Zakat
merupakan salah satu rukun Islam. Zakat diwajibkan atas setiap orang Islam yang
telah memenuhi syarat. Selain melaksanakan perintah Allâh Subhanahu wa Ta’ala,
tujuan pensyariatan zakat ialah untuk membantu umat Islam yang membutuhkan
bantuan dan pertolongan. Oleh karena itu, syariat Islam memberikan perhatian
besar dan memberikan kedudukan tinggi pada ibadah zakat ini. Kedudukan zakat
dalam Islam sudah banyak diketahui oleh kaum Muslimin secara garis besarnya,
namun untuk menegaskan pentingnya masalah zakat ini perlu dirinci kembali
permasalahan ini dalam bentuk yang lebih jelas dan gamblang.
Kedudukan
dan arti penting zakat dapat dilihat dari beberapa hal berikut:
1.
Zakat adalah rukun Islam yang ketiga dan salah satu pilar bangunannya yang
agung berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma
bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى
خَمْسٍ : شَهاَدَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنْ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ
وَإِقاَمِ الصَّلاَةِ وَإِيْتاَءِ الزَّكَاةِ وَصَومِ رَمَضَانَ وَحَجِّ البَيْتِ
لِمَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلأ
Islam
dibangun di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada Rabb yang haq selain
Allâh dan bahwa Muhammad adalah utusan Allâh, menegakkan shalat, menunaikan
zakat, berpuasa Ramadhan dan haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu
[Muttafaqun ‘alaihi]
2.
Allâh Azza wa Jalla menyandingkan perintah menunaikan zakat dengan perintah melaksanakan
shalat di dua puluh delapan tempat dalam al-Qur`ân.[1] Ini menunjukkan
betapa urgen dan tinggi kedudukannya dalam Islam. Kemudian penyebutan kata
shalat dalam banyak ayat di al-Qur`ân terkadang disandingkan dengan iman dan
terkadang dengan zakat. Terkadang ketiga-tiganya disandingkan dengan amal
shalih adalah urutan yang logis. Iman yang merupakan perbuatan hati adalah
dasar, sedangkan amal shalih yang merupakan amal perbuatan anggota tubuh
menjadi bukti kebenaran iman. Amal perbuatan pertama yang dituntut dari seorang
mukmin adalah shalat yang merupakan ibadah badaniyah (ibadah dengan
gerakan badan) kemudian zakat yang merupakan ibadah harta. Oleh karena
itu, setelah ajakan kepada iman didahulukan ajakan shalat dan zakat sebelum
rukun-rukun Islam lainnya. Ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu
anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamsaat beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengutus Mu’âdz Radhiyallahu anhu ke Yaman, beliau bersabda
kepadanya:
إِنَّكَ تَأتِي قَوْمًا
مِنْ أَهْلِ الكِتَابِ فاَدْعُهُمْ إِلىَ شَهاَدَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ فإَِنْ هُمْ أَطاَعُوكَ لِذلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ
أَنَّ اللهَ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلواتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَليَلْةٍ
فإَِنْ هُمْ أَطاَعُوكَ لِذلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ
صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِياَئِهِمْ فَتُرَدُّ عَلىَ فُقَرَائِهِمْ
Sesungguhnya
kamu akan datang kepada suatu kaum dari ahli kitab, ajaklah mereka kepada
syahadat bahwa tidak ada Rabb yang haq selain Allâh dan bahwa aku adalah utusan
Allâh, bila mereka mematuhi ajakanmu, maka katakanlah kepada mereka bahwa Allâh
mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam, bila mereka
mematuhi ajakanmu maka katakan kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan sedekah yang
diambil dari orang-orang kaya dari mereka dan diberikan kepada orang-orang
miskin dari mereka [2]
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallamhanya menyebutkan shalat dan zakat (dalam hadits
di atas) karena besarnya perhatian terhadap keduanya dan keduanya didahulukan
sbelumnya selainnya dalam berdakwah kepada Islam. Juga dalam rangka
mengikuti prinsip at-tadarruj (bertahap fase demi fase) dalam menjelaskan
kewajiban-kewajiban Islam.[3]
Dan
masih banyak lagi dalil-dalil dari al-Qur’an maupun al-hadits yang menunjukkan
kedudukan zakat yang tinggi dalam Islam.
Islam
telah menetapkan zakat sebagai kewajiban dan menjadikannya sebagai salah
satu rukunnya serta memposisikannya pada kedudukan tinggi lagi mulia.
Karena dalam pelaksanaan dan penerapannya mengandung tujuan-tujuan syar’i (maqâshid
syari’at) yang agung yang mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat, baik
bagi si kaya maupun si miskin. Di antara tujuan-tujuan tersebut adalah :
1.
Membuktikan Penghambaan Diri Kepada Allâh Azza wa Jalla Dengan Menjalankan
Perintah-Nya.
Banyak dalil yang memerintahkan agar kaum Muslimin melaksanakan kewajiban agung ini, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla firmankan dalam banyak ayat, diantaranya :
Banyak dalil yang memerintahkan agar kaum Muslimin melaksanakan kewajiban agung ini, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla firmankan dalam banyak ayat, diantaranya :
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ
وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang
ruku’.”
[al-Baqarah/2:43]
Allâh
Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa menunaikan zakat merupakan sifat kaum
Mukminin yang taat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّمَا يَعْمُرُ
مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ
الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ
أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Hanya
yang memakmurkan masjid-masjid Allâh ialah orang-orang yang beriman
kepada Allâh dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan
zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allâh, maka merekalah
orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat
petunjuk. [at-Taubah/9:18]
Seorang
mukmin menghambakan diri kepada Allâh Azza wa Jalla dengan menjalankan
perintah-Nya melalui pelaksanaan kewajiban zakat sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan syari’at.
Zakat
bukan pajak. Zakat adalah ketaatan dan ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla yang
dilakukan oleh seorang Mukmin demi meraih pahala dan balasan di sisi Allâh Azza
wa Jalla . Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ
أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. [al-Baqarah/2:277].
Juga
firman-Nya.
لَٰكِنِ الرَّاسِخُونَ فِي
الْعِلْمِ مِنْهُمْ وَالْمُؤْمِنُونَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا
أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَالْمُقِيمِينَ الصَّلَاةَ ۚ وَالْمُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَالْمُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أُولَٰئِكَ سَنُؤْتِيهِمْ
أَجْرًا عَظِيمًا
“Tetapi
orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang Mukmin,
mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (al-Quran), dan apa
yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan
zakat, dan yang beriman kepada Allâh dan hari Kemudian. Orang-orang itulah
yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.” [QS an-Nisa`/4:162]
2.
Mensyukuri Nikmat Allâh Dengan Menunaikan Zakat Harta Yang Telah Allâh
Azza wa Jalla Limpahkan Sebagai Karunia Kepada Manusia.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَإِذْ تَأَذَّنَ
رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ
عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan
(ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” [QS Ibrâhim/14:7]
Mensyukuri
nikmat adalah kewajiban seorang muslim, dengannya nikmat akan langgeng dan
bertambah. Imam as-Subki rahimahullah mengatakan, “Diantara makna yang
terkandung dalam zakat adalah mensyukuri nikmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala .
Ini berlaku umum pada seluruh taklief (beban) agama, baik yang berkaitan dengan
harta maupun badan, karena Allâh Azza wa Jalla telah memberikan nikmat kepada
manusia pada badan dan harta. Mereka wajib mensyukuri nikmat-nikmat
tersebut, mensyukuri nikmat badan dan nikmat harta. Hanya saja, meski sudah
kita tahu itu merupakan wujud syukur atas nikmat badan atau nikmat harta, namun
terkadang kita masih bimbang. Zakat masuk kategori ini.” [5]
Membayar
zakat adalah pengakuan terhadap kemurahan Allâh, mensyukuri-Nya dan
menggunakan nikmat tersebut dalam keridhaan dan ketaatan kepada Allâh Azza wa
Jalla .
3.Menyucikan
Orang Yang Menunaikan Zakat Dari Dosa-Dosa.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ
صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan doakanlah mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allâh Maha mendengar lagi Maha mengetahui. [at-Taubah/9:103].
Imam
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya kewajiban membayar zakat dalam
ayat di atas berkaitan dengan hikmah pembersihan dari dosa-dosa.”[6]. Ada
juga hadits yang menegaskan makna di atas, sebagaimana dalam hadits Muadz bin
Jabal Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
الصَّدَقَةُ تُطْفِئُ
الخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئ ُالمَاءُ النَّارَ
Sedekah
itu bisa memadamkan kesalahan sebagaimana air memadamkan api.”[HR. Ahmad 5/231 dan
at-tirmidzi no. 2616 dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi]
Ayat
di atas mengumpulkan banyak tujuan dan hikmah syar’i yang terkandung dalam
kewajiban zakat. Tujuan-tujuan dan hikmah-hikmah itu terangkum dalam dua kata
yang muhkam yaitu, “Dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka.”
4.
Membersihkan Orang Yang Menunaikannya Dari Sifat Bakhil. Al-Kâsâni rahimahullah
mengatakan, “Sesungguhnya zakat membersihkan jiwa orang yang menunaikannya
dari kotoran dosa dan menghiasi akhlaknya dengan sifat dermawan dan pemurah.
Juga membuang kekikiran dan kebakhilan, karena tabiat jiwa sangat menyukai
harta benda. Zakat dapat membiasakan orang menjadi pemurah, melatih menunaikan
amanat dan menyampaikan hak-hak kepada pemiliknya. Semua itu terkandung
dalam firman Allâh Azza wa Jalla :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.[7]
Kikir
adalah penyakit yang dibenci dan tercela. Sifat ini menjadikan manusia berupaya
untuk selalu mewujudkan ambisinya, egois, cinta hidup di dunia dan suka
menumpuk harta. Sifat ini akan menumbuhkan sikap monopoli terhadap semua.
Tentang hakikat ini, Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَكَانَ الْإِنْسَانُ
قَتُورًا
Dan
manusia itu sangat kikir. [al-Isrâ`/17:100]
Allâh
Azza wa Jalla berfirman :
وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ
الشُّحَّ
Walaupun
manusia itu menurut tabiatnya kikir. [an-Nisâ`/4:128]
Sifat
kikir ini merupakan faktor terbesar yang menyebabkan manusia sangat tergantung
kepada dunia dan berpaling dari akhirat. Sifat ini menjadi sebab kesengsaraan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
تَعِسَ عَبْدُ
الدِّينَارِوَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الخَمِيْصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ
وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيْكَ فَلاَ اْنَتقَشَ
Sengsara
hamba dinar, sengsara hamba dirham, sengsara hamba khamishah ! Bila dia diberi
maka dia rela, bila tidak maka dia murka, sengsara dan tersungkurlah dia, bila
dia tertusuk duri maka dia tidak akan mencabutnya. [8]
Cinta
dunia dan harta adalah salah satu sumber dosa dan kesalahan. Bila seseorang
terselamatkan darinya dan terlindungi dari sifat kikir maka dia akan sukses,
sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla yang artinya, “Dan siapa yang dipelihara
dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.”
[al-Hasyr/59:9]
Allâh
Azza wa Jalla berfirman tentang orang-orang yang kikir lagi bakhil,
وَلَا يَحْسَبَنَّ
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ
ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allâh berikan kepada mereka
dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. [Ali Imrân/3:180]
al-Fakhrurrazi
rahimahullah berkata, “Kecintaan mendalam terhadap harta bisa melalaikan jiwa
dari kecintaan kepada Allâh dan persiapan menghadapi kehidupan akhirat. Hikmah
Allâh Azza wa Jalla menuntut agr pemilik harta mengeluarkan sebagian harta yang
dipegangnya; Agar apa yang dikeluarkan itu menjadi alat penghancur ketamakan
terhadap harta, pencegah agar jiwa tidak berpaling kepada harta secara total
dan sebagai pengingat agar jiwa sadar bahwa kebahagiaan manusia tidak bisa
tercapai dengan sibuk menumpuk harta. Akan tetapi kebahagian itu akan terwujud
dengan menginfakkan harta untuk mencari ridha Allâh Azza wa Jalla . Kewajiban
zakat adalah terapi tepat dan suatu keharusan untuk melenyapkan kecintaan
kepada dunia dari hati. Allâh Azza wa Jalla mewajibkan zakat untuk hikmah mulia
ini. Inilah yang dimaksud oleh firman-Nya, yang artinya, “Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka
dan mendoalah untuk mereka.” Yakni membersihkan dan mensucikan mereka dari
sikap berlebih-lebihan dalam menuntut dunia.” [9]
5.
Membersihkan Harta Yang Dizakati.
Karena
harta yang masih ada keterkaitan dengan hak orang lain berarti masih kotor dan
keruh. Jika hak-hak orang itu sudah ditunaikan berarti harta itu telah
dibersihkan. Permasalahan ini diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallamsaat beliau n menjelaskan alasan kenapa zakat tidak boleh diberikan
kepada keluarga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Yaitu karena zakat
adalah kotoran harta manusia.
6.
Membersihkan Hati Orang Miskin Dari Hasad Dan Iri Hati Terhadap Orang Kaya.
Bila orang fakir melihat orang disekitarnya hidup senang dengan harta yang melimpah sementara dia sendiri harus memikul derita kemiskinan, bisa jadi kondisi ini menjadi sebab timbulnya rasa hasad, dengki, permusuhan dan kebencian dalam hati orang miskin kepada orang kaya. Rasa-rasa ini tentu melemahkan hubungan antar sesama Muslim, bahkan berpotensi memutus tali persaudaraan.
Bila orang fakir melihat orang disekitarnya hidup senang dengan harta yang melimpah sementara dia sendiri harus memikul derita kemiskinan, bisa jadi kondisi ini menjadi sebab timbulnya rasa hasad, dengki, permusuhan dan kebencian dalam hati orang miskin kepada orang kaya. Rasa-rasa ini tentu melemahkan hubungan antar sesama Muslim, bahkan berpotensi memutus tali persaudaraan.
Hasad,
dengki dan kebencian adalah penyakit berbahaya yang mengancam masyarakat dan
mengguncang pondasinya. Islam berupaya untuk mengatasinya dengan menjelaskan
bahayanya dan dengan pensyariatan kewajiban zakat. Ini adalah metode praktis
yang efektif untuk mengatasi penyakit-penyakit tersebut dan untuk menyebarkan
rasa cinta dan belas kasih di antara anggota masyarakat. [10]
Orang
yang menunaikannya akan dilipatgandakan kebaikannya dan ditinggikan derajatnya.
Ini termasuk tujuan syar’i yang penting. Allâh Azza wa Jalla berfirman.
مَثَلُ الَّذِينَ
يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ
سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ
لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allâh adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allâh melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. dan Allâh Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.”
[al-Baqarah/2:261]
7.
Menghibur Dan Membantu Orang Miskin.
Al-Kâsâni rahimahullah berkata, “Pembayaran zakat termasuk bantuan kepada orang lemah dan pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Zakat membuat orang lemah menjadi mampu dan kuat untuk melaksanakan tauhid dan ibadah yang Allâh wajibkan, sementara sarana menuju pelaksanaan kewajiban adalah wajib.” [11]
Al-Kâsâni rahimahullah berkata, “Pembayaran zakat termasuk bantuan kepada orang lemah dan pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Zakat membuat orang lemah menjadi mampu dan kuat untuk melaksanakan tauhid dan ibadah yang Allâh wajibkan, sementara sarana menuju pelaksanaan kewajiban adalah wajib.” [11]
8.
Pertumbuhan Harta Yang Dizakati.
Telah diketahui bersama bahwa di antara makna zakat dalam bahasa Arab adalah pertumbuhan. Kemudian syariat telah menetapkan makna ini dan menetapkannya pada kewajiban zakat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
Telah diketahui bersama bahwa di antara makna zakat dalam bahasa Arab adalah pertumbuhan. Kemudian syariat telah menetapkan makna ini dan menetapkannya pada kewajiban zakat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا
وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Allâh
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allâh tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.” (al-Baqarah/2:276). Yakni
menumbuhkan dan memperbanyak. [12]
Juga
firman-Nya, yang artinya, “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allâh
akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rizki yang sebaik-baiknya.”
(Saba`/34:39). Yakni Allâh menggantinya di dunia dengan yang semisalnya dan di
akhirat dengan pahala dan balasan. [13]
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ
العِبَادُ إِلاَّ وَمَلكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اَللهُمَّ أَعْطِ
مُنْفِقاً خَلَفاً وَيَقُولُ الآخَرُ اللهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكاً تَلَفاً
Tidak
ada satu hari di mana manusia mendapatkan waktu pagi kecuali ada dua malaikat
turun, salah satu dari keduanya berkata, ‘Ya Allâh berikanlah pengganti kepada
orang yang berinfak.’ Sedangkan yang lainnya berkata, ‘Ya Allâh berikanlah
kebinasaan kepada orang yang menahan.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallamjuga bersabda :
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ
مِنْ مَالٍ
Sedekah
tidak mengurangi harta. [HR Muslim]
9.
Mewujudkan Solidaritas Dan Kesetiakawanan Sosial.
Zakat adalah bagian utama dari rangkaian solidaritas sosial yang berpijak kepada penyediaan kebutuhan dasar kehidupan. Kebutuhan dasar kehidupan itu berupa makanan, sandang, tempat tinggal (papan), terbayarnya hutang-hutang, memulangkan orang-orang yang tidak bisa pulang ke negara mereka, membebaskan hamba sahaya dan bentuk-bentuk solidaritas lainnya yang ditetapkan dalam Islam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
Zakat adalah bagian utama dari rangkaian solidaritas sosial yang berpijak kepada penyediaan kebutuhan dasar kehidupan. Kebutuhan dasar kehidupan itu berupa makanan, sandang, tempat tinggal (papan), terbayarnya hutang-hutang, memulangkan orang-orang yang tidak bisa pulang ke negara mereka, membebaskan hamba sahaya dan bentuk-bentuk solidaritas lainnya yang ditetapkan dalam Islam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
مَثَلُ المُؤْمِنِينَ فِي
تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الجَسَدِ الوَاحِدِ إِذَا
اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الجَسَدِ باِلسَهْرِ وَالحُمَّى
Perumpamaan
orang-orang mukmin dalam sikap saling menyayangi, mengasihi dan melindungi
adalah seperti jasad yang satu, bila ada satu anggota jasad yang sakit maka
anggota lainnya akan ikut merasakannya dengan tidak tidur dan demam. [HR
Muslim]
10.
Menumbuhkan Perekonomian Islam.
Zakat mempunyai pengaruh positif yang sangat signifikan dalam mendorong gerak roda perekonomian Islam dan mengembangkannya. Karena pertumbuhan harta individu pembayar zakat memberikan kekuatan dan kemajuan bagi ekonomi masyarakat. Sebagaimana juga zakat dapat menghalangi penumpukan harta di tangan orang-orang kaya saja. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh amat keras hukumanNya.” [al-Hasyr/59:7]
Zakat mempunyai pengaruh positif yang sangat signifikan dalam mendorong gerak roda perekonomian Islam dan mengembangkannya. Karena pertumbuhan harta individu pembayar zakat memberikan kekuatan dan kemajuan bagi ekonomi masyarakat. Sebagaimana juga zakat dapat menghalangi penumpukan harta di tangan orang-orang kaya saja. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh amat keras hukumanNya.” [al-Hasyr/59:7]
Keberadaan
uang di tangan kebanyakan anggota masyarakat mendorong pemiliknya untuk membeli
keperluan hidup, sehingga daya beli terhadap barang meningkat. Keadaan ini
dapat meningkatkan produksi yang menyerap tenaga kerja dan membunuh
pengangguran. [14]
11.
Dakwah Kepada Allâh Azza wa Jalla .
Di antara tujuan mendasar zakat adalah berdakwah kepada Allâh dan menyebarkan agama serta menutup hajat fakir-miskin. Semua ini mendorong mereka untuk lebih lapang dada dalam menerima agama dan menaati Allâh Azza wa Jalla .
Di antara tujuan mendasar zakat adalah berdakwah kepada Allâh dan menyebarkan agama serta menutup hajat fakir-miskin. Semua ini mendorong mereka untuk lebih lapang dada dalam menerima agama dan menaati Allâh Azza wa Jalla .
Demikian
banyaknya faedah dan hikmah pensyariatan zakat lainnya yang belum disampaikan,
namun semua yang telah disampaikan diatas sudah cukup menunjukkan betapa
penting dan bergunanya zakat dalam kehidupan individu dan masyarakat Islam.
Semoga
ini bisa lebih memotivasi kita untuk menunaikannya. Apalagi bila melihat kepada
manfaat yang akan muncul dari pensyariatan zakat ini.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XV/1432)
====================
Footnote
[1]. Lihat al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâzhil Qur`ân al-Karîm , Muhammad Fuâd ‘Abdul Bâqi hlm. 421
[2]. HR. al-Bukhâri no. 4347 dan Muslim no. 130.
[3]. Lihat Nailul Authâr 2/479
[4]. Maksud dari tujuan syar’i adalah makna-makna dan hikmah-hikmah serta rahasia-rahasia yang terkandung dalam sesuatu yang disyariatkan oleh peletak syariat. Lihat Maqashid asy-Syari’ah al-Islamiyyah karya Thahir Asyur 2/51 dan Qawaid al-Wasail karya Mushthafa Karamatullah Makhdum hal. 34.
[5]. Fatawa al-Imam as-Subki 1/198.
[6]. Al-Majmu’ 5/197.
[7]. Bada`i’ ash-Shana`i’ wa Tartib asy-Syara`i’ 2/7.
[8]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari adari Abu Hurairah Kitab al-Jihad Bab al-Hirasah fil Ghazwi fi Sabilillah no. 2886.
[9]. At-Tafsir al-Kabir 16/81.
[10]. Lihat Fiqhuz Zakah 2/930.
[11]. Bada`i’ ash-Shana`i’ wa Tartib asy-Syara`i’ 2/7.
[12]. Tafsir Ibnu Katsir 1/311.
[13]. Tafsir Ibnu Katsir 3/519.
[14]. Lihat Atsaru az-Zakah ala Tasyghil al-mawarid al-Iqtishadiyah hal 145, Khuthuth Raisah fil Iqtishad al-Islami hal. 15-16 dan az-Zakah wa Tathbiqatuha al-Muashirah hal. 23
(Sumber: almanhaj.or.id ). [1]. Lihat al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâzhil Qur`ân al-Karîm , Muhammad Fuâd ‘Abdul Bâqi hlm. 421
[2]. HR. al-Bukhâri no. 4347 dan Muslim no. 130.
[3]. Lihat Nailul Authâr 2/479
[4]. Maksud dari tujuan syar’i adalah makna-makna dan hikmah-hikmah serta rahasia-rahasia yang terkandung dalam sesuatu yang disyariatkan oleh peletak syariat. Lihat Maqashid asy-Syari’ah al-Islamiyyah karya Thahir Asyur 2/51 dan Qawaid al-Wasail karya Mushthafa Karamatullah Makhdum hal. 34.
[5]. Fatawa al-Imam as-Subki 1/198.
[6]. Al-Majmu’ 5/197.
[7]. Bada`i’ ash-Shana`i’ wa Tartib asy-Syara`i’ 2/7.
[8]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari adari Abu Hurairah Kitab al-Jihad Bab al-Hirasah fil Ghazwi fi Sabilillah no. 2886.
[9]. At-Tafsir al-Kabir 16/81.
[10]. Lihat Fiqhuz Zakah 2/930.
[11]. Bada`i’ ash-Shana`i’ wa Tartib asy-Syara`i’ 2/7.
[12]. Tafsir Ibnu Katsir 1/311.
[13]. Tafsir Ibnu Katsir 3/519.
[14]. Lihat Atsaru az-Zakah ala Tasyghil al-mawarid al-Iqtishadiyah hal 145, Khuthuth Raisah fil Iqtishad al-Islami hal. 15-16 dan az-Zakah wa Tathbiqatuha al-Muashirah hal. 23
********************************
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com