Dalam
kitab-kitab fiqih klasik disebutkan bahwa zakat dikenakan pada emas dan perak
dalam fungsinya sebagai alat tukar. Dan saat ini hampir tidak ada satu negara
pun yang menggunakan emas dan perak sebagai alat tukar. Kini fungsi emas dan
perak sebagai alat tukar telah digantikan dengan uang kertas yang secara
intrinsik tidak bernilai.
A. ADAKAH
KEWAJIBAN ZAKAT PADA UANG KERTAS?
Barangkali
ada di antara kaum Muslimin yang bertanya-tanya, apakah uang kertas bisa
diperlakukan sama dengan emas dan perak dengan pertimbangan uang tersebut dapat
digunakan dan diakui sebagai alat tukar, sehingga ada padanya kewajiban zakat;
Atau justru sebaliknya, uang tersebut tidak bisa diperlakukan sama dengan emas
dan perak dengan memandang nilai intrinsiknya, sehingga dengan demikian tidak
ada kewajiban zakat padanya ?
Dalam
masalah ini para Ulama telah membicarakannya dan terjadi perbedaan pendapat di
antara mereka menjadi dua pendapat :
Pertama
: Tidak ada kewajiban zakat pada uang yang dimiliki oleh seseorang kecuali jika
diniatkan untuk modal usaha dagang. Jika diperuntukkan sebagai uang nafkah atau
disiapkan untuk pernikahan, atau yang semisalnya maka tidak ada zakatnya.
Kedua
: Ada kewajiban zakat pada setiap mata uang (uang kertas) yang dimiliki atau
dikumpulkan oleh seseorang dari hasil keuntungan usaha dagang atau hasil sewa
rumah atau hasil gaji atau yang semisalnya, dengan syarat uang itu telah
mencapai nishâb dan berputar selama satu tahun hijriyah. Kewajiban zakat ini
tanpa membedakan, apakah uang yang dikumpulkan itu diniatkan untuk modal usaha
dagang atau untuk nafkah atau untuk pernikahan, atau tujuan lainnya.
Diantara
dalil-dalil pendapat kedua ini adalah keumuman firman Allâh Azza wa Jalla :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
Hendaklah
engkau (wahai Muhammad) mengambil zakat dari harta-harta mereka yang dengannya
engkau membersihkan mereka dari dosa dan memperbaiki keadaan mereka, serta
bershalawatlah untuk mereka. [at-Taubah/9:103]
Demikian
pula berdasarkan keumuman sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
Mu’adz bin Jabal saat beliau mengutusnya
ke negeri Yaman :
أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ
افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِيْ أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ
فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
Ajarkan
kepada mereka bahwasanya Allâh telah mewajibkan atas mereka zakat pada
harta-harta yang mereka miliki yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan
dibagikan kepada orang-orang fakir mereka.” [HR. Bukhâri II/544 no. 1425,
IV/1580 no.4090, dan Muslim I/50 no. 31, dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma]
Dan
uang termasuk harta benda yang secara umum terkena kewajiban zakat, karena uang
dengan berbagai jenisnya yang beredar pada saat ini dan berlaku secara umum
pada muamalah kaum Muslimin, telah menggantikan posisi emas (dinar) dan perak
(dirham) yang dipungut zakatnya pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Uang sebagai pengganti emas (dinar) dan perak (dirham) menjadi tolok
ukur dalam menilai harga suatu barang sebagaimana halnya dinar dan dirham pada
masa itu.
TARJIH
: Setelah memaparkan dua pendapat Ulama di atas, maka râjih (benar dan kuat)
bagi kami adalah pendapat kedua berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan.
Yaitu adanya kewajiban zakat pada mata uang apapun yang masih berlaku di Negara
mana pun. Pendapat ini yang difatwakan oleh Komite Tetap untuk Urusan fatwa dan
Pembahasan Ilmiyyah, KSA yang diketuai oleh Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dalam
Fatawa al-Lajnah ad-Daimah (IX/254, 257), Syaikh Muhammad bin Shalih
al-’Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’ (VI/98-99, 101), dan selainnya.
B. SYARAT
WAJIBNYA ZAKAT UANG
Setiap mata uang (uang kertas) yang berlaku di negara mana pun, baik berupa rupiah, riyal, dolar, yen, ringgit atau selainnya –baik disimpan maupun tidak– wajib dikeluarkan zakatnya jika telah memenuhi dua syarat sebagaimana zakat emas dan perak. Dua syarat tersebut ialah :
Pertama
: Ttelah mencapai nishâb, yaitu senilai nishâb emas (20 dinar/85 gram emas
murni), atau senilai nishâb perak (200 dirham/595 gram perak murni).
Kedua
: Harta senishâb (atau lebih) itu telah berputar selama satu tahun hijriyah
sejak dimiliki. Sedangkan kadar zakatnya adalah sebesar 2,5 % (dua setengah
persen).
Kewajiban
zakat atas uang kertas itu diqiyaskan dengan kewajiban zakat pada emas dan
perak. Karena ada kesamaan ‘illat (sebab hukum) pada keduanya (uang kertas
dengan emas-perak). Illat (sebab hukum) nya adalah sifat sebagai mata uang
(an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah). ‘Illat ini adalah ‘illat
yang disimpulkan (‘illat istinbath) dari berbagai hadits yang mengisyaratkan
adanya sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah),
yang menjadi landasan kewajiban zakat pada emas dan perak. Di antaranya hadits
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فَهَاتُوا صَدَقَةَ
الرِّقَةِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمٌ
Maka
datangkanlah (bayarlah) zakat riqqah (perak yang dicetak sebagai mata uang),
yaitu dari setiap 40 dirham (zakatnya) 1 dirham. [HR. Abu Daud I/494 no.1574,
At-Tirmidzi III/16 no.620, dan Ahmad I/92 no.711, dari Ali bin Abi Thâlib
Radhiyallahu anhuma].
Penyebutan
kata “riqqah” (perak yang dicetak sebagai mata uang) dalam hadits di atas –dan
bukan dengan kata fidhdhah (perak)— menunjukkan adanya sifat sebagai mata uang
(an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah). Dan sifat ini tak hanya
terwujud pada perak atau emas yang dijadikan mata uang, tapi juga pada uang
kertas yang berlaku sekarang, meski ia tidak ditopang dengan emas atau perak.
Maka uang kertas sekarang wajib dizakati, sebagaimana wajibnya zakat pada emas
dan perak.
Oleh
karena itu, siapa saja yang mempunyai uang yang telah memenuhi dua syarat di
atas, yaitu mencapai nishâb dan telah berputar selama satu tahun hijriyah, maka
wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % (dua setengah persen) dari total uang
yang dimiliki.
C. STANDAR
NISHAB ZAKAT UANG KERTAS
Berkenaan
dengan nishâb zakat uang, mungkin ada yang bertanya pula, manakah standar yang
dipakai, nishâb emas (20 Dinar/85 gram emas murni), ataukah nishâb perak (200
dirham/595 gram perak murni), jika fakta uang kertas yang ada tidak dijamin
oleh emas dan perak seperti halnya di Indonesia maupun di kebanyakan negara
lain ?
Sebagian
Ulama di zaman sekarang berpendapat bahwa yang jadi patokan dalam zakat mata
uang (uang kertas) adalah nishâb perak. Karena inilah yang bisa menggabungkan
antara nishâb emas dan perak. Demikian juga, dengan menggunakan nishâb perak
akan lebih bermanfaat bagi orang-orang fakir miskin.
Ada
pula diantara para Ulama yang berpendapat bahwa yang dijadikan patokan dalam
zakat mata uang (uang kertas) adalah nishâb emas. Di antara alasan mereka
adalah sebagai berikut :
1.
Nilai perak telah berubah setelah zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
zaman-zaman sesudahnya. Hal ini berbeda dengan emas yang nilainya terhitung
stabil.
2.
Jika disetarakan dengan nishâb emas, maka itu akan setara atau mendekati nishâb
zakat lainnya seperti nishâb pada binatang ternak (onta, sapid an kambing,
pent). Nishâb zakat onta adalah 5 ekor, nishâb pada zakat kambing adalah 40
ekor, dan yang semisalnya. [Lihat Shahîh Fiqhis Sunnah II/22].
Dari
dua pendapat di atas, kami (penulis) lebih cenderung dan memilih pendapat kedua
yang menggunakan standar nishâb emas untuk zakat mata uang (uang kertas) karena
alasannya yang begitu kuat. Demikian pula karena mengingat meningkatnya standar
biaya hidup dan melonjaknya berbagai kebutuhan. [Lihat al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili, II/773].
D. CARA
MENGHITUNG DAN MENGELUARKAN ZAKAT UANG
Setelah
kita ketahui dan tetapkan bahwa standar nishâb zakat uang adalah nishâb emas,
yaitu 20 dinar atau 85 gram emas. Maka cara untuk menghitung dan mengeluarkan
zakat uang adalah sebagaimana berikut ini :
Sebagai
contoh permasalahan : Bila sekarang (Oktober 2011) harga emas murni
Rp.550.000,-/gram. Maka cara mengetahui nishâb dan kadar zakat mata uang (uang
kertas) adalah sebagai berikut:
Nishâb
Mata Uang = 85 gram x Rp.550.000,-/gram = Rp.46.750.000,-
Kalau
misalkan seseorang punya uang tabungan sebesar Rp. 50.000.000, (Lima Puluh Juta
Rupiah), berarti uang yang dimilikinya sudah melebihi nishâb (Rp.46.750.000,-).
Kalau uang yang telah mencapai nishâb ini sudah dimilikinya selama satu tahun
hijriyah, maka zakatnya yang wajib dikeluarkan adalah = 2,5 % x Rp. 50 juta =
Rp. 1.250.000 (Satu Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).
E. BOLEHKAH
MENGELUARKAN ZAKAT SEBELUM TIBA WAKTUNYA?
Menurut
mayoritas Ulama diperbolehkan mengeluarkan kewajiban zakat sebelum tiba
waktunya karena termasuk menyegerakan kebaikan. Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, ia berkata :
أَنَّ الْعَبَّاسَ بْنَ
عَبْدِ الْـمُطَّلِبِ سَأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فِيْ تَعْجِيْلِ
صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ، فَرَخَّصَ لَهُ فِيْ ذَلِكَ
Bahwasanya
al-’Abbas bin Abdul Muththalib bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentang maksudnya untuk menyegerakan pengeluaran zakatnya sebelum
waktunya tiba. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kelonggaran
kepadanya untuk melakukan hal itu. [HR. Ahmad I/104 no.822, Abu Dawud I/510 no.1624, At-Tirmidzi
III/63 no.678, Ibnu Majah I/572 no.1795, dan yang lainnya. Syaikh al-Albâni
menilai hadits ini hasan dalam Irwâ’ al-Ghalîl (no. 857) dengan syawahid
(riwayat-riwayat penguat) yang ada]
Demikian
penjelasan singkat tentang panduan praktis zakat uang kertas serta tata cara
menghitung dan mengeluarkannya. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi
penulis dan pembacanya, amiin. Wallahu Ta’ala A’lam Bish-Showab.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XV/1433H/2011)
****************************
Kontributor: Ustadh Muhammad Wasitho Abu Fawaz Lc, MA. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF . ****************************
Email: ustazsofyan@gmail.com