaifungsi, peran dan tanggung jawab Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Dalam rangka memaksimalkan peran dan fungsi lembaga pengelolaan zakat, tentunya harus dikelola sebaik mungkin. Tidak cukup sampai di situ, lembaga pengelolaan zakat juga harus akuntabel, yaitu amanah terhdap kepercayaan yang diberikan oleh muzakki dan juga amanah dalam mendistribusikannya kepadamustahiq,dalam arti tepat sasaran dan tepat guna.
***************************

Kontributor: Ahmad Maulana Hidayat   (UIN Sunan Gunung Jati, Bandung). Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com 

Popular posts from this blog

Zakat di Masa Rasulullah, Sahabat dan Tabi'in

ZAKAT DI MASA RASULULLAH, SAHABAT DAN TABI’IN Oleh: Saprida, MHI;  Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Islam merupakan agama yang diturunkan kepada umat manusia untuk mengatur berbagai persoalan dan urusan kehidupan dunia dan untuk mempersiapkan kehidupan akhirat. Agama Islam dikenal sebagai agama yang kaffah (menyeluruh) karena setiap detail urusan manusia itu telah dibahas dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ketika seseorang sudah beragama Islam (Muslim), maka kewajiban baginya adalah melengkapi syarat menjadi muslim atau yang dikenal dengan Rukun Islam. Rukun Islam terbagi menjadi lima bagian yaitu membaca syahadat, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, menjalankan puasa dan menunaikan haji bagi orang yang mampu. Zakat adalah salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban bagi setiap individu (Mukallaf) yang memiliki harta untuk mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam zakat itu sendiri. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah s

Akibat Menunda Membayar Zakat

Akibat Menunda Membayar Zakat Mal  Pertanyaan: - Jika ada orang yang tidak membayar zakat selama beberapa tahun, apa yang harus dilakukan? Jika sekarang dia ingin bertaubat, apakah zakatnya menjadi gugur? - Jika saya memiliki piutang di tempat orang lain, sudah ditagih beberapa kali tapi tidak bisa bayar, dan bulan ini saya ingin membayar zakat senilai 2jt. Bolehkah saya sampaikan ke orang yang utang itu bahwa utangmu sudah lunas, krn ditutupi dg zakat saya.. shg sy tdk perlu mengeluarkan uang 2 jt. Mohon pencerahannya Jawab: Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du, Orang yang menunda pembayaran zakat, dia BERDOSA. Sehingga wajib bertaubat. Imam Ibnu Utsaimin ditanya tentang orang yang tidak bayar zakat selama 4 tahun. Jawaban Beliau, هذا الشخص آثم في تأخير الزكاة ؛ لأن الواجب على المرء أن يؤدي  الزكاة فور وجوبها ولا يؤخرها ؛ لأن الواجبات الأصل وجوب القيام بها فوراً ، وعلى هذا الشخص أن يتوب إلى الله عز وجل من هذه المعصية “Orang ini berdos

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1

Importance of Sadaqa (Voluntary Charity) #1 1.   The Parable of Spending in Allah’s Cause: Tafseer Ibn Kathir Sadaqa (Voluntary Charity in the Way of Allah) Tafseer Ibn Kathir – QS Al-Baqarah: 261 “The parable of those who spend their wealth in the way of Allah is that of a grain (of corn); it grows seven ears, and each ear has a hundred grains. Allah gives manifold increase to whom He wills. And Allah is All-Sufficient for His creatures’ needs, All-Knower .” This is a parable that Allah made of the multiplication of rewards for those who spend in His cause, seeking His pleasure. Allah multiplies the good deed ten to seven hundred times . Allah said,  The parable of those who spend their wealth in the way of Allah. Sa`id bin Jubayr commented, “Meaning spending in Allah’s obedience” . Makhul said that the Ayah means, “Spending on Jihad, on horse stalls, weapons and so forth” . The parable in the Ayah is more impressive on the heart than merely mentioning th